Kreativitas Menyelamatkan Perajin Saat Pandemi
Kreativitas menghasilkan produk unik membuat sejumlah perajin keluar dari jerat lesunya ekonomi saat pandemi.
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 justru membuka ruang kreativitas baru bagi para perajin. Sejumlah karya bahkan menjadi alat kampanye untuk memutus mata rantai penularan Covid-19.
Pada 1 Mei 2020, eks Wali Kota Surakarta FX Hadi Rudyatmo mengunggah video berisi patung miniatur dirinya di akun Instagram pribadinya, @fx.rudyatmo. Dalam video tersebut, patung Hadi terlihat mengenakan kaus warna hitam bertuliskan ”Do Manuto” atau ”Ayo Menurut”.
Jargon ”Do Manuto” ini kerap didengungkan oleh Hadi untuk mengajak warga Surakarta menaati protokol kesehatan Covid-19. Lagu berjudul ”Do Manuto” karya musisi asal Surakarta, Mr Jepank, juga turut mengiringi video tersebut. Hingga Kamis (25/2/2021) siang, unggahan ini telah ditonton oleh 7.653 pengikut Instagram Hadi.
Sosok di balik pembuatan patung miniatur itu adalah Dinar Sulistiyo (34), warga Donohudan, Ngemplak, Boyolali, Jawa Tengah. Awalnya, Dinar mengaku iseng membuat patung eks wali kota tersebut. Dia tidak menyangka jika karyanya diunggah ulang oleh Hadi di akun Instagram.
”Iseng saja, ternyata diunggah ulang sama Pak Hadi. Saya juga unggahnya di akun pribadi waktu itu, bukan akun jualan,” katanya saat dihubungi.
Baca juga : Kreativitas Mereka Tidak Mati Karena Pandemi
Dinar mengaku, pandemi Covid-19 tidak banyak berdampak pada usahanya. Pesanan dari pelanggan masih terus berdatangan. Bahkan, permintaan yang masuk semakin sulit dikerjakan. Hal ini memaksa Dinar harus terus mengembangkan kreativitasnya.
”Semakin ke sini semakin aneh-aneh mintanya. Kalau dulu mungkin hanya patung wajah pemesan sambil pakai jas. Sekarang ada yang minta pakai pakaian superhero, ada juga yang minta berpose sama sepeda,” ungkap pemilik akun instagram @patung_miniatur ini.
Dinar bahkan tidak setiap hari mengunggah karya barunya di Instagram. Sebab, setiap dia mengunggah karya barunya, hampir pasti pesanan kembali masuk. Dia khawatir akan kewalahan dan terburu-buru sehingga patung buatannya mengecewakan pemesan. Apalagi Dinar saat ini juga masih bekerja di salah satu pabrik di Boyolali.
Selama ini Dinar selalu menjaga agar wajah patung yang dia buat bisa semirip mungkin dengan obyek yang diminta. Dari target produksi selama dua pekan, satu pekan di antaranya digunakan Dinar untuk membuat bagian wajah. Adapun, bahan yang digunakan Dinar adalah polymer clay.
”Dulu pas awal pandemi memang agak menurun sedikit, ya. Akhirnya saya buat patung saya agar semakin menyerupai obyek. Saya juga membuat patung dengan kepala yang lebih besar atau bubblehead biar terkesan lucu. Mirip dengan karikatur,” katanya.
Dinar mulai belajar membuat patung miniatur pada 2018. Membuat patung saat itu menjadi kegiatan pengisi waktu luang sepulangnya dari pabrik. Lulusan SMK jurusan kimia ini belajar membuat patung melalui video tutorial di Youtube dan buku. Awalnya, patung miniatur yang dibuat Dinar adalah patung figur-figur ternama. Patung tersebut kemudian dia unggah di Instagram.
Rupanya, hal itu menarik minat para pengikut Dinar untuk ikut memesan. Dia kemudian mulai melayani pembuatan patung sesuai permintaan pemesan. Pemesan hanya perlu mengirim foto pemilik wajah.
”Waktu kecil saya sering lihat paman saya melukis. Akhirnya saya ikut belajar. Lama-lama pengin juga mengembangkan jadi karya empat dimensi,” katanya.
