Bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri memicu peningkatan omzet pedagang. Hal ini sejalan dengan Survei Penjualan Eceran yang dirilis Bank Indonesia.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama dan Agnes Theodora
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri memicu peningkatan omzet. Selama bulan ini, permintaan akan barang dan jasa meningkat sehingga mendorong produksi yang berujung pada perputaran ekonomi.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi Sukamdani mengatakan, tiap tahun bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri memicu kenaikan omzet penjualan. Permintaan yang meningkat ini direspons peningkatan produksi dan peningkatan omzet.
”Peningkatan omzet ini artinya ada perputaran uang di sana. Ini memicu efek domino yang bisa menggerakkan perekonomian,” ujar Haryadi, Selasa (11/5/2021).
Pembagian tunjangan hari raya (THR) pada pertengahan April hingga awal Mei membuat omzet penjualan bisa meningkat.
Hal ini senada dengan Survei Penjualan Eceran (SPE) oleh Bank Indonesia yang mengindikasikan adanya peningkatan kinerja penjualan eceran secara bulanan pada Maret 2021. Indeks Penjualan Riil (IPR) per Maret 2021 tumbuh 6,1 persen secara bulanan, meningkat dari pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar minus 2,7 persen.
Peningkatan penjualan eceran itu sejalan dengan permintaan masyarakat yang menguat di bulan Ramadhan, disertai kondisi cuaca yang mendukung. ”Responden juga memperkirakan peningkatan kinerja penjualan eceran bisa berlanjut sampai April 2021, tecermin dari IPR April 2021 yang diperkirakan tumbuh 11,4 persen secara bulanan,” kata Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam keterangannya, Selasa.
Hal itu sejalan dengan daya beli masyarakat yang meningkat saat Ramadhan, keadaan musim, dan cuaca yang mendukung serta banyaknya program diskon.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mande, Selasa, mengatakan, seiring dengan pelonggaran restriksi pergerakan orang, kinerja ritel mulai meningkat. Apalagi, Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) menunjukkan tren yang semakin positif.
Per April 2021, kepercayaan konsumen akhirnya kembali ke zona optimistis setelah satu tahun terakhir ini berada di zona pesimistis. Bank Indonesia mencatat, IKK pada April 2021 naik dari level 93,4 pada Maret 2021 menjadi level 101,5. Ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi meningkat seiring dengan membaiknya beberapa indikator di awal tahun ini.
”Secara umum, kondisi mulai aman, apalagi kita terdorong oleh konsumsi masyarakat selama bulan Ramadhan. Ini diharapkan bisa meningkat konsisten sampai setelah Lebaran,” kata Roy saat dihubungi di Jakarta.
Meski demikian, Roy menyoroti masih adanya kebijakan kontraproduktif dari pemerintah daerah yang bisa membuat penjualan turun meski di tengah momentum konsumsi masyarakat yang sedang naik.
Ia mencontohkan, ada lima kota yang mengeluarkan surat penutupan ritel dan pusat belanja (mal) setempat dalam waktu sepekan menjelang Lebaran. Ia memaklumi kebijakan itu keluar karena kekhawatiran meningkatnya kasus penularan Covid-19. Namun, menurut dia, hal itu sebenarnya bisa diatasi dengan protokol kesehatan yang lebih ketat.
”Kalau ada kerumunan dan keramaian, jangan tutup ritel dan malnya, tetapi perketat pengawasan dari satpol PP dan petugas keamanan agar masyarakat tidak berbondong-bondong masuk ke mal,” ujarnya.
Ia juga menyoroti jam operasional mal dan ritel yang dibatasi pada pukul 19.00, tetapi diskotek dan panti pijat di sejumlah daerah masih diperbolehkan buka sampai pukul 22.00.
Peritel berharap pemerintah daerah melibatkan pelaku usaha dalam penyusunan kebijakan pembukaan aktivitas ekonomi lokal.
Dengan adanya kebijakan larangan mudik saat Lebaran, belanja ritel dapat menjadi tumpuan untuk menggerakkan konsumsi masyarakat dan mencapai target pertumbuhan ekonomi 7 persen pada triwulan II-2021.
”Kami bisa terima tidak ada mudik, tetapi ritel dan mal jangan ditutup. Kalau seperti itu, akan sulit mencapai target pertumbuhan ekonomi pada triwulan II dan sepanjang tahun ini karena momentum saat ini yang akan memperbaiki arah pemulihan ekonomi,” kata Roy.