Cabut Legalisasi Cantrang, Pemerintah Siapkan Bantuan Alat
Rencana pemerintah mencabut kebijakan legalisasi cantrang akan diikuti dengan program bantuan pengadaan alat tangkap yang ramah lingkungan. Bantuan akan diberikan selektif untuk nelayan dengan kapal di bawah 5 GT.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menyiapkan skema bantuan penggantian alat tangkap yang ramah lingkungan menyusul rencana pelarangan penggunaan alat tangkap cantrang dan sejenisnya. Selain mencabut legalisasi cantrang, pemerintah juga berencana menghapus kebijakan izin ekspor benih lobster.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, jumlah kapal cantrang dan sejenisnya sebanyak 6.800 unit. Sebanyak 864 kapal di antaranya berukuran di atas 30 gros ton (GT).
Penggunaan cantrang selama ini didominasi nelayan di Laut Jawa dan sebagian Sumatera. Izin operasional kapal cantrang berada di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 711, yakni Laut China Selatan, Laut Natuna, dan Selat Karimata, serta di WPP 712 (Laut Jawa).
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Muhammad Zaini mengemukakan, program bantuan alat penangkapan ikan diarahkan berupa alat tangkap yang ramah lingkungan. Bantuan alat penangkapan ikan diberikan untuk nelayan dengan kapal di bawah 5 gros ton (GT).
Pada tahun 2021, Kementerian Kelautan dan Perikanan menargetkan bantuan pengadaan alat penangkapan ikan 11.589 unit dan alat bantu penangkap ikan 10.139 unit. ”Pemberian bantuan akan selektif,” ujarnya, Selasa (2/3/2021).
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, dalam pernyataan publik melalui akun Instagram menyatakan, penggunaan kapal cantrang selama ini hanya di beberapa lokasi di Jawa, di antaranya Tegal, Rembang, dan Pati. Pihaknya sudah meminta tim untuk keliling pantai utara Jawa dan meminta nelayan cantrang untuk mengganti alat tangkap. Upaya ini untuk menghindari terjadinya penangkapan ikan berlebih (over fishing).
Penggantian alat tangkap cantrang untuk kapal-kapal berukuran besar dapat dilakukan secara mandiri oleh pemilik kapal. Sementara penggantian cantrang dan sejenisnya untuk kapal-kapal berukuran kecil akan dibantu oleh pemerintah.
”Nelayan besar harus ganti (alat tangkap), kalau tidak, ya, dilarang (melaut). Tidak ada toleransi, tidak ada kompromi. Ekologi harus dijaga,” kata Trenggono.
Pemerintah saat ini tengah merevisi tiga regulasi, yakni terkait legalisasi cantrang dan jalur penangkapan ikan. Selain itu, kebijakan ekspor benih bening lobster. Pelegalan cantrang diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 59 Tahun 2020 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan RI dan Laut Lepas, November 2020.
Menurut Zaini, pengalihan cantrang ke alat tangkap yang lebih ramah lingkungan perlu diikuti dengan pengawasan alat tangkap dan penegakan hukum. Pasalnya, modifikasi alat penangkapan ikan dapat mengubah nama dan peruntukan alat tangkap tersebut.
Pihaknya akan mengerahkan syahbandar pelabuhan perikanan untuk memeriksa alat tangkap sebelum kapal memperoleh persetujuan berlayar (SPB). Selain itu, pengawasan juga dilakukan oleh aparat pengawas Kementerian Kelautan dan Perikanan. ”Jika pengawasan selama ini berjalan, seharusnya tidak ada penggunaan alat tangkap yang merusak,” kata Zaini.
Secara terpisah, Ketua Umum DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Riza Damanik menyatakan, implementasi pencabutan legalisasi cantrang kini dinantikan. Pihaknya mendesak perlunya peralihan penggunaan alat tangkap yang merusak. Selain itu, pihaknya juga menunggu janji pemerintah untuk merevisi regulasi yang memperkuat budidaya lobster di Tanah Air.