Sejumlah indikator menunjukkan perbaikan ekonomi domestik. Pelaku usaha berharap pemerintah memastikan sejumlah stimulus yang digelontorkan berdampak lebih optimal bagi percepatan pemulihan ekonomi nasional.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meski perlahan, sejumlah stimulus yang digelontorkan pemerintah, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan sejak tahun lalu dinilai mulai berdampak pada pemulihan bisnis. Namun, implementasi kebijakan di sektor keuangan mesti dipantau berkala agar memberikan dampak optimal bagi pemulihan sektor riil.
Demikian benang merah diskusi Kompas Collaboration Forum (KCF) bertema ”Peluang dan Tantangan Sinergi Sektor Bisnis dan Keuangan” yang digelar secara virtual, Jumat (6/11/2020). Selain Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso, diskusi juga dihadiri Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk Jahja Setiaatmadja serta para CEO dan direktur perusahaan anggota KCF.
Tahun ini OJK mengeluarkan stimulus lanjutan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui sektor jasa keuangan. Berbagai relaksasi diharapkan mendorong pertumbuhan kredit secara lebih cepat. ”Apa yang dilakukan OJK, tujuan akhirnya adalah percepatan pemulihan di sektor keuangan. Masa survival pada 2020 berhasil dilalui meski ekonomi terkontraksi,” ujar Wimboh.
Kebijakan yang digelontorkan OJK, menurut Wimboh, turut berdampak pada pemulihan sektor riil. Meskipun pada triwulan IV-2020 produk domestik bruto (PDB) nasional terkontraksi 2,19 persen (yoy), kontraksi terus mengecil sejak triwulan II-2020.
Setelah memperpanjang periode restrukturisasi kredit bank dari Maret 2021 jadi Maret 2022, OJK melonggarkan aturan prudensial berupa penurunan aset tertimbang menurut risiko (ATMR), mulai dari penurunan bobot risiko kredit untuk kendaraan, rumah tinggal, hingga kredit sektor kesehatan.
Realisasi restrukturisasi kredit/pembiayaan di industri perbankan hingga 8 Februari 2021 telah mencapai Rp 987,48 triliun yang diberikan ke 7,94 juta debitur UMKM dan korporasi. Restrukturisasi kredit ke sektor UMKM mencapai 6,15 juta debitor dengan nilai Rp 388,33 triliun. Sementara non-UMKM mencapai 1,79 juta debitor dengan nilai Rp 599,15 triliun.
Selain itu, indikator utama pemulihan ekonomi lain, seperti peningkatan konsumsi, penjualan kendaraan, serta purchasing managers index, makin mendekati normal. “Kami memonitor efektivitas kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan OJK. Dampaknya kita harapkan terlihat triwulan I-2021,” kata Wimboh.
OJK juga berupaya agar suku bunga kredit perbankan bisa turun agar tidak menimbulkan persoalan baru di industri perbankan. Menurut dia, suku bunga kredit di beberapa bank sudah mulai turun menyusul penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI). Namun, kecepatan penurunan suku bunga antarbank memang tidak sama.
Dalam forum yang sama, Presiden Direktur PT AKR Corporindo Tbk, Haryanto Adikoesoemo, berharap regulator membuat regulasi yang bisa memastikan transmisi penurunan suku bunga acuan BI terhadap bunga perbankan bisa berlangsung optimal.
”Selama ini regulator hanya menentukan tolok ukur tingkat suku bunga dan mengimbau perbankan menurunkan suku bunga. Namun, kebijakan ini tidak dirasakan sektor riil karena penurunan bunga bank berlangsung lambat,” ujarnya.
Selama ini regulator hanya menentukan tolok ukur tingkat suku bunga dan mengimbau perbankan menurunkan suku bunga.
”Memang NPL (non-performing loan/kredit bermasalah) perbankan kelihatannya rendah, tetapi loan at risk saat ini naik dari 4 persen jadi 18-20 persen. Sampai saat ini, nasib perusahaan-perusahaan yang direstrukturisasi masih menjadi misteri apakah mereka akan survive atau malah akan mati,” kata Jahja.
Digitalisasi
Sementara itu, Presiden Direktur Bank OCBC NISP, Parwati Surjaudaja memproyeksikan, setelah Covid-19 para nasabah tidak akan kembali ke kebiasaan awal yakni mengunjungi kantor cabang. ”Dugaan kami, nasabah yang nanti masih menggunakan layanan perbankan konvensional adalah nasabah berusia tua maupun debitur dengan bisnis konservatif,” ujarnya.
Menurut Parwati, fleksibilitas untuk transaksi, menabung, dan berinvestasi yang ditawarkan kanal digital Bank OCBC NISP disambut baik oleh nasabah. Hal itu tecermin dari peningkatan jumlah maupun volume transaksi serta pengguna layanan. ”Pada layanan mobile untuk nasabah individu terjadi peningkatan jumlah transaksi 58 persen secara tahunan. Volume transaksi meningkat 92 persen secara tahunan serta jumlah pengguna meningkat 41 persen,” ujarnya.