Dalam sebulan, rata-rata Dinar bisa melayani 3-4 figur. Untuk patung berukuran 17-23 sentimeter, Dinar mematok harga antara Rp 900.000-Rp 1,2 juta per figur. Patung tersebut biasanya dipesan untuk keperluan ulang tahun, kenang-kenangan, ataupun perayaan tahunan.
Kewalahan meski pandemi
Ega Chandra (22), perajin kayu asal Magetan, Jawa Timur, juga mengaku usahanya tidak begitu terdampak pandemi Covid-19. Bahkan, dia mengaku kewalahan mengerjakan pesanan yang masuk.
Ega mulai membuat kerajinan kayu pada 2019. Awalnya, produk kerajinan tangan yang dibuat Ega adalah miniatur dinosaurus. Kebetulan, ikon dinosaurus kala itu sangat kental di daerahnya menyusul pembangunan Mojosemi Forest Park yang berisi replika-replika binatang purba tersebut.
”Dulu saya sudah kerja sama dengan UMKM di sana untuk menyuplai miniatur dinosaurus. Tidak lama setelah dibuka ternyata ada pandemi. Pengunjung langsung turun,” ujar pemilik akun instagram @mentaripagiwoodcraft.id ini.
Begitu menyadari produk miniatur dinosaurusnya ikut terancam, Ega langsung beralih membuat produk kerajinan kayu lainnya. Ia, antara lain, mengerjakan ukiran nama untuk hiasan dinding, bingkai foto, dan boks lampu neon. Teranyar, Ega membuat asbak berbentuk kuburan.
Asbak kuburan ini, menurut dia, paling laku di pasaran saat ini. Meski tidak mengetahui alasan pastinya, Ega menduga asbak kuburan ini sangat terkait banyak korban yang meninggal akibat Covid-19 saat pandemi ini.
”Selain bentuknya yang unik, mungkin mengingatkan orang pada kematian. Sekarang banyak yang nanya asbak ini bikinnya di mana,” ungkapnya.
Ada dua jenis asbak kuburan yang dibuat Ega, yakni ukuran besar dan kecil. Asbak ukuran besar (35 × 15 × 10 sentimeter) dijual seharga Rp 110.000. Sementara untuk ukuran kecil (25 × 13 × 10 cm) dibanderol Rp 65.000.
”Omzet masih sama. Sekitar Rp 6 juta sebulan. Pandemi enggak ada perubahan apa pun,” ungkapnya.
Hal berbeda dialami oleh Aditya (29), pemilik akun Instagram @picaphotobook. Pandemi Covid-19 ini membuat permintaan buku foto buatannya berkurang hingga 70 persen. Akibat sepinya permintaan, dia bahkan sempat memilih vakum selama beberapa bulan.
”Dulu ada pelanggan tetap dari wedding organizer. Pas pandemi, dia enggak pernah pesan lagi karena sekarang pesta-pesta pernikahan dibuat sederhana. Aku sempat vakum karena mau pindahan rumah juga waktu itu,” ungkapnya.
Selain untuk acara pernikahan, buku foto Aditya juga biasanya diminati oleh kalangan siswa sekolah dan orangtua baru. Siswa-siswa biasanya memesan untuk album perpisahan kelas, sedangkan orangtua baru biasanya memesan untuk mengabadikan momen perkembangan bayi mereka sampai usia balita.
Baca juga : Kreatif dan Inovatif, Tantangan UMKM di Masa Pandemi
Namun, pesanan yang masuk saat ini menurun drastis, mengingat banyak sekolah yang masih ditutup. Belum lagi, daya beli masyarakat yang juga merosot sehingga membuat buku foto milik bukan lagi menjadi koleksi prioritas.
Akhir tahun 2020, Aditya berusaha mengembangkan usahanya. Tidak hanya buku foto, dia juga melayani pembuatan poster foto hingga kalender foto. Meski ada peningkatan pesanan, jumlahnya masih jauh dari normal.
”Belum bisa menutup (penurunan selama pandemi). Hanya bisa menambah permintaan antara 10-20 persen,” pungkasnya.