Kebijakan Pemulihan Ekonomi Jangan Sampai Timbulkan Ketimpangan
Pemulihan ekonomi idealnya inklusif dan berkualitas sehingga tak hanya dinikmati segelintir pihak, tapi semua masyarakat.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan pemulihan ekonomi yang ditetapkan pemerintah jangan sampai malah menimbulkan ketimpangan di masyarakat. Pemulihan ekonomi idealnya inklusif dan berkualitas sehingga tak hanya dinikmati segelintir pihak. Untuk itu, diperlukan kebijakan yang mendorong pertumbuhan berkualitas.
Hal tersebut mengemuka dalam bincang-bincang virtual bertajuk ”Pemulihan dan Pemerataan Ekonomi: Tantangan bagi KPPU” yang diselenggarakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Senin (7/6/2021). Hadir sebagai pembicara pengamat ekonomi dan persaingan usaha yang juga mantan Ketua KPPU Nawir Messi, Deputi Bidang Ekonomi Sekretariat Wakil Presiden Ahmad Erani Yustika, serta Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB) Nunung Nuryartono. Turut hadir memberikan kata sambutan Ketua KPPU Kodrat Wibowo.
Erani menjelaskan, kontraksi ekonomi yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19 memperlebar jurang ketimpangan di masyarakat. Hal ini tecermin dari rasio gini pada September 2020 yang meningkat menjadi 0,399 setelah sebelumnya pada Maret 2020 pada level 0,381. Rasio gini berkisar 0-1. Semakin mendekati 1 menandai ketimpangan makin lebar.
Kebijakan yang diambil pemerintah, lanjut Erani, tidak cukup hanya pada pemulihan ekonomi saja, tetapi juga harus mempertimbangkan pemerataan di masyarakat. ”Saya khawatir pemulihan ekonomi bisa saja tercapai, tapi malah membuat ketimpangan ekonomi di masyarakat,” ujar Erani.
Ia mencontohkan salah satu kebijakan yang kurang memperhatikan aspek pemerataan dan menimbulkan ketimpangan adalah insentif penurunan pajak untuk pembelian kendaraan bermotor. Erani mengatakan, kebijakan itu bagus untuk mendorong penjualan otomotif di hilir yang juga menggairahkan rantai produsen otomotif di hulu industri.
Kendati demikian, menurut Erani, pernahkah ada yang menghitung apakah insentif tersebut betul-betul kebijakan yang tepat dan dibutuhkan. ”Berapa pajak yang akhirnya diterima negara? Siapa yang diuntungkan dan dirugikan? Penjual mobil menikmati peningkatan penjualan, tapi para penjual mobil bekas tidak menikmatinya,” ujar Erani.
Namun, dia pun menyadari, kebijakan insentif memang selalu melahirkan pihak yang diuntungkan dan dirugikan. Hanya saja menjadi tugas pemerintah untuk menjaga agar kebijakan itu sejalan dengan kepentingan hajat publik.
”Di sinilah KPPU bisa berperan untuk menjaga agar pelaku usaha bisa menikmati level persaingan yang sama dan iklim usaha yang sehat, sambil pula memperhatikan kondisi pemulihan ekonomi,” ujar Erani.
Sementara itu, Nunung berpendapat, kebijakan ekonomi pemerintah selama pandemi sudah cukup menyeimbangkan sisi penawaran dan permintaan. Pemberian bantuan sosial (bansos) adalah upaya menjaga agregat permintaan masyarakat akan konsumsi. Adapun kebijakan stimulus dan insentif kepada korporasi menjadi upaya menjaga agregat penawaran.
Hanya saja, lanjut Nunung, apakah kebijakan itu sudah ampuh mengatasi kemiskinan dan menghilangkan ketimpangan. ”Apakah ini kebijakan yang mendorong pertumbuhan yang berkualitas? Ini yang harus dilihat lebih lanjut lagi,” ujar Nunung.
Aksi korporasi
Selain kebijakan pemerintah yang secara tidak langsung menciptakan ketimpangan, pandemi juga mendorong aksi korporasi, baik swasta maupun BUMN. Nawir menjelaskan, belajar dari krisis 1998, seusai keluar dari krisis ekonomi, perusahaan marak melakukan aksi korporasi, baik restrukturisasi, akuisisi, maupun merger.
Hal ini lumrah dilakukan korporasi sebagai upaya mempertahankan eksistensi, sambil menyiapkan diri menghadapi perubahan pascakrisis.
Namun, Nawir khawatir aksi korporasi itu juga menimbulkan ketimpangan di masyarakat. ”Aksi korporasi seperti restrukturisasi, akuisi, merger itu adalah upaya mengonsolidasi dan mengonsentrasikan modal serta aset. Mereka yang selamat akan makin kuat, bagaimana dengan yang tidak? Bisa makin meruncingkan ketimpangan,” ujar Nawir.
Senada dengan Erani dan Nunung, Nawir juga sepakat terkait persoalan tersebut KPPU perlu berperan menjaga pemulihan ekonomi yang berkualitas dan merata.