Hambatan Logistik Mendesak Dibenahi untuk Topang Pertumbuhan
Transportasi dan pergudangan dinilai berpotensi tumbuh tinggi pada 2021. Akan tetapi, sejumlah hambatan logistik mendesak dibenahi guna mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Transportasi dan pergudangan diprediksi tumbuh tinggi tahun ini. Namun, ada sejumlah hambatan logistik yang mendesak dibenahi guna mendukung pertumbuhan ekonomi. Pembenahan logistik yang menuntut kolaborasi seluruh pemangku.
Staf Ahli Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Raden Edi Prio Pambudi menilai, sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki potensi besar bagi pertumbuhan industri transportasi dan logistik. Selama pandemi Covid-19, ketika transportasi darat dan udara merosot, lalu lintas pelayaran masih berlangsung. Meski demikian, sektor logistik masih menghadapi hambatan.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini tidak bisa optimal karena mobilitas terhambat biaya logistik yang tinggi. Sistem logistik merupakan ekosistem yang tidak sekadar mengatur pengiriman barang, tetapi ketepatan waktu pengiriman dengan biaya yang efisien. Munculnya sejumlah usaha rintisan berbasis teknologi selama pandemi juga dinilai belum terintegrasi untuk menopang ekosistem logistik yang kompleks.
”Banyak investasi yang menarik untuk (masuk) ke Indonesia, tetapi permasalahannya di logistik. Diperlukan upaya menyambungkan dan mengomprehensifkan ekosistem logistik,” katanya dalam webinar Prospek Ekonomi dan Bisnis Logistik 2021 yang diselenggarakan Link Pacific Logistics, Rabu (24/3/2021).
Edi menambahkan, Indonesia hingga kini belum bisa mandiri dalam mengelola logistik, di antaranya, ditandai dengan ketergantungan terhadap pelabuhan penghubung di Singapura dan Kuala Lumpur. Bongkar muat belum efisien akibat keterbatasan pelabuhan dan jangka waktu pengiriman yang panjang sehingga pemerintah sulit menerapkan subsidi tarif kontainer.
”Kalau kita subsidi (biaya), tapi belum efisien, kita menyubsidi apa? Jangan sampai ketika harga naik yang disebabkan proses ambil untung malah kita subsidi,” ujarnya.
Di sisi lain, ketersediaan kapal masih terbatas. Pihaknya mendorong lahirnya operator-operator baru angkutan pelayaran untuk menopang kapal-kapal perintis yang melayani hingga wilayah pelosok.
”Hampir frustrasi ketika ingin membantu daerah terpencil. Persoalannya, terhambat oleh ketersediaan kapal, waktu bongkar muat memakan waktu sampai tiga hari,” katanya.
Edi menilai, senjata utama logistik adalah jadwal yang jelas dan akurat. Tantangan bagi negara kepulauan adalah penyelarasan waktu dan jadwal antara pemilik barang, pemilik angkutan, maupun pelabuhan. Oleh karena itu, kekompakan antara pemilik angkutan dan pelabuhan diperlukan.
”Kalau semua (pihak), pemilik barang, pemilik angkutan, dan pelabuhan punya jadwal sendiri-sendiri, kapan ketemunya,” katanya.
Chairman Supply Chain Indonesia (SCI) Setijadi memproyeksikan transportasi dan pergudangan jadi salah satu sektor dengan pertumbuhan tertinggi tahun ini. Tahun 2020, industri pengolahan masih memberi kontribusi Rp 3.000 triliun bagi perekonomian, sedangkan transportasi dan pergudangan Rp 690 triliun.
Akan tetapi, pertumbuhan logistik dinilai belum optimal dalam menjembatani perekonomian antarwilayah. Dia mencontohkan, program Tol Laut masih menghadapi ketidakseimbangan antara volume muatan dari wilayah barat Indonesia ke wilayah timur Indonesia dan sebaliknya. Volume muatan balik dari timur ke barat rata-rata hanya 20 persen.
”Logistik merupakan ekosistem yang harus dikelola secara komperehensif, mulai dari produksi, penyimpanan, pengangkutan, distribusi, penjualan hingga konsumsi. Konsolidasi jadi syarat (penguatan logistik),” katanya.