Digitalisasi Berpotensi Berantas Kendaraan Berlebih Dimensi dan Muatan
Tanpa ada efek jera dikhawatirkan harapan Indonesia terbebas dari praktik pengangkutan menggunakan kendaraan yang berlebihan dimensi dan muatan pada 2023 tidak tercapai.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Praktik pengangkutan menggunakan kendaraan berlebih dimensi dan muatan atau over dimension over loading membahayakan keselamatan warga dan merugikan secara ekonomi. Teknologi digital perlu dimanfaatkan untuk mendeteksi dan menindak praktik pelanggaran itu guna mewujudkan Indonesia bebas kendaraan berlebih dimensi dan muatan pada 2023.
Berdasarkan data Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara RI, kasus kecelakaan truk yang dipicu praktik kelebihan dimensi dan muatan di jalan raya secara nasional meningkat dari 109.215 kasus pada 2018 menjadi 116.395 kasus pada 2019. Sementara Kementerian Perhubungan menilai, kendaraan berlebih dimensi dan muatan merugikan ekonomi karena merusak infrastruktur jalan, jembatan, dan pelabuhan.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio, Senin (5/4/2021), mengatakan, pemberantasan truk berlebih dimensi dan muatan tidak cukup hanya dengan tindakan memotong truk tersebut. Praktik pelanggaran pengangkutan tersebut semestinya dapat mulai direkam secara digital.
”Masukkan saja (pelanggaran itu) ke data digital dan nanti didenda ketika akan memperpanjang STNK (surat tanda nomor kendaraan),” ujarnya dalam diskusi bertajuk ”Pengendalian Kendaraan Over Dimension Over Loading (ODOL) di Pelabuhan Penyeberangan”, di Jakarta.
Diskusi yang digelar secara hibrida, luring dan daring, tersebut merupakan rangkaian acara bimbingan teknis tata cara pemeriksaan keselamatan kapal sungai, danau, dan penyeberangan tahun 2021. Kegiatan itu dilaksanakan Direktorat Transportasi Sungai, Danau, dan Penyeberangan Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Agus menambahkan, perekaman secara digital yang diikuti pemberian denda tersebut bertujuan memberi efek jera bagi pelanggar. Tanpa ada efek jera dikhawatirkan harapan Indonesia terbebas dari praktik pengangkutan menggunakan kendaraan yang berlebihan dimensi dan muatan pada 2023 tidak tercapai.
Pengamat transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, Djoko Setijowarno, menyatakan, digitalisasi dan denda yang mampu memberi efek jera penting dalam penegakan aturan. Di Rusia, denda bagi pelanggar aturan batasan dimensi dan muatan kendaraan bisa mencapai Rp 120 juta.
Tanpa ada efek jera dikhawatirkan harapan Indonesia terbebas dari praktik pengangkutan menggunakan kendaraan yang berlebihan dimensi dan muatan pada 2023 tidak tercapai.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, tidak boleh ada toleransi terhadap praktik pengangkutan menggunakan kendaraan berlebih dimensi dan muatan. Hal ini terutama karena praktik tersebut membahayakan keselamatan warga.
Saat berkunjung ke pusat kendali PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dari pusat kendali itu sebenarnya bisa terlihat gamblang dan nyata pergerakan kendaraan secara nasional. Salah satunya adalah truk-truk berlebih dimensi dan muatan.
Bahkan, lanjut Tulus, detail pelanggaran juga dapat dikenali. Misalnya, truk A melanggar hingga 40 persen dari batasan yang diperbolehkan. Hal ini menunjukkan pemanfaatan teknologi digital memungkinkan pendeteksian pelanggaran truk berlebih muatan dan dimensi.
Beberapa waktu lalu, Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Danang Parikesit mengemukakan, ada empat teknologi yang akan mulai diimplementasikan tahun ini. Salah satunya adalah teknologi weigh in motion (WIM) yang dapat mengenali berat muatan dan ukuran kendaraan yang melintas di suatu ruas jalan.
Pada 2021, BPJT akan menguji coba pemasangan WIM di beberapa ruas jalan tol. ”Implementasi teknologi WIM ini berkaitan dengan rencana Kemenhub, Kementerian PUPR, dan Kementerian Perindustrian mencanangkan Indonesia bebas kendaraan berlebih dimensi dan muatan pada 1 Januari 2023 mendatang,” katanya.