”Mission Impossible” Membangkitkan Pariwisata Jawa Timur 2021
Pandemi Covid-19 menghancurkan pariwisata Jawa Timur 2020. Upaya membangkitkan pariwisata pada 2021 ibarat mengambil inspirasi dari seri film ”Mission Impossible” yang pernah tayang di jaringan televisi dan bioskop.
Pandemi Covid-19 menghancurkan pariwisata Jawa Timur 2020. Upaya membangkitkan pariwisata pada 2021 ibarat mengambil inspirasi dari seri film Mission Impossible yang pernah tayang di jaringan televisi dan bioskop.
Enam film yang telah ditayangkan di jaringan layar lebar dunia menjadi amat populer karena kebintangan sang aktor utama Tom Cruise sebagai Ethan Hunt. Dalam seri film versi bioskop ini dicerit,akan tentang Hunt, seorang anggota agensi Impossible Mission Force (IMF), dan sejumlah rekannya dalam unit kecil melaksanakan tugas menumbangkan organisasi kejahatan di seluruh dunia.
Para agen lapangan, seperti Hunt, berketerampilan komplet dan luar biasa dalam bela diri, mengemudi, dan ketangkasan lainnya, bersenjata modern, berperangkat teknologi canggih, berstrategi cespleng tetapi lentur, dan berkarakter pantang menyerah. Ada dukungan atau agen-agen dengan spesialisasi khusus untuk kesuksesan misi.
Untuk membangkitkan pariwisata Jatim, mungkin dibutuhkan karakter seperti agen-agen IMF dalam seri film fiksi tadi. Seri film Mission Impossible sukses luar biasa sehingga mendatangkan cuan (box office). Dalam pariwisata, tujuan relatif sama, yakni mendapatkan manfaat ekonomi untuk perekonomian dan keberlangsungan hidup masyarakat.
Musuh adalah pandemi Covid-19 (Coronavirus disease 2019) akibat virus korona jenis baru (SARS-CoV-2). Musuh ini laksana organisasi kejahatan yang melumpuhkan kehidupan di bumi. Covid-19 menjangkiti 223 negara dan menjadi penyebab lebih dari 105 juta jiwa terinfeksi yang mengakibatkan kematian lebih dari 2,3 juta orang. Di Indonesia, Covid-19 menjangkiti 1,15 juta orang dan mengakibatkan kematian 31.556 jiwa.
Baca juga: Pariwisata Jawa Timur Masih Sulit Bangkit
Situasi
Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim mencatat, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara tahun lalu hanya 34.977 orang sebagai dampak berbulan-bulan penutupan penerbangan internasional dari dan ke Nusantara. Jumlah 34.977 orang berada di dasar jurang dibandingkan dengan tahun 2019 dengan kunjungan 243.899 orang dan tahun sebelumnya 320.529 orang. Penurunan kunjungan wisatawan mancanegara tahun lalu dan 2019 sebesar 85,66 persen.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jatim Sunarto mengatakan, situasi serupa dialami dalam pendataan kunjungan wisatawan domestik atau dalam negeri. Kurun 2020, kunjungan pelancong Nusantara ke Jatim hanya 16,5 juta orang. Jumlah 16,5 juta orang ini jelas terlampau jauh dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 84,5 juta orang. Penurunan 68 juta orang.
”Kunjungan wisatawan domestik ke Jatim boleh jadi didominasi oleh warga provinsi ini sendiri,” kata Sunarto.
Mengapa demikian? Salah satu alasannya, pembatasan dan pengetatan aturan untuk penanganan wabah atau pagebluk. Banyak obyek wisata dan penginapan masih diharuskan untuk meminta surat keterangan negatif Covid-19 dari pengunjung.
Pandemi belum tentu bisa diakhiri tahun ini, membangkitkan pariwisata seperti misi mustahil jika tidak ada stimulus dan terobosan signifikan.
Situasi ini jelas menekan jumlah kunjungan ke obyek wisata dan penginapan. Mendapatkan surat keterangan itu berbiaya. Untuk hasil tes swab antigen rata-rata berbiaya Rp 200.000-Rp 250.000. Untuk hasil tes usap PCR berbiaya Rp 1 juta-Rp 1,5 juta.
Bisa juga mendapatkan fasilitas tes lebih murah atau bahkan cuma-cuma di puskesmas, tetapi antre dan menunggu hasil bisa sampai sepekan. Selain itu, kebijakan terkini tentang jangka waktu berlaku surat keterangan yang maksimal tiga hari jelas menjadi pukulan dan beban bagi mereka yang ingin beperjalanan (wisata luar daerah).
