Ditunggu, Inovasi Anak Muda Melawan Pandemi Covid-19
Inovasi anak muda di tengah Pandemi Covid-19 masih terus dinantikan. Inovasi ini untuk mengatasi masalah di pedalaman.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 masih menyisakan sejumlah masalah di bidang pangan, pendidikan, dan kesehatan, khususnya di daerah terpencil. Untuk mengatasi hal ini, anak-anak muda didorong berinovasi.
CEO Yayasan EcoNusa Bustar Maitar menilai, inovasi dari anak-anak muda masih dibutuhkan untuk mengatasi pandemi Covid-19. Pandemi yang sudah berjalan lebih dari satu tahun menyisakan banyak masalah. Terutama dalam bidang pangan, pendidikan, dan kesehatan.
”Negara membutuhkan inovasi dari anak-anak muda sekarang,” kata Bustar, dalam diskusi daring bertajuk ”Menjadi Pengusaha Solutif di Era New Normal” yang diselenggarakan oleh EcoNusa dan Tempo.co pada Kamis (29/4/2021).
Sebelum membuat inovasi, menurut Bustar, anak-anak muda tidak perlu membebani diri dengan modal materi. Hal yang mereka perlu miliki hanyalah sebuah ide kreatif. Sebab, dengan ide-ide kreatif tersebut, modal yang dibutuhkan nantinya akan muncul dengan sendirinya.
Sebelum membuat inovasi, menurut Bustar, anak-anak muda tidak perlu membebani diri dengan modal materi. Hal yang mereka perlu miliki hanyalah sebuah ide kreatif. Sebab, dengan ide-ide kreatif tersebut, modal yang dibutuhkan nantinya akan muncul dengan sendirinya.
”Banyak orang yang akan membantu mencarikan modal untuk ide-ide kreatif itu. Enggak perlu mikirin dulu modalnya dari mana,” katanya.
Dalam hal ini, EcoNusa meluncurkan program bernama Econovation. Program ini menjadi ruang bagi anak muda untuk melakukan inovasi di bidang pangan, pendidikan, dan kesehatan.
”Saya yakin ada inovasi yang bisa muncul dari anak-anak muda Indonesia. Bahkan mungkin sudah ada, tetapi belum cukup mendapat dukungan,” katanya.
Founder RM Synergy dan CEO of TulusCompany Riri Muktamar menyampaikan, dunia pendidikan hingga kini masih mengalami situasi berat. Orangtua yang memiliki akses untuk mendampingi anaknya dengan penuh justru disibukkan dengan aktivitas pekerjaan dan rumah tangga. Sebaliknya, akses guru dalam memberikan pemahaman komprehensif kepada anak juga terbatas.
”Ketimpangan ini harus diatasi. Jadi, perlu dicari alternatif solusinya,” katanya.
Di sisi lain, pemanfaatan teknologi informasi di dunia pendidikan hingga kini juga masih menimbulkan persoalan. Terlebih bagi daerah yang tidak memiliki akses internet yang memadai. Hal ini, misalnya, bisa diatasi dengan aturan belajar tatap muka khusus.
”(Pembelajaran) dilakukan di area terbuka. Sesuatu yang cukup realistis karena, satu-satunya cara, guru harus bertemu dengan muridnya,” katanya.
Menurut Riri, inovasi yang dibutuhkan oleh bidang pendidikan saat ini adalah inovasi yang bisa memberikan solusi jangka pendek. Artinya, inovasi tersebut harus bisa diterapkan segera. Inovasi itu juga harus mudah diduplikasi di daerah.
”Inovasinya harus bisa diterapkan secara sederhana di tempat lain,” katanya.
Dewan Pembina HIPMI Bali sekaligus Founder @dniskincare dan @auradermatology, IGN Darmaputra, mengatakan, pandemi Covid-19 telah mengacaukan standar kesehatan yang ada. Khususnya dalam hal ketersediaan tenaga kesehatan, obat, dan sarana kesehatan.
”Program-program penyaluran tenaga kesehatan yang ke daerah terpencil menjadi susah dilakukan di masa pandemi. Beberapa obat di kawasan perkotaan juga sempat sulit didapatkan, apalagi di perdesaan,” katanya.
Salah satu solusi untuk mengatasi keterbatasan tenaga kesehatan tersebut adalah dengan menguatkan kesehatan berbasis komunitas. Artinya, kader-kader masyarakat bisa dilibatkan untuk memberikan edukasi kesehatan kepada para warga.
”Hoaks di kawasan perkotaan mungkin bisa cepat diverifikasi. Kalau di daerah, sangat berat sekali. Kepanikan bisa luar biasa,” ujar Darma.
Menurut dia, edukasi kesehatan berbasis komunitas ini perlu mendapatkan sentuhan inovasi. Setidaknya, edukasi kesehatan mengenai pandemi Covid-19 harus bisa diterima secara masif tanpa pertemuan fisik. Hal ini untuk meredam hoaks.
”Selanjutnya, inovasi untuk menggantikan tenaga kesehatan di pedalaman,” ujar Darma.
Sementara itu, Reyza Ramadhan, petugas Program Organisasi Pangan Dunia atau Programme Officer FAO Indonesia, mengingatkan, masyarakat bisa menahan diri untuk tidak bepergian, berlibur atau membeli baju selama pandemi Covid-19. Namun, menurut Co-Founder of Parti Gastronomi ini, tetap sulit bagi masyarakat untuk tidak makan. Ketahanan dan keamanan pangan menjadi hal yang perlu diperhatikan.
”Di era new normal ini masih banyak hal yang bisa kita lakukan di bidang pangan,” katanya.
Menurut Reyza, inovasi yang dibutuhkan di bidang pangan tidak hanya berkaitan dengan perangkat lunak, tetapi juga perangkat kerasnya. Membuat perangkat keras yang bisa didistribusikan ke kawasan pertanian pelosok juga tak kalah pentingnya.
Setidaknya ada tiga aspek inovasi di bidang pangan yang perlu diperhatikan dalam program Econovation. Reza menilai, inovasi tersebut harus kreatif, inklusif dan berkelanjutan. Inovasi harus menjangkau semua ekosistem dalam bidang pangan.
”Banyak inovasi yang bisa dilakukan. Tidak hanya soal distribusi atau pemasaran. Bisa juga mengenai pengadaan pupuk yang berkesinambungan, mengecek kesehatan tanah, atau penyuluhan petani secara daring,” katanya yang juga menjadi juri dalam Econovation.