Suplai Vaksin dan Penanganan Pandemi Bayangi Pemulihan Ekonomi Asia
Pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang di Asia tahun ini diperkirakan didorong vaksinasi Covid-19 dan kekuatan permintaan ekspor global. Namun, ADB mengingatkan soal kemungkinan proses pemulihan yang tidak merata.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
MANILA, RABU — Bank Pembangunan Asia (ADB) menaikkan perkiraan pertumbuhan ekonomi atas negara-negara berkembang di Asia tahun ini karena peluncuran vaksinasi Covid-19 dan kekuatan permintaan ekspor global. Namun, suplai vaksin dan penanganan pandemi Covid-19 dengan berkaca pada pengalaman India yang kewalahan menghadapi gelombang baru penyakit itu bisa mengancam potensi pemulihan ekonomi Asia.
Laporan baru dari ADB, Asian Development Outlook 2021, yang dirilis pada Rabu (28/4/2021) di Manila, memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di negara berkembang Asia akan pulih menjadi 7,3 persen tahun ini dari kontraksi sebesar 0,2 persen pada tahun lalu. Proyeksi terbaru ADB itu juga memperbarui proyeksi sebelumnya yang dirilis pada Desember tahun lalu, dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi Asia tahun ini sebesar 6,8 persen. Pertumbuhan ekonomi Asia akan didukung oleh pemulihan global yang sehat dan kemajuan awal pada vaksinasi Covid-19.
Perekonomian Indonesia diproyeksikan akan pulih dengan dibantu oleh kebijakan fiskal dan moneter akomodatif dan permintaan konsumen yang terpendam akibat pandemi. Pembukaan ekonomi yang lambat namun mantap didorong oleh vaksinasi Covid-19 dinilai positif seiring dengan dorongan permintaan dari luar negeri. Produk domestik bruto Indonesia diperkirakan naik 4,5 persen tahun ini dan 5 persen tahun 2022. Kebijakan fiskal diproyeksikan ADB akan terus mendukung pertumbuhan Indonesia tahun ini.
Namun, ADB mengingatkan kemungkinan proses pemulihan yang tidak merata di Asia. ”Beberapa negara terus berjuang untuk menahan virus dan varian barunya,” kata ADB. ”Ekonomi yang bergantung pada wisatawan di Pasifik dan di tempat lain menghadapi pemulihan yang lambat. Sebaliknya, beberapa ekonomi di kawasan yang telah menahan wabah secara domestik dan mendapat manfaat dari pemulihan permintaan global akan terus menunjukkan ketahanan dan berkembang.”
Menurut ADB, per akhir Maret lalu, negara berkembang Asia telah memberikan 5,2 dosis per 100 orang, dipimpin oleh China, India, Indonesia dan Bangladesh. Angka itu sedikit di bawah tingkat vaksinasi Covid-19 secara global, yakni sekitar delapan dosis per 100 orang.
ADB juga memeringatkan, peluncuran vaksinasi Covid-19 yang tertunda dapat memperpanjang gangguan ekonomi di wilayah di mana ”kemajuan sangat bervariasi” dalam mendapatkan dosis vaksin yang dibutuhkan seluruh negara. Menurut ADB, per akhir Maret lalu, negara berkembang Asia telah memberikan 5,2 dosis per 100 orang, dipimpin oleh China, India, Indonesia, dan Bangladesh. Angka itu sedikit di bawah tingkat vaksinasi Covid-19 secara global, yakni sekitar delapan dosis per 100 orang.
”Pertumbuhan mendapatkan momentum di negara berkembang Asia, tetapi wabah Covid-19 yang baru menjadi ancaman bagi pemulihan,” kata Kepala Ekonom ADB Yasuyuki Sawada, seperti dikutip dari rilis resmi ADB. ”Perekonomian di kawasan ini berada pada jalur yang berbeda. Lintasan mereka dibentuk oleh tingkat wabah domestik, kecepatan peluncuran vaksin mereka, dan seberapa banyak mereka mendapat manfaat dari pemulihan global.”
Peningkatan ekspor mendorong beberapa negara berkembang di Asia di tengah penguatan aktivitas ekonomi global, termasuk pemulihan di sektor manufaktur. Kemajuan dalam produksi dan pengiriman vaksin Covid-19 telah berkontribusi pada momentum ini. Meskipun demikian, diingatkan bahwa pandemi tetap menjadi risiko terbesar di kawasan Asia.
ADB menilai, kemungkinan penundaan dalam peluncuran vaksinasi atau gelombang baru pandemi Covid-19 yang signifikan dapat merusak peluang pertumbuhan. Risiko lain adalah termasuk meningkatnya ketegangan geopolitik, kemacetan produksi, dan kekacauan keuangan akibat pengetatan kondisi keuangan. Efek samping dalam jangka panjang, seperti kerugian akibat penutupan sekolah selama pandemi, juga patut menjadi perhatian negara-negara.
Sawada mengatakan, prospek optimistis ADB untuk India—yakni pertumbuhan 11 persen secara tahunan setelah menyusut 8 persen tahun lalu—dapat direvisi karena negara itu berjuang melawan lonjakan besar infeksi Covid-19. Namun, Sawada mengatakan, proyeksi atas India itu masih ”dapat dicapai dan realistis pada tahap ini” mengingat dasar perbandingan yang rendah. Selain itu, penggunaan langkah-langkah penahanan yang lebih bertarget dan kecepatan upaya vaksinasi negara itu diharapkan juga mendorong akselerasi pemulihan.
China yang tumbuh pada laju tercepat dalam catatan pada triwulan I-2021 diperkirakan tumbuh 8,1 persen tahun ini. Hal itu didukung permintaan global untuk produknya dan belanja konsumen domestik ekonomi China mampu tetap tumbuh, yakni 2,3 persen, pada tahun 2020 karena langkah penutupan wilayah secara ketat di awal-awal masa pandemi Covid-19.
Namun, prospek beberapa negara di Asia diproyeksikan suram tahun ini. Myanmar, misalnya, kemungkinan mengalami kontraksi 9,8 persen tahun ini. Menurut ADB, gejolak yang dipicu oleh penggulingan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi oleh militer pada Februari dapat mengganggu ekonomi Myanmar yang sudah terpukul parah oleh Covid-19. Mengingat ketidakpastian politik di Myanmar itu, ADB bahkan menyatakan tidak akan mengeluarkan proyeksi ekonominya untuk tahun 2022.
Kesulitan ekonomi yang dipicu oleh pandemi juga akan semakin dalam di beberapa negara kepulauan Pasifik karena pariwisata internasional tetap diblokir oleh penutupan perbatasan. Kepulauan Cook, misalnya, diperkirakan mengalami kontraksi sebesar 26 persen tahun ini, sementara Samoa diperkirakan menyusut sebesar 9,2 persen. Filipina—yang menyusut 9,6 persen pada 2020, menjadikannya negara dengan kinerja terburuk di Asia Tenggara—diperkirakan tumbuh 4,5 persen tahun ini. Namun, ADB mengatakan, pemulihan itu akan ”rapuh” karena ketidakpastian atas pandemi Covid-19 dan pasokan vaksin. (AFP)