Semarak Fasilitas Pusat Data
Perkembangan fasilitas pusat data kian semarak seiring dengan pertumbuhan ekonomi digital. Kawasan industri menangkap peluang dengan terus membidik kawasan khusus untuk fasilitas pusat data.
Pada Desember 2020, Masyarakat Telematika Indonesia dalam laporan ”Indonesia ICT Industry Outlook 2021” memproyeksikan industri fasilitas pusat data di Indonesia akan tumbuh kian pesat. Fenomena itu, antara lain, dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi digital Indonesia yang meroket.
Laporan ”E-Economy SEA 2021” yang dirilis oleh Google, Temasek, serta Bain & Company menyebutkan, nilai ekonomi digital Indonesia yang dihitung dari keseluruhan total penjualan dan volume transaksi melalui platform yang dimiliki perusahaan (GMV) mencapai 44 miliar dollar AS pada 2020. Nilai GMV ini diperkirakan bakal mencapai 124 miliar dollar AS pada 2025.
Ketua Industri dan Kemandirian IoT, AI, dan Big Data Mastel Teguh Prasetya mengatakan, ekonomi digital Indonesia yang melesat didukung oleh bertambahnya penetrasi pengguna internet hampir sekitar separuh dari total populasi penduduk. Dengan adanya infrastruktur pusat data (data center) di Indonesia, layanan internet ke konsumen akhir semakin cepat diterima. Efisiensi biaya jaringan pun bisa diperoleh.
Dari sisi regulasi, setidaknya terdapat tiga peraturan pendukung, yaitu Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 9/15/PBI Tahun 2007 tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi Oleh Bank Umum, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, serta Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 38/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Informasi Teknologi oleh Bank Umum.
Maraknya fenomena penyedia layanan komputasi awan membangun fasilitas data center di Indonesia karena terutama datang dari permintaan pasar.
”Regulasi mendorong fenomena pertumbuhan industri fasilitas data center. Maraknya fenomena penyedia layanan komputasi awan membangun fasilitas data center di Indonesia karena terutama datang dari permintaan pasar,” ujar Teguh.
Pengembangan bisnis pusat data, antara lain, dibidik perusahaan penyedia dan operator fasilitas pusat data PT DCI Indonesia Tbk dengan meresmikan JK5 berkapasitas 37 MW, Kamis (27/5/2021). Fasilitas itu melengkapi fasilitas pusat data sebelumnya, yakni JK1, JK2, dan JK3 dengan status tier keempat. Fasilitas pusat data tersebut dibangun pada lahan seluas 8,5 hektar di kawasan industri MM2100 Cibitung, Jawa Barat.
Menurut CEO PT DCI Indonesia Tbk Toto Sugiri, tiga dari empat fasilitas PT DCI Indonesia Tbk kini sudah penuh terisi. Sementara fasilitas pusat data JK5 yang baru diresmikan itu sudah terisi sepertiga. Ada potensi perusahaan bersiap membangun gedung fasilitas pusat data baru demi memenuhi tren kenaikan permintaan.
Hingga saat ini, DCI Indonesia telah menjadi mitra perusahaan internasional ataupun lokal, termasuk tiga pemain bisnis komputasi awan global, tujuh pemain platform e-dagang nasional, baik yang berstatus unicorn maupun belum. DCI Indonesia juga bermitra dengan 124 perusahaan jasa keuangan nasional dan multinasional, 30 penyedia layanan telekomunikasi, 124 pelanggan dari industri keuangan, dan 100 perusahaan dari sektor lainnya.
Kawasan industri MM2100 dipilih karena memenuhi kriteria pembangunan fasilitas pusat data tier keempat, yakni dua station penyuplai listrik yang krusial. Suplai listrik ini memakai energi gas yang ramah lingkungan. Fasilitas pusat data itu juga dilengkapi dengan genset agar aliran listrik tetap menyala. Selain itu, koneksi jaringan telekomunikasi pita lebar.
