Digitalisasi dipercepat dan diperluas hingga menjangkau daerah-daerah 3T dan mencegah kebocoran angggaran daerah. Pemerintah pusat menyiapkan anggaran senilai Rp 17 triliun.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan terkait sistem pembayaran diarahkan untuk memfasilitasi pemulihan ekonomi nasional melalui percepatan digitalisasi sektor ekonomi dan keuangan. Langkah awal menuju akselerasi digitalisasi ekonomi nasional ini dimulai dari percepatan digitalisasi di bidang sistem pembayaran.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, tahun ini, BI akan meluncurkan sistem pembayaran cepat (fast payment system) untuk pembayaran ritel guna menggantikan sistem kliring nasional BI (SKNBI). Sistem baru ini diharapkan bisa mempercepat penyelesaian transaksi digital dalam hitungan detik secara langsung tanpa jeda waktu (real time).
Agar semakin optimal, BI bermitra dengan lembaga keuangan dalam mendorong transformasi digital. Kerja sama ini dilakukan untuk menggenjot transaksi uang elektronik dan perbankan digital yang pada tahun ini keduanya ditargetkan tumbuh 32 persen, masing-masing menjadi Rp 266 triliun dan Rp 32.200 triliun.
”Kami akan terus mendorong, bagaimana nantinya digitalisasi bank ini bisa tersambung dengan e-dagang dan marketplace (lokapasar) dengan QRIS (standardisasi sistem pembayaran digital Indonesia berbasis kode respons cepat),” ujarnya saat membuka Festival Ekonomi dan Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) dan peluncuran Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (P2DD) secara virtual, Senin (5/4/2021).
Tahun ini, BI akan meluncurkan sistem pembayaran cepat untuk pembayaran ritel guna menggantikan sistem kliring nasional BI.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan, pemerintah telah menyiapkan payung hukum dalam upaya mempercepat implementasi digitalisasi transaksi keuangan daerah, yaitu Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 3 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas P2DD.
Keppres ini juga mengatur koordinasi percepatan digitalisasi dilakukan di 542 daerah otonom dalam wadah tim P2DD. ”Ekonomi digital diharapkan mampu berkontribusi signifikan untuk menciptakan berbagai peluang kerja baru, mendorong produktivitas, mengurangi kesenjangan sosial, dan menopang peningkatan investasi,” tuturnya.
Deputi Gubernur BI Sugeng menambahkan, saat ini, terdapat 110 tim P2DD dari 542 daerah otonom yang telah dibentuk di tingkat provinsi ataupun kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Tugas intinya adalah mempercepat dan memperluas digitalisasi daerah.
Tim ini berperan mendorong implementasi elektronifikasi transaksi pemerintah daerah (ETPD) untuk meningkatkan transparansi transaksi keuangan daerah. ETPD diharapkan juga dapat mendukung pengintegrasian sistem pengelolaan keuangan daerah dalam rangka mengoptimalkan pendapatan asli daerah (PAD).
”TP2DD juga berfungsi untuk mendukung pengembangan transaksi pembayaran digital di masyarakat guna mewujudkan keuangan yang inklusif, serta meningkatkan integrasi ekonomi dan keuangan digital nasional,” ujarnya.
Dukungan fiskal
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dukungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) penting untuk mendorong transformasi digital secara merata ke pelosok negeri. Digitalisasi sistem pembayaran tidak akan terwujud tanpa adanya pemerataan aksesibilitas jaringan internet, terutama di wilayah-wilayah terdepan, tertinggal, dan terpencil (3T).
”Dukungan fiskal untuk pemerataan layanan internet merupakan satu bagian dari rencana penganggaran lima tahun mendatang,” ujarnya.
Dalam mendukung pemerataan akses internet hingga 2024, Kementerian Keuangan menganggarkan Rp 17 triliun untuk belanja kementerian/lembaga dan sebesar Rp 9 triliun melalui transfer ke daerah dan dana desa (TKDD). Dukungan fiskal ini diharapkan mampu mendorong 9.133 desa di wilayah 3T terkoneksi jaringan internet.
Hingga 2024, Kementerian Keuangan menganggarkan Rp 17 triliun untuk belanja kementerian/lembaga dan sebesar Rp 9 triliun melalui transfer ke daerah dan dana desa.
Saat ini, terdapat sekitar 93.900 sekolah dan pesantren, 3.700 pusat kesehatan masyarakat (puskesmas), serta 6.000 kepolisian sektor dan komando rayon militer yang belum terkoneksi internet.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, OJK menerapkan peta jalan inovasi keuangan digital 2020-2024 untuk mendukung perkembangan produk digital bank dan lembaga keuangan nonbank, serta inklusi keuangan. Agar inovasi keuangan digital masuk dalam ekosistem di daerah, OJK akan memastikan digitalisasi menyentuh sektor bank perkreditan rakyat (BPR) dan lembaga keuangan mikro.
”BPR saat ini telah melakukan white labelling (pemberian label produk) beberapa bank nasional sehingga BPR dapat mengikuti bank yang menjadi induknya dan tidak perlu membangun platform digital,” ujarnya.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) Budi Gandasoebrata menuturkan, dukungan asosiasi terhadap digitalisasi UMKM akan dilakukan melalui inovasi dan teknologi layanan keuangan digital. Aftech berharap digitalisasi yang meningkatkan akses terhadap berbagai layanan keuangan dapat membantu UMKM tumbuh di masa pemulihan ekonomi.
”Kolaborasi antara pemerintah dan pelaku industri digital diharapkan dapat mengatasi tantangan-tantangan di atas serta mendorong perkembangan ekonomi digital serta kinerja UMKM nasional yang lebih baik,” kata Budi.
Cegah kebocoran
Di Palembang, Sumatera Selatan, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumatera Selatan Hari Widodo mengatakan, pemanfaatan fasilitas keuangan digital oleh pemerintah kabupaten/kota di Sumatera Selatan terus menggeliat. ”Jumlah transaksi pada 2020 sebesar Rp 42,46 triliun atau sekitar 97,57 persen dari total transaksi belanja daerah,” katanya.
Dia berharap penerapan elektronifikasi transaksi ini tidak hanya sebatas pada belanja daerah, tetapi dapat dikembangkan untuk optimalisasi pendapatan. Misalnya, di sektor perpajakan, seperti pajak hotel hiburan, pajak restoran, pajak reklame, retribusi pasar, rekreasi, dan retribusi izin mendirikan bangunan.
Wakil Gubenur Sumatera Selatan Mawardi Yahya menyatakan, ekonomi dan keuangan digital dapat meningkatkan efisiensi pengelolaan anggaran, termasuk mencegah kebocoran yang kerap terjadi. ”Masih ada dana-dana yang mengalir karena perasaan tidak enak. Dengan menerapkan sistem digital, kebiasaan itu tidak akan terjadi lagi,” ujarnya.
Sementara di Bandung, Jawa Barat, Ketua Harian Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia cabang Bandung Koordinator Jabar Acuviarta Kartabi berpendapat, penerapan pembayaran nontunai dapat meminimalisir kebocoran penerimaan PAD. PAD yang diterima masih terbatas, hanya sekitar 20-30 persen di setiap daerah.
”Melalui digitalisasi, kebocoran anggaran diharapkan dapat diantisipasi dan PAD bisa meningkat hingga 50 persen,” ujarnya. (RAM/RTG)