Hingga Akhir 2021, Semua Truk Melebihi Kapasitas Selesai Dinormalisasi
Truk dengan muatan melebihi kapasitas akan dinormalisasi hingga tahun 2021. Keberadaan truk ini dinilai sudah membahayakan karena berpotensi menimbulkan kecelakaan ataupun kerusakan jalan.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Truk dengan muatan melebihi kapasitas akan dinormalisasi hingga akhir tahun 2021. Keberadaan truk ini dinilai sudah membahayakan karena berpotensi menimbulkan kecelakaan ataupun kerusakan jalan. Untuk mempercepat pelaksanaannya, sebelum akhir 2020, truk yang melebihi kapasitas dilarang melakukan penyeberangan antarpulau.
Hal ini ditegaskan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi ketika menghadiri acara normalisasi truk over demension over load (ODOL) di Terminal Bus Alang-Alang Lebar, Palembang, Sumatera Selatan, Sabtu (12/9/2020). Dia mengatakan, keberadaan truk ODOL sudah sangat meresahkan karena selain menimbulkan kerugian negara, juga mengancam nyawa warga.
”Banyak kecelakaan yang ditimbulkan oleh truk ODOL, bahkan jalan rusak masih terjadi. Itu karena truk yang melintas melebihi kapasitas muatan,” ucapnya. Rancang bangun muatan jauh melebihi standar bahkan hingga dua kali lipat.
Di Sumatera Selatan, misalnya, sejak tahun 1999 sampai saat ini, jalan tidak pernah mulus. Salah satu penyebabnya tidak lain adalah banyaknya truk ODOL yang beroperasi.
Berdasarkan data dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), ujar Budi, rata-rata biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk memperbaiki kerusakan jalan akibat keberadaan truk ODOL bisa mencapai Rp 43 triliun per tahun. ”Padahal, dana sedemikian besar itu dapat dialokasikan untuk hal yang lebih penting, misalnya guna membangun akses jalan baru di Papua dan Kalimantan,” ucapnya.
Normalisasi truk ODOL ini sudah diterapkan di beberapa kota, seperti Padang, Riau, Palembang, DKI Jakarta, dan Semarang. Nantinya aturan ini akan diterapkan di semua daerah.
Sebenarnya, ungkap Budi, sudah ada undang-undang yang mengatur hal itu, yakni Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Di Pasal 227, tertuang sanksi bagi perusahaan karoseri dan pemilik kendaraan yang melakukan modifikasi rancang bangun muatan barang. Mereka bisa dikenai sanksi penjara hingga 1 tahun dan denda hingga Rp 24 juta.
Masalahnya, penerapan sanksi belum optimal sehingga masih banyak pelaku seakan tidak gentar dengan peraturan tersebut. ”Bagaimana mau menuruti aturan, jika sanksi yang diberikan hanya Rp 150.000 bagi pelanggar. Saya harap undang-undang tersebut dapat membuat pelanggar jera. Kalau perlu, sanksinya diperberat,” tutur Budi.
Penegakan hukum secara tegas sudah diterapkan oleh Polda Jawa Tengah yang memberikan sanksi kepada perusahaan karoseri yang melanggar dengan denda Rp 15 juta. ”Saya harap, sanksi seperti ini juga diikuti di daerah yang lain,” ucap Budi. Jika tidak ingin mendapatkan sanksi tesebut, setiap pemilik diinstruksikan menormalisasi truknya secara mandiri.
Setiap pemilik diinstruksikan menormalisasi truknya secara mandiri.
Untuk mempercepat penertiban ini, ucap Budi, dalam waktu dekat truk ODOL yang tidak dinormalisasi tidak boleh melakukan penyeberangan antarpulau di Pelabuhan Merak (Banten)-Bakauheni (Lampung), Pelabuhan Ketapang (Jawa Timur)-Gilimaluk (Bali), dan Pelabuhan Padang Bai (Bali)-Pelabuhan Lembar (Lombok). Sebenarnya aturan ini akan diterapkan pada Mei 2020. Namun, karena pandemi Covid-19, pelaksanaannya diundur hingga sebelum akhir tahun 2020.
Hal ini penting agar mereka yang melakukan pengangkutan logistik antarpulau segera menaati aturan tersebut. Di samping itu, larangan ini dapat mengurangi potensi kecelakaan laut yang disebabkan truk kelebihan muatan.
Wakil Kepala Polda Sumsel Brigadir Jenderal (Pol) Rudi Setiawan mengatakan, pihaknya mendukung penuh kebijakan ini karena dampaknya sudah jelas membahayakan pengguna jalan dan pengemudi. ”Kerugian dari aspek kerusakan jalan juga telah terlihat,” ucapnya.
Rudi mengatakan, truk ODOL memberikan kontribusi kecelakaan cukup tinggi di jalan raya di Sumsel. Kalau dirata-rata, setidaknya setiap hari ada satu kecelakaan yang terjadi di jalan disebabkan oleh truk ODOL. Kebanyakan terguling atau terperosok akibat kelebihan muatan. ”Karena itu, kami terus melakukan sosialisasi dan razia rutin untuk menindak mereka yang tetap melanggar,” ujar Rudi.
Pemilik Karoseri Anugerah, Suyanto, meyakini perubahan rancang bangun truk merupakan ulah bengkel yang tidak memiliki izin. ”Mereka beroperasi di perumahan atau di pinggir jalan dan tidak memiliki izin rancang bangun,” ucapnya. Di Sumsel, hanya ada empat karoseri yang memiliki izin rancang bangun.
Suyanto merupakan pemilik karoseri dengan izin rancang bangun muatan terbanyak, mencapai 55 rancang bangun. Untuk membuat satu rancang bangun saja, butuh biaya hingga Rp 40 juta. ”Kami tentu tidak berani melanggar aturan karena untuk membuat izin butuh biaya yang besar,” lanjutnya.
Untuk mencegah adanya penyalahgunaan pembuatan rancang bangun, perusahaan yang bermitra dengan karoseri miliknya harus membuat pernyataan yang menegaskan bahwa bengkel itu tidak akan membuat rancang bangun yang bertentangan dengan aturan pemerintah. ”Namun, untuk pengawasan, kami serahkan kepada penegak hukum,” ucap Suyanto.