Rektor Paramadina Firmanzah Berpulang, Indonesia Kehilangan Ekonom Visioner
Ciri khas pemikiran Prof Fiz (sapaan Firmanzah) adalah penekanan akan pentingnya data empiris untuk membedah kebijakan ekonomi agar lebih obyektif.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia kembali kehilangan salah satu akademisi sekaligus ekonom terbaik yang selalu mampu obyektif dalam memandang berbagai persoalan. Rektor Universitas Paramadina Profesor Firmanzah berusia 44 tahun ini tutup usia pada Sabtu (6/2/2021).
Jenazahnya dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir, Jakarta Selatan. Semasa hidupnya, pria kelahiran Surabaya, 7 Juli 1976, ini juga pernah menjadi Staf Khusus Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono Bidang Ekonomi. Selain bertugas di Universitas Paramadina, Firmanzah juga merupakan dosen sekaligus guru besar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia.
Pada usia 32 tahun, Firmanzah pernah menjadi Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia periode 2009-2012. Pada 15 Januari 2015, dia menjadi Rektor Universitas Paramadina menggantikan Anies Baswedan yang waktu itu ditunjuk sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Ekonom muda yang aktif di lembaga riset Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, Sabtu (6/2/2021), menilai Firmanzah sebagai ekonom yang sudut pandang dan pemikirannya kerap berpijak pada analisis ekonomi politik. Di mata Firmanzah, kebijakan-kebijakan ekonomi dari pemerintah maupun regulator tidak semata-mata ditentukan perhitungan dan keputusan rasional, melainkan ada peran politik yang berperan dalam setiap kebijakan.
”Ciri khas pemikiran Prof Fiz (sapaan Firmanzah) adalah penekanan akan pentingnya data empiris untuk membedah kebijakan ekonomi agar lebih obyektif,” ujarnya saat dihubungi di Jakarta.
Ciri khas pemikiran Prof Fiz (sapaan Firmanzah) adalah penekanan akan pentingnya data empiris untuk membedah kebijakan ekonomi agar lebih obyektif.
Perpaduan antara pengujian data empiris, permodelan statistik, dan analisis politik dalam membedah setiap keputusan ekonomi yang dibuat pemerintah membuat sosok Firmanzah dinilai sebagai ekonom paripurna.
Bhima menuturkan, Firmanzah tetap terlihat obyektif ketika mengkaji anggaran pemerintah untuk penanganan pandemi Covid-19. Menurut Firmanzah, terdapat kondisi mendesak yang membuat pemerintah melebarkan defisit anggaran sekaligus menekankan pentingnya efektivitas sisi belanja.
”Dia posisinya selalu di tengah, kritis tetapi memberikan solusi yang konstruktif. Bagi saya, Prof Fiz merupakan sosok ekonom panutan, cerdas, tetapi tetap rendah hati dan santun,” katanya.
Sementara itu, Rektor Universitas Atma Jaya Agustinus Prasetyantoko
menilai sosok Firmanzah sebagai ekonom yang disenangi semua kalangan, baik pihak yang pro maupun kontra kebijakan pemerintah.
Hal tersebut terjadi karena Firmanzah dapat selalu bijaksana dalam menilai suatu masalah tanpa punya tendensi personal kepada siapa pun. ”Fiz adalah orang yang berpikir jauh atau visioner. Dia juga sangat disiplin dan tertib dalam hidupnya, jalannya selalu lurus,” ujarnya.
Fiz adalah orang yang berpikir jauh atau visioner. Dia juga sangat disiplin dan tertib dalam hidupnya, jalannya selalu lurus.
Sejak muda, lanjut Prasetyantoko, Firmanzah telah menunjukkan kapasitasnya sebagai seorang pemimpin. Semakin bertambahnya usia, Firmanzah semakin menunjukkan mentalitas pemimpin yang tangguh dan pemikiran yang jauh ke depan.
Prasetyantoko mengaku sangat kehilangan seorang sahabat yang memiliki visi yang baik dan ketekunan keras. ”Saking uletnya, dia mungkin terlalu keras terhadap dirinya sendiri,” ujarnya.
Beberapa pemikirannya, selain tertuang dalam artikel-artikel di sejumlah surat kabar, juga terwariskan dalam buku-bukunya. Buku-buku karya Fiz antara lain:
The Spirit of Change (Jakarta: Lembaga Management FEUI, Soetjipto, BW, & Firmanzah, 2006);
Globalisasi: Sebuah Proses Dialektika Sistemik (Jakarta: Yayasan SAD Satria Bhakti, 2007);
Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007);
Mengelola Partai Politik: Persaingan dan Positioning Ideologi Politik (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008);
Successful New Product Launching (NPL) in the Local Market (2009).