PHRI Meminta Kemudahan Kredit Modal Kerja dan Restrukturisasi Kredit
Pelaku perhotelan mengharapkan dukungan modal kerja dan restrukturisasi kredit. Dukungan ini mereka perlukan agar mampu bertahan dan nantinya dapat memanfaatkan peluang saat pariwisata kembali bangkit.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kalangan pelaku usaha perhotelan mengharapkan dukungan modal kerja dan restrukturisasi kredit. Dukungan ini diperlukan agar mampu bertahan di kala pandemi Covid-19 dan nantinya dapat memanfaatkan peluang kebangkitan kembali sektor pariwisata.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia sepanjang tahun 2020 sekitar 4,02 juta kunjungan. Jumlah ini anjlok 75,03 persen dibandingkan tahun 2019 yang sekitar 16,1 juta kunjungan.
Tingkat penghunian kamar hotel klasifikasi bintang secara bulanan di sepanjang tahun 2020 juga selalu lebih rendah dibandingkan bulan sama tahun 2019. Misalnya, tingkat penghunian kamar pada Desember 2020 sebesar 40,79 persen, turun dibandingkan Desember 2019 yang sebesar 59,39 persen.
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi B Sukamdani, Kamis (18/3/2021), menuturkan, PHRI akan memasukkan usulan konkret kepada pemerintah terkait harapan dukungan modal kerja dan restrukturisasi kredit tersebut. PHRI sudah memiliki hitung-hitungannya.
Setidaknya, dukungan modal kerja ini untuk menjaga agar pemeliharaan properti berjalan baik dan karyawan masih bisa mendapat gaji atau take home pay. ”Untuk mendapat take home pay secara normal mungkin sulit, tetapi setidaknya masih bisa menerima pada tingkat kebutuhan dasar,” kata Hariyadi dalam telekonferensi pers Rapat Kerja Nasional PHRI Tahun 2021 di Jakarta.
Setidaknya, dukungan modal kerja ini untuk menjaga agar pemeliharaan properti berjalan baik dan karyawan masih bisa mendapat gaji atau take home pay.
Terkait restrukturisasi utang, Hariyadi menuturkan, PHRI berharap jangan sampai perhotelan dibangkrutkan perbankan karena tidak sanggup bayar. Pelaku usaha juga menginginkan ada pelonggaran regulasi dan beban bunga kredit, terlebih pada kondisi berat saat ini akibat pandemi Covid-19.
Ketua PHRI Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati mengemukakan, di satu sisi pelaku usaha perhotelan mengalami kesulitan finansial di tengah tekanan pandemi Covid-19. Di sisi lain, pelaku usaha sektor perhotelan tetap ingin bertahan, termasuk berusaha agar tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sesuai imbauan pemerintah.
”Sebenarnya kami ingin menambah utang terhadap utang-utang yang sudah kami miliki sebelum Covid-19. Kami mengharapkan kemudahan, misalnya, bunga yang lebih kecil dan grace period (masa tenggang) yang cukup panjang,” katanya.
Persoalannya, kata Tjokorda, ada persyaratan dari Otoritas Jasa Keuangan yang menyangkut prospek usaha, arus kas, dan risiko bisnis. Persyaratan tersebut menyulitkan di tengah situasi berat akibat pandemi saat ini.
”Tidak ada bank, khususnya Himbara, yang berani memberikan pinjaman tambahan karena terbentur kepada tiga pilar tersebut,” kata Tjokorda Oka yang juga Wakil Gubernur Bali.
Oleh karena itu, Tjokorda berharap pemerintah dapat membantu mempermudah atau memperbaiki persyaratan kredit terutama pada situasi pandemi Covid-19 ini. Tujuannya agar pelaku perhotelan bisa menambah atau meningkatkan pinjaman dengan catatan jaminan di bank masih memenuhi persyaratan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan, pemerintah sedang membahas dukungan pembiayaan bagi sektor perhotelan dan pariwisata. ”Dukungan kredit modal kerja untuk sektor pariwisata dan perhotelan yang aliran kasnya tidak ada tetapi prospek usahanya masih bagus ini sedang kami bahas dengan OJK dan Bank Indonesia,” katanya.
Menurut Airlangga, modal kerja tersebut dibutuhkan pelaku usaha untuk memelihara hotel, kolam renang, dan menjaga karyawan hotel. Pemerintah sedang menyiapkan hal ini dan akan memasukkan jaminan pembiayaan kepada perbankan.
”Pemerintah melalui Kementerian Keuangan akan menaruh dana di perbankan, kemudian perbankan meneruskan ini ke pelaku perhotelan. Ini sedang kami finalisasikan,” katanya.
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan akan menaruh dana di perbankan, kemudian perbankan meneruskan ini ke pelaku perhotelan. Ini sedang kami finalisasikan.
Sementara, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mengatakan, banyak pelaku usaha perhotelan yang sudah setahun ini mengambil tabungan. Sebagian dari mereka bahkan mulai menjual aset.
”Pemerintah berkomitmen membantu mereka. Pasalnya, saat pariwisata bangkit nanti, mereka yang tabungannya menipis bahkan mulai menjual aset tidak lagi punya kemampuan mengambil peluang karena sudah tidak ada modal kerja,” ujarnya.