Tantangan Pujon Menggenjot Produksi Susu Sapi Perah
Pujon sudah lama menjadi sentra peternakan sapi perah di Kabupaten Malang. Namun, saat ini produktivitas susu merosot.
Menjelang tengah hari, Senin (10/5/2021), Nasupah (59) menuangkan beberapa genggam konsentrat ke dalam wadah bak plastik. Konsentrat itu pakan sapi-sapi miliknya yang disiapkan sejak pagi, selain rumput. Memberi konsentrat menjadi bagian dari upaya memperoleh produksi susu sapi perah yang banyak dan berkualitas.
Meski tak lagi muda, warga Dusun Maron, Desa Pujonlor, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang, Jawa Timur, itu masih kuat menangani mamalia berbobot 400-600 kilogram. Ia telah bergelut dengan ternak sapi sejak masih remaja.
Kini, ia memiliki empat sapi perah, dua ekor di antaranya dewasa, satu ekor masih dara (betina muda), dan seekor lagi anakan (pedet). Aktivitas Nasupah tidak hanya terbatas memberi makan, tetapi juga memerah dan membersihkan kandang yang berada persis di samping kiri rumah.
”Yang ini (sapi pertama) bisa menghasilkan 16 liter susu per hari. Jumlahnya agak turun dari sebelumnya setelah beranak. Ketika habis melahirkan susunya bisa 30 liter,” ujar dia sambil menunjuk salah satu sapi miliknya yang paling dewasa. Sapi itu berumur sekitar 8 tahun dan telah empat kali beranak.
Pujon merupakan basis terbesar susu di Kabupaten Malang, tetapi sekarang menurun. Sekarang kalau produksi di atas 25-30 liter, sapinya ambruk, tidak kuat. (Sanusi)
Sementara sapi kedua berumur 5 tahun—saat ini tengah bunting tujuh bulan—hanya mampu menghasilkan 10 liter susu per hari. Dalam kondisi habis melahirkan, sapi kedua bisa menghasilkan 18 liter susu. Sapi kedua merupakan anak dari sapi pertama.
Sapi ketiga (2 tahun), yang masih dara, belum menghasilkan susu. Sapi ini adik dari sapi pertama. ”Karena masih dara, belum diperas. Itu (pedet) adiknya, yang masih berumur 2,5 bulan dan masih harus ditempatkan dalam kandang terpisah,” katanya.
Tak ada kesulitan menjual susu sapi perah. Terakhir, susu sapinya laku Rp 5.760 per liter untuk kadar lemak 48 persen dan Rp 5.360 untuk 42 persen. Semakin tinggi kadar lemak harganya semakin tinggi. Semua dikirim ke Koperasi Sinau Andhandani Ekonomi (SAE) Pujon. Dari koperasi yang sama pula konsentrat diperoleh.
Nasupah bukan satu-satunya warga Dusun Maron yang memiliki sapi perah. Hampir semua warga di wilayah yang memiliki ketinggian topografi 1.000-1.200 meter di atas permukaan laut itu berprofesi sebagai peternak. Kegiatan itu dilakukan sambil bertani, terutama sayuran.
Pujon merupakan salah satu sentra ternak sapi perah di Kabupaten Malang, selain Kecamatan Ngantang dan Ngajum yang berada di lereng Gunung Kawi, serta Jabung dan Poncokusumo di kaki Gunung Semeru. Satu daerah lainnya ada di Kasembon yang berada di kaki Gunung Kelud.
Baca juga: Menkop UKM Dukung Revitalisasi Peningkatan Produksi Susu di Malang
Data Badan Pusat Statistik menyatakan, jumlah sapi di Pujon tahun 2020 sebanyak 24.483 ekor, disusul Ngantang 17.469 ekor, Jabung 15.729 ekor, Ngajum 8.385 ekor, dan Kasembon 5.450 ekor.
Dengan populasi sapi perah Kabupaten Malang sebanyak 86.986 ekor, sebanyak 303.894 warga menggantungkan diri di sektor ini (peternak sapi perah dan sapi potong). Adapun produksi susu tahun 2020 di Malang sebanyak161.544 ton. Angka ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2019 yang sebanyak 155.083 ton.
Seperti halnya peternak sapi perah di daerah lain, peternak di Pujon juga menghadapi persoalan menurunnya produktivitas susu. Jika sebelumnya produktivitas bisa 15-25 liter per ekor per hari, kini berkisar 11-12 liter.
Sejumlah persoalan dituding menjadi biang keladi, mulai dari pakan, cuaca, hingga genetika. Dari sisi pakan, mencari rumput saat ini tidak semudah puluhan tahun lalu. Kala itu, mencari pakan mudah karena rerumputan bisa ditemui di hampir semua wilayah.
