Bank Himbara Kompak Pangkas Suku Bunga Dasar Kredit
Tren penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia mulai bertransmisi sehingga memangkas suku bunga kredit bank Himbara guna mendukung pergerakan ekonomi melalui peningkatan penyaluran kredit.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Untuk menopang pertumbuhan ekonomi melalui penyaluran kredit, Himpunan Bank-bank Milik Negara atau Himbara kompak memangkas suku bunga kredit. Keputusan ini juga diambil sejalan dengan tren penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia yang sudah berlangsung sejak tahun lalu.
Pada pertengahan Februari lalu, Bank Indonesia kembali menurunkan suku bunga acuan, BI 7-day (Reverse) Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 3,5 persen. Penurunan suku bunga acuan tersebut juga diikuti oleh perbankan dengan menurunkan suku bunga pinjamannya.
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, misalnya, telah menurunkan suku bunga dasar kredit (SBDK) untuk seluruh segmen dengan kisaran 25-250 bps. Terhitung sejak 28 Februari 2021, SBDK Mandiri untuk kredit produktif segmen korporasi menjadi 8 persen, segmen ritel 8,25 persen, dan segmen mikro 11,25 persen. Adapun untuk segmen konsumer SBDK Kredit Pemilikan Rumah (KPR) turun menjadi 7,25 persen dan non-KPR 8,75 persen.
Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi, Kamis (4/3/2021), mengatakan, langkah pemangkasan SBDK merupakan respons perseroan terhadap kebijakan pemerintah sekaligus wujud dukungan Bank Mandiri terhadap upaya pemulihan ekonomi nasional.
”Inisiatif penurunan SBDK ini diharapkan dapat menjadi stimulan yang efektif bagi masyarakat, khususnya pelaku usaha, untuk meningkatkan pembiayaan baru,” ujarnya dalam keterangan resmi di Jakarta.
Inisiatif penurunan SBDK ini diharapkan dapat menjadi stimulan yang efektif bagi masyarakat, khususnya pelaku usaha, untuk meningkatkan pembiayaan baru.
SBDK, lanjut Darmawan, akan menjadi acuan suku bunga kredit kepada debitor. Suku bunga yang dikenakan kepada debitor akan memperhitungkan estimasi premi risiko yang dapat berbeda-beda berdasarkan tingkat risiko kredit tiap-tiap debitor.
Langkah penurunan SBDK ini merupakan kelanjutan dari inisiatif serupa yang telah dilakukan tahun lalu. Pada 2020, Bank Mandiri telah menurunkan SBDK tujuh kali, baik untuk segmen korporasi, ritel, mikro, maupun konsumsi dengan total penurunan 10 bps hingga 600 bps.
Sejalan dengan Bank Mandiri, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk juga turut memangkas suku bunga kredit guna mendukung pergerakan ekonomi melalui peningkatan penyaluran kredit. Direktur Utama BNI Royke Tumilaar menuturkan, BNI telah menyesuaikan bunga kredit sejalan dengan bunga acuan.
”Kredit berkaitan erat dengan pertumbuhan permintaan domestik yang menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi. Penting bagi perbankan untuk turut meyakinkan kepercayaan masyarakat terhadap perekonomian,” ujarnya.
Per 28 Februari, SBDK untuk kredit konsumser non-KPR BNI ditetapkan 8,75 persen, turun dibandingkan dengan akhir Desember 2020 yang sebesar 11,7 persen. Sementara SBDK untuk kredit KPR ditetapkan 7,25 persen, turun dibandingkan dengan posisi akhir 2020 yang sebesar 10 persen.
BNI juga menurunkan SBDK untuk kredit ritel menjadi 8,25 persen atau lebih rendah daripada posisi akhir Desember 2020 yang sebesar 9,8 persen. Adapun SBDK kredit korporasi yang ditetapkan menjadi 8 persen atau turun ketimbang posisi Desember 2020 yang sebesar 9,8 persen.
Menurut Royke, perseroan akan terus terhubung dengan perkembangan kebijakan yang berkaitan dengan perekonomian terkini untuk mendorong pemulihan ekonomi. BNI akan mengkaji suku bunga secara berkala dan akan berupaya menekan biaya dana agar suku bunga kredit bisa lebih rendah lagi.
”Dalam menentukan suku bunga kredit hingga ke setiap debitor, kami akan memperhitungkan komponen estimasi premi risiko yang besarnya bergantung pada penilaian bank terhadap risiko pada tiap-tiap debitor atau kelompok debitor,” ujarnya.
Dalam menentukan suku bunga kredit hingga ke setiap debitor, kami akan memperhitungkan komponen estimasi premi risiko yang besarnya bergantung pada penilaian bank terhadap risiko pada tiap-tiap debitor atau kelompok debitor.
Sementara itu, terhitung sejak 28 Februari 2021, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk kembali menurunkan SBDK untuk seluruh segmen kredit dengan penurunan yang signifikan atau 150-325 bps. Penurunan SBDK terbesar diberikan pada kredit konsumer non-KPR sebesar 325 bps dari semula 12 persen menjadi 8,75 persen.
Selain itu, BRI juga menurunkan SBDK KPR sebesar 265 bps, dari 9,9 persen menjadi 7,25 persen. Penurunan SBDK juga dilakukan untuk segmen mikro sebesar 250 bps. Perubahan ini membuat SBDK mikro turun dari 16,5 persen menjadi 14 persen.
Pada kredit segmen korporasi dan ritel, BRI menurunkan SBDK masing-masing 195 bps dan 150 bps sehingga SBDK korporasi berubah dari 9,95 persen menjadi 8 persen dan SBDK segmen ritel berkurang dari 9,75 persen menjadi 8,25 persen.
Sebelumnya, sepanjang 2020, BRI telah menurunkan suku bunga kredit 75-150 bps. Bahkan, khusus untuk restrukturisasi keringanan suku bunga, BRI menurunkan 300-500 bps.
Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan, perubahan suku bunga kredit bukan menjadi satu-satunya variabel penentu besar-kecilnya permintaan pembiayaan. Berdasarkan analisisnya, variabel paling sensitif atau elastisitasnya paling tinggi terhadap pertumbuhan kredit adalah tingkat konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat.
”Penurunan suku bunga ini diharapkan dapat meningkatkan konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat. Peningkatan dua hal ini akan berujung pada naiknya permintaan kredit dan membaiknya pertumbuhan ekonomi nasional,” katanya.