Perusahaan BUMN mulai melirik peluang memperoleh dukungan pembiayaan dari Indonesia Investment Authority atau INA. Namun, sejauh ini BUMN masih berupaya melakukan aksi korporasi untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan.
Oleh
AGNES THEODORA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perusahaan BUMN dapat menjual aset kepada Indonesia Investment Authority atau INA dengan sejumlah syarat. Perusahaan memanfaatkan peluang itu untuk mendukung kebutuhan pembangunan sejumlah proyek di tengah kondisi kas perseroan yang terguncang pandemi Covid-19.
Direktur Utama PT Adhi Karya (Persero) Tbk Entus Asnawi Mukhson, Rabu (21/4/2021), mengatakan, dukungan pembiayaan dari Indonesia Investment Authority (INA) sebagai sovereign wealth fund milik RI diharapkan dapat membantu keuangan BUMN sektor konstruksi yang saat ini sedang terdampak pandemi.
Adhi Karya belum memiliki proyek yang sudah selesai digarap dan bisa dilepas ke Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau INA. Namun, perusahaan BUMN di bidang usaha konstruksi itu akan memanfaatkan dukungan pendanaan dari INA untuk membiayai sejumlah proyek pembangunan. Dengan cara itu, diharapkan BUMN karya tidak perlu bergantung lagi pada pinjaman atau utang untuk membiayai pembangunan proyek.
”Saat ini peran INA yang paling santer terdengar adalah mengambil alih aset atau proyek BUMN yang sudah selesai. Akan tetapi, sesungguhnya, INA juga bisa berperan memberi pembiayaan untuk proyek. Ini mekanisme yang sedang kami pelajari dan kami pertimbangkan ke depan,” kata Entus dalam Webinar ”Mengukur Infrastruktur” yang diadakan secara daring di Jakarta.
Ia berharap INA berhasil menarik pendanaan dari sejumlah investor asing besar sehingga memiliki cukup dana untuk membantu pembiayaan bagi lebih banyak BUMN.
Menteri BUMN Erick Thohir telah mengizinkan BUMN untuk menjual aset kepada INA. Pada 29 Maret 2021, Erick menandatangani revisi Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-03/MBU/03/2021 tentang Tata Cara Penghapusbukuan dan Pemindahtanganan Aktiva Tetap BUMN.
Dengan payung hukum itu, pemindahtanganan aset BUMN dapat melalui penjualan dan penunjukan langsung.
Dengan payung hukum itu, pemindahtanganan aset BUMN dapat melalui penjualan dan penunjukan langsung.
Pasal 5 Peraturan Menteri BUMN mengatur pemindahtanganan aset BUMN dengan cara menjual ke INA dapat dilakukan setelah memenuhi sejumlah syarat. Pertama, secara ekonomis aset sudah tidak menguntungkan bagi BUMN. Kedua, ada alternatif pengganti yang lebih menguntungkan bagi BUMN. Ketiga, peruntukan aset untuk kepentingan umum. Keempat, aset dibutuhkan pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan. Kelima, penjualan aset menjadi bagian program restrukturisasi/penyehatan BUMN. Keenam, aset diperlukan LPI. Ketujuh, sebagai satu-satunya alternatif sumber dana BUMN untuk kebutuhan yang sangat mendesak.
Entus mengatakan, Adhi Karya masih mengkaji rencana mencari pembiayaan lewat INA, termasuk mempelajari aturan pelepasan kepemilikan saham ruas jalan tol sebelum proyek selesai dibangun.
”Dulu ada pembatasan, sebelum satu ruas selesai tidak boleh dilepas sahamnya. Tetapi, sekarang, belum selesai pun, sepanjang ada garansi penyelesaian pekerjaan, pelepasan saham seharusnya bisa dilakukan. Apalagi, kalau saham dilepas ke INA,” ujar Entus.
Aksi korporasi
Adhi Karya belum akan menempuh kerja sama dengan INA dalam waktu dekat. Saat ini Adhi Karya mengutamakan aksi korporasi berupa penawaran saham perdana (IPO) anak usaha, PT Adhi Commuter Properti (ACP).
Sebelumnya, Direktur Utama PT Hutama Karya (Persero) Tbk Budi Harto juga berharap mendapat pembiayaan dari INA untuk menutup kebutuhan biaya pembangunan Jalan Tol Trans-Sumatera (JTSS) yang ditugaskan pemerintah. Saat ini Hutama Karya masih fokus menempuh aksi korporasi, yakni IPO anak usaha, PT Hutama Karya Infrastruktur pada semester II-2021, serta mendivestasi tiga ruas jalan tol di proyek JTSS.
Saat ini Hutama Karya masih fokus menempuh aksi korporasi, yakni IPO anak usaha, PT Hutama Karya Infrastruktur pada semester II-2021, serta mendivestasi tiga ruas jalan tol di proyek JTSS.
Peneliti BUMN Research Group Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (LMFEB-UI), Toto Pranoto, berharap INA dapat segera beroperasi optimal. Dengan demikian, bisa mengakuisisi sebagian proyek atau aset yang sudah selesai digarap BUMN karya.
”Selama ini BUMN Karya pendanaannya sangat bergantung pada utang, baik itu obligasi maupun perbankan. Dengan keberadaan INA, penyertaan (dana) dalam bentuk ekuitas sehingga portfolio keuangan BUMN Karya bisa lebih seimbang dan sehat,” kata Toto.