Saat ini banyak lahan telah berubah peruntukan, baik untuk komoditas pertanian maupun kepentingan lain. Dari sisi cuaca, ada bulan-bulan tertentu di mana produksi sapi tidak bisa optimal, sedangkan masalah genetika menyangkut umur sapi yang perlu diremajakan.
Tidak untung
Penurunan produktivitas ini diakui Bupati Malang M Sanusi. Di hadapan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menteri Koperasi dan UKM) Teten Masduki, awal Ramadhan lalu, Sanusi berharap Menteri Koperasi dan UKM bisa membantu meningkatkan produksi susu setempat.
Ia membandingkan produktivitas sapi perah lokal yang dipelihara masyarakat dengan sapi jenis jersey milik salah satu industri susu modern di wilayahnya. Dengan perawatan sedemikian rupa, puluhan ribu sapi jersey itu bisa menghasilkan rata-rata 35 liter susu per hari.
”Pujon merupakan basis terbesar susu di Kabupaten Malang, tetapi sekarang menurun. Sekarang kalau produksi di atas 25-30 liter, sapinya ambruk, tidak kuat,” katanya. Jika produksi (sapi lokal) seperti saat ini, dengan harga susu Rp 5.500 per liter, keuntungan peternak habis dikurangi biaya produksi.
Beberapa usaha sebenarnya tengah ditempuh pemerintah daerah, salah satunya menggandeng perguruan tinggi setempat guna meningkatkan produksi susu dan daging untuk jenis sapi potong. Melalui penelitian diharapkan produksi susu bisa meningkat.
Senada dengan Sanusi, Ketua Koperasi SAE Pudjon Abdi Swasono juga mengakui produksi susu turun. Selain umur sapi, masalah lain yang menjadi penyebab adalah cuaca. Padahal, permintaan susu dari industri (Nestle) ke Pujon cukup besar, 1.000 ton per hari.
”Sedangkan kemampuan suplai kami baru 700 ton, kurang 300 ton. Kami terus berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan produksi,” katanya.
Koperasi SAE Pujon, yang berdiri 59 tahun lalu, kini beranggotakan 9.050 peternak. Populasi induk sapi sebanyak 12.003 ekor dengan jumlah sapi muda 5.367 ekor dan pedet 5.523 ekor. Selama tahun 2020, produksi susu tertinggi terjadi bulan Oktober sebanyak 129.652 liter per hari dan terendah bulan April yakni 105.086 liter per hari.
Menurut Abdi, salah satu upaya memperbaiki produksi adalah dengan peremajaan. Ada dua cara yang bisa dilakukan, yakni melalui impor dan pengembangan sapi lokal. Untuk sapi impor masih butuh adaptasi dengan lingkungan setempat.
”Kalau dalam program rearing (pembesaran pedet oleh koperasi), nanti kami sebagai pasar induk sapi. Peternak menjual sapi ke SAE dan mereka membeli dari SAE. Selama ini, kan, dikuasai oleh blantik (pedagang luar). Padahal, yang membuntingkan koperasi. Dan koperasi nanti membeli di atas harga blantik,” katanya.
Baca juga: Hadi Apriliawan Ciptakan Mesin Pasteriusasi Susu Bantu Peternak
Revitalisasi koperasi
Kementerian Koperasi dan UKM membantu peternak dengan memberikan pembiayaan senilai Rp 12 miliar guna merevitalisasi koperasi setempat. Dana itu rencananya akan dipakai untuk peningkatan kualitas pakan sebesar Rp 7,5 miliar, peremajaan bibit (rearing) Rp 1,5 miliar, dan pengembangan usaha kafe susu SAE Pujon senilai Rp 3,5 miliar.
Teten Masduki, yang sempat melihat langsung peternakan di SAE Pujon, mengatakan, sesuai arahan Presiden, pihaknya ingin memperkuat koperasi di sektor pangan guna memantapkan kedaulatan pangan Indonesia.
Menurut Teten, SAE Pujon memang memerlukan revitalisasi dan modernisasi produksi dengan ekosistem yang lebih kiat. Pihaknya juga ingin menjadikan SAE Pujon sebagai pilot project modernisasi koperasi di sektor pangan.
Dari hasil diskusi dengan pihak koperasi, yang dibutuhkan adalah peremajaan indukan sapi yang lebih produktif, peningkatan kualitas pakan, dan proses hasil susu termasuk hubungan dengan pihak ketiga.
”Kami berkomitmen tidak hanya membantu dari sektor pembiayaan untuk menambah modal kerja, modal investasi, tetapi juga manajemennya lebih modern,” ujarnya. SAE Pujon, lanjut Teten, harus diperkuat agar bisa melaksanakan program-programnya dalam mendukung peningkatan produksi.