Dari segi konstruksi bangunan, gedung fasilitas pusat data idealnya mampu menahan beban 1,5 sampai 2 ton per meter persegi, dengan ketahanan gempa sampai 8,5 skala Richter. Investasi satu gedung fasilitas pusat data rata-rata mencapai Rp 2 triliun.
”Muncul tren sejumlah perusahaan mengalihkan server mereka ke operator fasilitas data center demi efisiensi dan fokus,” kata JC Gani, Sales and Marketing Director PT DCI Indonesia Tbk.
Kawasan industri
Pesatnya pertumbuhan fasilitas pusat data juga tecermin dari permintaan daya listrik yang melonjak dua kali lipat dari total kapasitas fasilitas pusat data 53 megawatt (MW) pada 2020 menjadi 120 MW pada 2021. Sejumlah operator kawasan industri bahkan telah menyediakan infrastruktur koneksi listrik yang memadai, di luar koneksi listrik yang disuplai dari PLN.
”Persyaratan utama fasilitas data center sampai tier tinggi sebenarnya bisa dipenuhi Indonesia. Selain kawasan industri yang sudah menawarkan kecukupan daya listrik, peluang pemanfaatan lahan untuk data center bukan hanya di Jawa. Lahan di luar Jawa bisa dipakai untuk membangun data center untuk pemulihan risiko,” kata Teguh yang juga menjabat CEO Alita Praya Mitra.
Teguh menambahkan, kabar realokasi fasilitas data center dari beberapa negara ASEAN ke Indonesia dinilai tepat. Sebab, hampir setengah pasar ekonomi digital di ASEAN ada di Indonesia. Indonesia juga punya lahan terbuka luas, khususnya di kawasan industri, yang mendukung pembangunan fasilitas pusat data.
Penyerapan lahan kawasan industri untuk fasilitas pusat data bahkan menjadi salah satu penghela industri properti yang lesu di masa pandemi Covid-19. Konsultan properti JLL merilis, kawasan industri terus tumbuh di tengah merosotnya subsektor properti, seperti hotel, pusat perbelanjaan, perkantoran, dan apartemen. Penyerapan lahan di kawasan industri untuk pusat data sejak awal 2020 sampai triwulan I (Januari-Maret) 2021 melebihi 50 hektar, antara lain di koridor Cikarang (Bekasi) dan Karawang.
Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri Sanny Iskandar menjelaskan, kebutuhan dan tren pembangunan pusat data sudah terlihat sejak 2019, sejalan dengan berkembangnya digitalisasi dan e-dagang. Di masa pandemi, berkembangnya e-dagang, layanan berbasis aplikasi, dan kebutuhan akses digital makin menjadi-jadi. Oleh karena itu, permintaan terhadap industri pusat data kian tinggi, antara lain di Jabodetabek, Karawang, Medan, dan Surabaya.
”Beberapa perusahaan fasilitas pusat data kelas dunia sudah melirik Indonesia sebagai pasar yang besar dengan potensi sumber daya manusia yang banyak,” kata Sanny yang juga Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Bidang Pengembangan Kawasan Ekonomi.
Beberapa kawasan industri yang sudah mengembangkan fasilitas pusat data, antara lain, Greenland International Industrial Center (GIIC) Kota Delta Mas, MM2100 (Bekasi), dan Karawang International Industrial City (KIIC). Pengembang menyediakan lahan industri, infrastruktur, dan utilitas pendukung pusat data. Peruntukan lahan kawasan industri untuk fasilitas pusat data kini sudah mencapai 150 hektar dengan dominasi penyerapan di Jabodetabek dan Karawang. Adapun perusahaan pusat data yang sudah masuk, antara lain, dari Amerika Serikat, Uni Eropa, dan dalam negeri.
