Pemulihan Industri Pariwisata Tak Menentu, Pemerintah Koreksi Target Penerimaan Devisa
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif melakukan koreksi target kunjungan wisman beserta penerimaan devisa pariwisata sampai 2024. Komisi X DPR mengingatkan agar cepat pemfokusan ulang kebijakan dan anggaran.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kinerja sektor industri pariwisata dikhawatirkan belum bisa lekas pulih sampai 2024. Masih berlangsungnya pandemi Covid-19 menjadi pemicu.
”Asumsi internasional mulanya memperkirakan kinerja industri pariwisata bisa pulih Juli atau Desember 2020. Namun, proyeksi terbaru UNWTO (Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Organisasi Pariwisata Dunia) memprediksi pemulihan belum tentu tuntas hingga 2024,” ujar Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga S Uno di sela-sela rapat kerja dengan Komisi X DPR, Rabu (2/6/2021) petang.
Dengan prediksi itu, dia mengatakan, pemerintah telah melakukan penyesuaian target kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) dan penerimaan devisa pariwisata sampai 2024. Kunjungan wisman tahun 2021 yang semula ditarget 4 juta-7 juta dikoreksi menjadi 1,5 juta-2,1 juta. Tahun 2024, target kunjungan wisman semula 16 juta-17 juta disesuaikan menjadi 11,8 juta-14,3 juta.
Devisa pariwisata tahun 2021 yang mulanya ditarget 4,8 miliar-8,5 miliar dollar AS dikoreksi drastis menjadi 0,3 miliar-0,4 miliar dollar AS. Adapun target devisa 2024 yang awalnya 21,5 miliar-22,9 miliar dollar AS lalu dikoreksi menjadi 8,01 miliar-9,24 miliar dollar AS.
Pemerintah telah melakukan penyesuaian target kunjungan wisatawan mancanegara dan penerimaan devisa pariwisata sampai 2024.
Sandiaga berharap, penyesuaian tersebut tidak menyurutkan semangat pelaku jasa usaha pariwisata nasional. Pemerintah melalui Kemenparekraf berjanji mengupayakan pembaruan kebijakan. Salah satunya adalah tetap menjalankan uji coba travel bubble dalam bingkai perjanjian internasional pembukaan koridor batas negara. Hal ini sudah masuk pembahasan final dengan Kementerian Luar Negeri serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Menanggapi hal itu, Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengatakan, Kemenparekraf memiliki pagu indikatif anggaran yang semakin turun. Pada 2021, pagu indikatif kementerian masih berkisar Rp 4,111 triliun. Adapun pada 2022, pagu indikatif kementerian berkurang menjadi Rp 3,816 triliun.
Kemenparekraf diharapkan berani membuat keputusan memangkas program yang dirasa tidak penting, kecil, dan bersifat parsial secara dampak. Menurut dia, kementerian masih bisa mengajukan tambahan anggaran jika hal itu bisa mendukung implementasi kebijakan yang mampu mengatasi lesunya kinerja industri pariwisata sampai tahun 2024.
”Kalau menggaet kunjungan wisman menjadi sangat berat, pemerintah harus mengoptimalkan kunjungan wisatawan nusantara (wisnus). Kemenparekraf harus tegas membuat kebijakan yang langsung berhubungan dengan kunjungan wisnus,” ujarnya.
Kemenparekraf seharusnya sudah punya terobosan kebijakan sejak sekarang. Kunjungan wisman jangan diharapkan lagi, melainkan fokus memaksimalkan wisatawan nusantara.
Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf mempunyai pandangan senada. Berangkat dari asumsi UNWTO itu, Kemenparekraf seharusnya sudah punya terobosan kebijakan sejak sekarang. Kunjungan wisman jangan diharapkan lagi, melainkan fokus memaksimalkan wisnus.
Pergerakan wisnus saat ini kebanyakan hanya antarkabupaten/kota dalam satu provinsi. Maka, menurut Dede, kebijakan pengembangan industri pariwisata sebaiknya mengikutsertakan langsung pemerintah daerah, misalnya desa wisata diperkuat.
”Masih ada sektor ekonomi kreatif. Bisa beralih fokus kebijakan ke sektor itu. Apalagi, selama pandemi Covid-19, permintaan pemesanan kuliner, konten film, sampai pertunjukan seni rupa secara daring meningkat drastis melalui platform digital,” ujar Dede.
Menurut Dede, pemerintah daerah semestinya diajak membahas menggarap potensi ekonomi kreatif dan peran teknologi digital. Dia meyakini perumusan kebijakan akan menjadi lebih efektif.
”Dengan pagu indikatif berkurang, fokus anggaran kementerian masih cenderung lebih besar ke pariwisata. Segala anggaran yang dipakai penanganan dampak, seperti bantuan insentif pemerintah, semestinya cepat terimplementasi. Tidak ada salahnya juga jika porsi anggaran untuk pengembangan ekonomi kreatif ditingkatkan,” tuturnya.