Ekspor Pakaian lewat E-dagang Dongkrak Industri Tekstil
Penjualan melalui e-dagang memungkinkan pelaku UMKM untuk berjualan ke pasar internasional secara mudah.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
Menjual produk ke luar negeri atau ekspor tidak pernah terpikirkan oleh pemilik usaha Belle Fashion. Namun, penjualan secara digital membuka peluang ke pasar internasional.
Usaha yang didirikan oleh Andre Teddy dan Abdillah baru empat tahun terakhir menjajal usaha daring melalui e-dagang. Sebelumnya, mereka mengandalkan toko fisik, seperti di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, hingga harus tutup pada 2016. Sejak 2017, mereka fokus berjualan melalui e-dagang, khususnya di akun Shopee.
”Berjualan di e-dagang lebih menguntungkan karena pembeli datang dari Sabang sampai Merauke. Pada 2019, untuk pertama kalinya kami mencoba ekspor lewat program yang dihadirkan Shopee. Padahal, dulu kami enggak terpikir untuk jualan sampai ke internasional,” kata Andre dalam temu media virtual, Jumat (19/3/2021).
Belle Fashion yang memproduksi sendiri seluruh produk dagangannya menjajakan berbagai jenis pakaian wanita. Saat ini, toko daring mereka bisa melayani sampai 1.000 paket pesanan per hari. Adapun permintaan ekspor bisa mencapai 100 paket per bulan. Permintaan datang dari sejumlah negara, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
Abdillah mengatakan, untuk berjualan ke pasar internasional, mereka disediakan akun tersendiri yang berbeda dengan akun penjualan lokal di Shopee. Mereka juga diajari cara pengemasan pesanan yang baik oleh pihak Shopee. Dalam hal pengiriman, ia mengatakan, tidak ada perbedaan untuk pengiriman dalam dan luar negeri.
Untuk mengirim barang ke luar negeri, ia tidak perlu mengurus biaya kirim atau administrasi tertentu. ”Kami cuma terima orderan (pesanan), lalu kirim pesanan ke gudang Shopee. Jadi, benar-benar simpel,” katanya.
Permintaan ekspor secara tidak langsung mendorong mereka untuk terus meningkatkan kualitas dan inovasi. Mereka harus senantiasa mengikuti tren yang ada di setiap negara target. Misal, pasar Singapura lebih minat dengan jenis pakaian dasar, seperti kaus, sementara pasar Malaysia lebih meminati pakaian muslim.
Dengan berjualan di e-dagang, penjualan pakaian mereka pun tidak terlalu terdampak pandemi. Selama pandemi, penjualan mereka justru naik dua kali lipat daripada masa normal. Kenaikan ini ditunjang dengan penjualan masker yang memang banyak dicari pasar selama masa pagebluk.
Hal ini, menurut mereka, juga didukung dengan berbagai program promo yang mereka ikuti, seperti pesta belanja akhir tahun 11.11 atau 12.12, program diskon ongkos kirim, voucer toko, hingga cash back.
Shopee sendiri akan terus mengadakan program ekspor dengan target sampai 500.000 eksportir hingga 2030. Program Ekspor Shopee pada 2021 ini juga mendapatkan dukungan dari Kementerian Perdagangan serta Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.
Program tersebut merupakan hasil kolaborasi Shopee dengan Sekolah Ekspor, yaitu asosiasi gabungan antara Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) beserta Koperasi dan UKM (SMESCO).
Ekspor APD
Data Kementerian Perdagangan menunjukkan, ekspor pakaian jadi bukan rajutan mengalami penurunan dari masa sebelum pandemi. Per Januari 2021, nilai ekspor produk tersebut hanya mencapai 307 juta dollar Amerika Serikat (AS), minus 23,73 persen dibandingkan dengan 402,5 juta dollar AS pada Januari 2020.
Pada 2020, pertumbuhan industri tekstil dan pakaian yang terkontraksi sampai minus 8,8 persen disebabkan ekspor industri yang juga tumbuh negatif 17 persen. Situasi ini memicu berkurangnya tenaga kerja hingga 13 persen.
Meski demikian, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada 24 Februari 2021 mengatakan, ekspor pakaian yang ditopang industri tekstil dan pakaian jadi berpeluang bangkit dengan memaksimalkan ekspor alat kesehatan, seperti alat pelindung diri (APD) dan masker. Pada 2020, Indonesia mengekspor APD dan masker senilai 246 juta dollar AS.
Berdasarkan data Dashboard Monitoring Alat Kesehatan (DMA) Kementerian Perindustrian, kapasitas produksi APD di dalam negeri mencapai 39,6 juta potong per bulan atau 356,4 juta per tahun. Kapasitas produksi pakaian bedah 24,9 juta potong per bulan atau 224,4 juta potong per tahun. Kapasitas produksi masker medis mencapai 405,9 juta potong per bulan atau 3,7 miliar per tahun dan masker N95 sebanyak 360.000 potong per bulan atau 3,2 juta potong per tahun.
Sementara itu, proyeksi kebutuhan nasional untuk penanganan pandemi Covid-19 hingga akhir 2021 lebih kecil. Indonesia diperkirakan kelebihan produksi APD sebanyak 341,5 juta potong, pakaian bedah 216,8 juta potong, dan masker bedah 3,4 miliar potong hingga akhir 2021. Sementara hanya masker N95 yang diprediksi defisit sampai 8,3 juta potong.