Peruntukan lahan kawasan industri untuk fasilitas pusat data kini sudah mencapai 150 hektar dengan dominasi penyerapan di Jabodetabek dan Karawang.
Director & Corporate Secretary PT Puradelta Lestari Tbk (Delta Mas) Tondy Suwanto mengemukakan, GIIC Delta Mas telah mengalokasikan area khusus untuk kompleks fasilitas pusat data. Kawasan berteknologi tinggi itu dilengkapi keandalan fasilitas listrik, jaringan serat optik dan keamanan. Hingga 2020, ada lima perusahaan penyedia fasilitas pusat data sudah memulai konstruksi di kawasan industri GIIC Delta Mas dengan luasan total hampir 30 hektar.
”Kami mengerti kebutuhan fasilitas pusat data, seperti listrik yang andal, suplai air bersih, jaringan serat optik, keamanan, dan bebas banjir. Semua telah kami sediakan pada satu zona khusus untuk para tenant fasilitas pusat data,” kata Tondy.
Tahun ini, terdapat pembangunan beberapa fasilitas pusat data dengan total luas lahan hampir sama dengan tahun lalu, yakni sekitar 30 hektar. Harga lahan yang ditawarkan untuk pusat data mencapai Rp 3 juta per meter persegi. Pihaknya juga mengalokasikan tambahan lahan untuk pusat data berkisar 40-50 ha. ”Ke depan, segala lini akan digital, dengan sendirinya kebutuhan fasilitas pusat data akan meningkat,” ujarnya.
Pihaknya menargetkan total pemasaran kawasan industri Delta Mas mencapai Rp 2 triliun, mencakup pengembangan fasilitas pusat data, logistik, industri manufaktur, serta makanan dan minuman.
Potensi besar pengembangan kawasan industri untuk pusat data juga tengah dilirik pengembang kawasan industri Jababeka. Jababeka berencana mengembangkan kawasan pusat teknologi ”Silicon Valley” di pusat kota Jababeka yang dilengkapi dengan fasilitas pusat data di tier keempat. Pengembangan fasilitas pusat data itu ditopang oleh tiga pembangkit listrik dari Bekasi Power, Cikarang Listrindo, dan PLN.
President Director PT Grahabuana Cikarang Sutedja S Darmono mengemukakan, pengembangan ”Silicon Valley” di Jababeka mencakup area seluas hampir 100 hektar akan dirilis akhir tahun ini atau awal tahun depan. Kawasan khusus berbasis teknologi 4.0 itu, antara lain, dilengkapi fasilitas pusat data, pusat riset dan pengembangan, perkantoran, laboratorium pusat inovasi, serta pengembangan digital. Kawasan itu membidik tenant perusahaan-perusahaan teknologi.
Untuk pembangunan fasilitas pusat data, pihaknya kini tengah menjajaki usaha patungan (JV) dengan perusahaan penyedia/operator pusat data. Penjajakan tengah dilakukan dengan beberapa perusahaan asal Taiwan dan Korea. ”Pengembangan fasilitas pusat data sangat potensial dan akan memberikan pemasukan rutin (recurring income) perusahaan,” kata Sutedja.
Maraknya pembangunan fasilitas pusat data di Indonesia juga berdampak ke sektor industri penyedia perangkat jaringan telekomunikasi dan solusi teknologi pendukung komputasi awan (cloud).
Maraknya pembangunan fasilitas pusat data di Indonesia juga berdampak ke sektor industri penyedia perangkat jaringan telekomunikasi dan solusi teknologi pendukung komputasi awan.
Presiden Direktur PT IBM Indonesia Tan Wijaya mengemukakan, pemain solusi teknologi untuk komputasi awan merasakan dampak dari melesatnya pembangunan fasilitas pusat data. Sebab, perusahaan swasta tradisional, seperti perbankan nasional, pun menggunakan komputasi awan untuk mempercepat operasional layanan digital mereka. Penawaran solusi teknologi komputasi awan dari IBM dan pemain sejenis terus berkembang secara inovatif.
