Ada sejumlah pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan untuk menggenjot produksi susu agar Indonesia tidak semakin bergantung pada susu impor. Namun, segenap kebijakan mesti bermuara pada kesejahteraan peternak rakyat.
Oleh
Mukhamad Kurniawan
·3 menit baca
Kampanye pada Hari Susu Sedunia tahun ini, Selasa (1/6/2021), diwarnai dengan tagar #WorldMilkDay dan #EnjoyDairy yang gegap gempita di media sosial. Beraneka kegiatan digelar di banyak negara dengan tema besar tentang isu keberlanjutan dan lingkungan di sektor persusuan, gizi, dan sosial ekonomi.
Saat Hari Susu Sedunia tahun lalu, menurut laman worldmilkday.org, ada lebih dari 417 kampanye di 68 negara dan kampanye #WorldMilkDay menghasilkan 842 juta impresi di media sosial. Kampanye tahun ini sepertinya tak kalah riuh. Di sejumlah negara, rangkaian kegiatan telah dimulai sejak sebulan lalu, terutama fokus pada kampanye soal manfaat susu dan produk susu.
Pada tanggal yang sama, Indonesia memperingati Hari Susu Nusantara, tahun ini ke-12 sejak pemerintah menetapkannya pada 2009. Namun, seperti halnya sebelumnya, gaung peringatan Hari Susu Sedunia dan Hari Susu Nusantara tak sampai ke kandang peternak di sentra-sentra peternakan sapi perah nasional, seperti Lembang dan Pangalengan, Jawa Barat; Boyolali, Jawa Tengah; serta Malang, Jawa Timur.
Penetapan Hari Susu, antara lain, dilatari keinginan pemerintah memajukan industri persusuan nasional. Selain mendorong pengembangan peternakan sapi perah, momentum hari susu diharapkan menggairahkan industri pengolahan susu dan mendongkrak konsumsi susu sebagai salah satu sumber gizi. Namun, capaiannya kini masih jauh dari harapan. Jika tidak ada upaya serius, Indonesia malah berpotensi terjebak sebagai pengimpor bersih susu dan produk susu.
Data Kementerian Perdagangan menunjukkan, nilai impor susu dan produk susu terus meningkat lima tahun terakhir, yakni dari 326,7 juta dollar AS tahun 2016 menjadi 541,6 juta dollar AS tahun 2020. Pada triwulan I-2021, nilainya telah mencapai 130,4 juta dollar AS, naik 4,9 persen dibandingkan triwulan I-2020 yang 124,3 juta dollar AS. Tren peningkatan impor itu sejalan dengan produksi susu segar dalam negeri yang cenderung stagnan dan kebutuhan pasar susu nasional yang cenderung naik.
Asosiasi Industri Pengolahan Susu memperkirakan, kebutuhan pasar susu nasional mencapai 6,5 juta ton tahun 2020, naik lebih dari dua kali lipat dibandingkan kebutuhan tahun 2010 yang masih 3,2 juta ton (Kompas, 10/1/2020). Sementara produksi susu segar nasional, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), berkisar 900.000-950.000 ton per tahun dalam kurun lima tahun terakhir. Selama kurun 2015-2018, konsumsi atau permintaan susu tumbuh 11,73 persen, sementara produksi susu segar dalam negeri rata-rata hanya tumbuh 6,13 persen.
Jumlah perusahaan sapi perah juga cenderung turun dan mengindikasikan melesunya sektor ini dua dekade terakhir. BPS mencatat, jumlah perusahaan sapi perah mencapai 422 unit tahun 2001, tetapi pada tahun 2019 tercatat 36 unit. Perusahaan yang khusus di pembibitan anjlok dari 15 unit (2001) menjadi tinggal satu unit (2019), sementara perusahaan yang bergerak di sektor budidaya berkurang dari 407 unit (2001) menjadi 27 unit (2019).
Tren peningkatan konsumsi dan permintaan susu nasional semestinya adalah peluang. Pasar yang tumbuh idealnya diikuti produksi yang terus naik. Namun, kenapa produksi susu dalam negeri stagnan, sementara impornya terus naik? Porsi susu dalam negeri dalam struktur konsumsi nasional pun susut dari 50 persen tahun 1990-an menjadi sekitar 20 persen saat ini.
Faktor daya saing memang jadi kunci. Namun, Indonesia tetaplah pasar yang besar, sementara peluang mengefisienkan proses produksi masih terbuka. Faktor ini mendorong sejumlah perusahaan pengolah susu berekspansi dan pemodal berinvestasi di Indonesia beberapa tahun terakhir.
Lalu, bagaimana dengan peternak sapi perah rakyat yang selama ini menjadi penopang utama produksi susu segar nasional? Ada sederet pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan pemerintah. Pekerjaan rumah itu antara lain terkait skala produksi, lahan pakan, dan harga jual susu di tingkat peternak. Penyelesaian segenap problem itu mesti bermuara pada kesejahteraan peternak sebagai pelaku utama.