Pengendalian Infrastruktur agar Tak Menambah Beban Utang
Perlu strategi pengendalian utang BUMN agar tidak jadi beban di kemudian hari.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perusahaan BUMN yang bergerak di sektor konstruksi atau BUMN karya dibayangi beban utang yang tinggi dan kinerja keuangan yang merosot. Pemerintah mesti mengendalikan proyek pembangunan infrastruktur agar tetap sesuai kapasitas pembiayaan dan tidak menambah beban keuangan negara di era pandemi.
Pembangunan infrastruktur secara masif yang dilakukan pemerintah selama beberapa tahun terakhir menambah beban pinjaman BUMN karya selaku penyedia jasa konstruksi untuk proyek pemerintah. Kini, di tengah tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19, perseroan kesulitan melunasi utang akibat pendapatan dan laba bersih yang anjlok.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, di tengah utang BUMN karya yang menumpuk, kondisi arus kas perseroan yang tidak sehat, serta kas negara yang tertekan, pembangunan infrastruktur di era pandemi perlu dikendalikan agar tidak terlalu berlebihan dan menambah beban pinjaman.
”Bukannya kita tidak membutuhkan infrastruktur, tetapi jangan sampai terlalu besar pasak daripada tiang dan kita mengorbankan keuangan BUMN dan perekonomian negara untuk itu,” kata Faisal saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (17/4/2021).
Pemerintah dinilai perlu meninjau ulang daftar proyek strategis nasional (PSN) yang akan dikejar pada tahun ini sesuai skala prioritas. ”Perencanaan pembangunan infrastruktur di tengah kondisi seperti saat ini harus rasional, pilih yang betul-betul prioritas, setelah itu baru bergantung pada pembiayaan dari berbagai sumber,” kata Faisal.
Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 30/PMK.08/2021 tentang Tata Cara Pemberian Jaminan Pemerintah Pusat untuk Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, yang berlaku per 1 April 2021. Dengan aturan itu, pemerintah menjamin berbagai proyek pembangunan agar berjalan lancar dan lebih cepat.
Bukannya kita tidak membutuhkan infrastruktur, tetapi jangan sampai terlalu besar pasak daripada tiang dan kita mengorbankan keuangan BUMN dan perekonomian negara.
Adapun pemerintah menargetkan pengerjaan 38 PSN pada 2021 dengan nilai investasi Rp 464,6 triliun. Mayoritas proyek yang dipilih adalah pembangunan jalan tol dan bendungan, pelabuhan, jaringan irigasi, dan beberapa kawasan industri. Pembiayaan proyek dan program PSN itu bersumber dari APBN dan APBD, BUMN, serta swasta.
Direktur Utama PT Hutama Karya (Persero) Tbk Budi Harto mengatakan, saat ini keuangan BUMN karya rata-rata sedang bermasalah. Ada beberapa faktor yang menyebabkan kondisi tersebut, salah satunya pembangunan yang tidak seimbang dengan beban pinjaman dan manajemen keuangan perseroan.
”Terkadang, semangatnya terlalu berlebihan. Investasi diletakkan di bidang yang sebenarnya belum terlalu layak, tetapi menggunakan dana pinjaman. Pengembangan yang melebihi kemampuan finansial ini meningkatkan utang, yang tidak diikuti dengan pendapatan yang memadai,” kata Budi Harto.
Menutupi beban utang, Hutama Karya akan mendivestasi sejumlah ruas tol di proyek Jalan Tol Trans-Sumatera. Ada tiga ruas tol yang akan didivestasikan, yaitu Medan-Binjai, Bakauheni-Palembang, dan Pekanbaru-Dumai. Hasil divestasi akan digunakan untuk menurunkan beban pinjaman.
Selain divestasi, Hutama Karya juga menyiapkan anak usahanya, PT Hutama Karya Infrastruktur (HKI), untuk melantai di bursa saham (initial public offering/IPO) pada semester II-2021. Upaya itu diharapkan menghasilkan dana segar Rp 2 triliun untuk pengembangan bisnis perusahaan. Setelah HKI, dua anak usaha Hutama Karya, yakni PT Hakaaston dan HK Realtindo, juga disiapkan untuk melantai di bursa saham pada 2022 dan 2023.
Sebelum krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19, utang BUMN sudah menumpuk dan terus meningkat. Data Statistik Utang Sektor Publik Indonesia yang dirilis Bank Indonesia, utang BUMN bukan lembaga keuangan konsisten meningkat dari Rp 581,33 triliun pada triwulan III-2016 menjadi Rp 609,57 triliun pada triwulan III-2017, Rp 804,56 triliun (triwulan III-2018), Rp 1.019,55 triliun (triwulan III-2019), dan menjadi Rp 1.140,66 triliun (triwulan III-2020).
Khusus BUMN karya, rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity ratio/DER) juga mulai mendekati dan melewati batas wajar, yaitu 3-4 kali. Data Kementerian Keuangan, rasio utang terhadap ekuitas PT Adhi Karya (Persero) Tbk adalah 5,76 kali, PT Waskita Karya (Persero) Tbk 3,42 kali, PT PP Properti (Persero) Tbk 2,9 kali, PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk 2,81 kali, dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk 2,7 kali.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance Deniey A Purwanto mengatakan, tumpukan utang BUMN akan menciptakan beban bagi perekonomian saat ini dan di masa yang akan datang. ”Kalau tidak ada strategi dan upaya untuk menahan laju pertumbuhan utang, beban perekonomian akan semakin besar dan berisiko mengarah pada jebakan utang,” katanya.
Ia mengatakan, risiko fiskal yang harus dihadapi melalui langkah restrukturisasi tumpukan utang BUMN bisa semakin menekan APBN, yang saat ini sudah tertekan dampak pandemi. Pemerintah sebenarnya sudah menyadari hal ini. Peta Risiko Fiskal pada Nota Keuangan dan APBN 2021 menunjukkan, risiko BUMN dalam pembangunan infrastruktur disejajarkan dengan kerugian akibat bencana.
Risiko fiskal yang harus dihadapi melalui langkah restrukturisasi tumpukan utang BUMN bisa semakin menekan APBN.
Dampak berikutnya, beban pembiayaan utang BUMN akan memunculkan biaya peluang (opportunity cost) yang meminggirkan beberapa proyek atau program prioritas. ”Sekarang saja, sudah ada beberapa kebijakan pemulihan ekonomi yang skemanya masih tersendat tahun ini, seperti bantuan subsidi upah yang tidak lagi dialokasikan, itu adalah opportunity cost yang terjadi karena uang negara harus dialokasikan untuk restrukturisasi BUMN,” katanya.