”Jika ditarik sampai makroekonomi, fenomena pembangunan fasilitas data center beserta adopsi komputasi awan berdampak ke permintaan lahan, properti, hingga tenaga kerja teknologi yang andal,” tutur Tan.
Ketua Indonesia Data Center Provider (IDPRO) Hendra Suryakusuma dalam paparannya mengatakan, sesuai riset CBRE Asia Pacific Data Center Trends, estimasi ukuran pasar pusat data di Indonesia yang pada 2019 sebesar 50 MW naik menjadi 120 MW pada 2021. Estimasi rata-rata kenaikan pendapatan pasar, sesuai riset Frost and Sullivan, mencapai 35,3 persen per tahun selama kurun waktu 2015-2022.
Baca juga: Pergudangan dan Pusat Data Ramah Lingkungan Makin Tren di Indonesia
Baca juga: Konektivitas Komputasi Awan Indonesia Kian Kuat
Penyedia fasilitas pusat data berskala besar sedang merancang fasilitas baru dengan kemampuan lebih canggih demi mengatasi kenaikan permintaan dari penyedia komputasi awan publik dan perusahaan konten. Penyedia fasilitas pusat data lainnya juga menyelaraskan strategi agar bisa menangani permintaan hyperscale layanan berbasis teknologi komputasi awan di luar segmen perusahaan keuangan dan segmen UMKM.
Country Manager Alibaba Cloud Indonesia Leon Chen mengungkapkan, Indonesia masih dalam tahap awal adopsi komputasi awan. Meski begitu, Indonesia punya potensi pasar yang besar dalam sektor ekonomi digital. Potensi pasar yang besar itu yang melatarbelakangi Alibaba Cloud menyediakan fasilitas pusat data beserta solusi teknologi komputasi awan langsung di Indonesia.
Alibaba Cloud berencana meluncurkan fasilitas data center ketiga di Indonesia pada triwulan II-2021. Langkah ini sebagai tanggapan atas permintaan yang tumbuh cepat dari pelanggan Indonesia.
Fasilitas tiga data center Alibaba Cloud di sekitaran Jakarta sudah tersambung dengan ketersediaan daya listrik yang tinggi dan kemampuan pemulihan bencana yang diperkuat.
”Banyak di antara perusahaan Indonesia semakin mengadopsi cloud dan mengembangkan strategi transformasi digital mereka dengan cepat. Ekspansi fasilitas data center terbaru kami lakukan setelah Alibaba Cloud Indonesia membangun fasilitas data center pertamanya pada tahun 2018 dan fasilitas kedua dibangun pada tahun 2019,” ujar Leon.
Managing Director for ASEAN, Worldwide Public Sector ASEAN di Amazon Web Services (AWS) Tan Lee Chew mengatakan, pembangunan fasilitas data center untuk kawasan Jakarta dan sekitarnya akan mulai beroperasi pada akhir 2021 atau awal 2022. Investasi ini diharapkan bisa memberikan latensi yang lebih rendah dan menawarkan kebebasan pelanggan untuk memindahkan data mereka ke komputasi awan yang lokasi penyimpanannya berada di Indonesia.
Di Indonesia, pelanggan AWS mencakup, antara lain, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Bali, HaloDoc, organisasi nirlaba Aksi Cepat Tanggap, dan Simak Online. Pemerintah Provinsi Bali, misalnya, menggunakan solusi komputasi awan dari AWS untuk membuat sebuah sistem presensi berbasis aplikasi selama pandemi Covid-19.
Komputasi awan telah menjadi normal baru, baik bagi segmen swasta maupun instansi pemerintah. Selama pandemi Covid-19, transformasi digital semakin cepat sehingga adopsi komputasi awan terus meningkat. Ini menjadi sinyal pengembangan fasilitas pusat data akan semakin menggurita.