Buktinya, tingkat keterisian penginapan pada 2020 di Jatim hanya 35,3 persen. Bahkan, pada Januari 2021, keterisian jeblok ke 20 persen. Pada 2019, okupansi mencapai 62,8 persen dan tahun sebelumnya 61,7 persen. Selain itu, dari hampir 2.300 hotel di Jatim, yang beroperasi kembali tak sampai 1.000 lokasi. Dari 4.200 restoran yang berani membuka kembali sekitar 3.000 lokasi. Pariwisata di Jatim seolah pasien Covid-19 kategori berat dengan kemungkinan hidup atau mati.
Baca juga: Okupansi Tergolek Jelang Imlek di Surabaya
Wabah
Pandemi menyerang Jatim secara resmi sejak 17 Maret 2020 dengan ditemukannya 6 warga Surabaya dan 2 warga Malang positif Covid-19. Sampai dengan Senin (8/2/2021), wabah atau pagebluk secara akumulatif telah menjangkiti 117.852 orang. Rinciannya, kematian 8.152 jiwa, masih dalam perawatan 6.480 pasien, dan kesembuhan 103.219 orang.
Dari data pada laman resmi http://infocovid19.jatimprov.go.id/, soal akumulasi warga terjangkit Covid-19, mayoritas atau 73.550 orang terserang tanpa riwayat perjalanan. Mereka tertular di keluarga, tempat kerja, atau ruang publik di kabupaten/kota yang ditinggali. Sebanyak 34.214 orang tertular karena kontak dekat dengan pasien atau orang tanpa gejala (ada Covid-19 dalam tubuh, tetapi tidak menyadari). Sebanyak 10.087 orang tertular dari perjalanan antarkota antarprovinsi.
Data penularan terendah Covid-19 di Jatim dari perjalanan antardaerah merupakan asumsi penting bagi pariwisata yang saat ini ambruk. Data memperlihatkan bahwa perjalanan, dengan penerapan disiplin protokol kesehatan, berisiko terendah dalam konteks penularan Covid-19 di Jatim.
Akan tetapi, sudut pandang negara, dalam hal ini Satuan Tugas Covid-19, mobilitas masyarakat justru merupakan faktor utama penularan sehingga kasus terus bertambah atau secara umum wabah belum mereda apalagi terkendali dan tertangani.
Uang negara untuk program rutin dan proyek padat karya jangan melulu dialihkan ke penanganan pandemi, tetapi perbanyak untuk menggerakkan perekonomian.
Untuk itu, diterapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan saat ini yang sedang berlangsung ialah tahap kedua pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Di Jatim, PPKM berlangsung di 17 kabupaten/kota kurun 26 Januari-8 Februari 2021.
Baca juga: Jawa Timur Berharap Kembali pada Kampung Tangguh Semeru
Dampak
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jatim Dwi Cahyono mengatakan, pembatasan sampai pelarangan operasional obyek wisata jelas menjadi penyebab utama ambruknya pariwisata di provinsi berpenduduk 40,7 juta jiwa ini.
Pelarangan membuat semua warga yang selama ini berpenghasilan dari pariwisata mengubah pekerjaan untuk tetap bertahan hidup. Restoran dan hotel bangkrut, pemotongan upah, pegawai dirumahkan, bahkan pemutusan hubungan kerja, menjadi skema realistis yang bisa ditempuh pengelola sub-sub sektor pariwisata (obyek, akomodasi, konsumsi, dan jasa).
”Pandemi belum tentu bisa diakhiri tahun ini, membangkitkan pariwisata seperti misi mustahil jika tidak ada stimulus dan terobosan signifikan,” kata Dwi.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim Adik Dwi Putranto menyarankan agar pemerintah memberi stimulus berupa keringanan atau penundaan penarikan pajak pariwisata jika berani sepanjang tahun ini untuk pemulihan sektor tersebut. Belanja proyek pemerintah, khususnya yang padat karya, agar segera dilanjutkan untuk memulihkan penerimaan masyarakat.
”Uang negara untuk program rutin dan proyek padat karya jangan melulu dialihkan ke penanganan pandemi, tetapi perbanyak untuk menggerakkan perekonomian,” kata Adik.
Adik mengingatkan, Presiden Joko Widodo meminta agar penanganan wabah seimbang dengan pemulihan ekonomi. Untuk itu, pusat membentuk Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional selain mempertahankan Satgas Covid-19. Analogi yang dikemukakan Presiden ialah seperti mengendarai mobil, harus seimbang antara menginjak rem demi kepentingan kesehatan dan gas untuk pemulihan ekonomi.
Situasi ini agaknya mengurungkan serombongan wisatawan dari Jerman yang hendak menjelajahi keelokan Jawa Timur, perpustakaan terlengkap akan keindahan negeri, Juli mendatang. Sementara hotel dan restoran kian terperosok lebih dalam, jangankan menunggu tamu yang menginap, sekadar berpesta atau berjumpa saja tamu hotel masih enggan.