Konsumsi Masyarakat Dijaga untuk Pacu Pertumbuhan Ekonomi
Konsumsi masyarakat dijaga agar perekonomian Indonesia segera pulih.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Konsumsi masyarakat diharapkan meningkat untuk menjaga pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, daya beli masyarakat kelas bawah dan kepercayaan masyarakat menengah-atas dijaga agar kegiatan belanja atau konsumsi rumah tetap berlangsung.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada Jumat (5/2/2021), produk domestik bruto (PDB) Indonesia per akhir 2020 sebesar Rp 15.434,2 triliun.
Perekonomian Indonesia 2020 terkontraksi 2,07 persen secara tahunan. Konsumsi rumah tangga yang selama ini berperan 55-57 persen terhadap PDB Indonesia tumbuh minus 2,63 persen.
”Seperti prediksi saya, pertumbuhan sektor makanan minuman akan di kisaran 1-2 persen. Pertumbuhan terlihat setiap bulan membaik, stabil naik, meskipun kecil,” kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman.
Industri makanan dan minuman pada triwulan IV-2020 tumbuh 1,66 persen secara tahunan. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan III-2020 yang tumbuh 0,66 persen secara tahunan.
Menurut Adhi, pertumbuhan tersebut didorong berbagai insentif pemerintah, antara lain bantuan langsung tunai, bantuan Rp 600.000 bagi pekerja bergaji bersih maksimal Rp 5 juta per bulan, dan Kartu Prakerja. Insentif ini menopang konsumsi masyarakat kelas bawah.
”Kelas menengah-atas tidak ada masalah daya beli. Namun, di awal pandemi, mereka ketakutan untuk konsumsi sehingga hanya belanja seadanya,” katanya.
Adhi berpendapat, seiring adaptasi kebiasaan baru, masyarakat lambat laun berani berkegiatan dan berbelanja. Insentif pemerintah dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional diharapkan terus berlanjut setidaknya sampai akhir tahun ini.
Seiring adaptasi kebiasaan baru, masyarakat lambat laun berani berkegiatan dan berbelanja.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono mengungkapkan, pertumbuhan sektor makanan-minuman berdampak terhadap sektor pendukung, antara lain industri plastik, terutama plastik kemasan. Kebiasaan baru masyarakat di masa pandemi, yakni berbelanja secara dalam jaringan, mendorong pengiriman barang yang memerlukan kemasan plastik.
”Gerai-gerai minuman yang sekarang polanya beli dibawa pergi dan kebutuhan penyanitasi tangan juga menaikkan permintaan kemasan,” katanya.
Kondisi tersebut menopang kinerja sektor industri karet, barang dari karet, dan plastik pada triwulan IV-2020, yang tumbuh 0,24 persen secara tahunan. Angka ini berbalik dari triwulan III-2020 yang minus 9,61 persen.
Sementara Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia Rizal Tanzil mengatakan, konsumsi masyarakat terhadap pakaian masih tertekan pada tahun lalu.
Data BPS menunjukkan, sektor industri tekstil dan pakaian jadi terkontraksi 10,49 persen secara tahunan pada triwulan IV-2020. Kontraksi ini lebih dalam dibandingkan dengan triwulan III-2020 yang minus 9,32 persen.
Konsumsi masyarakat terhadap pakaian masih tertekan pada tahun lalu.
Rizal mengatakan, keinginan masyarakat berbelanja pakaian merosot di tengah pandemi Covid-19. ”Pada Lebaran 2020, kami enggak ’panen’. Orang-orang lagi enggak mengurus belanja pakaian baru. Kalaupun beli, sedikit,” katanya.
Menurut Rizal, pakaian yang dijual secara dalam jaringan lebih banyak diisi produk impor. Pelaku usaha dalam negeri khawatir pada Lebaran tahun ini masih belum bisa menikmati peningkatan konsumsi pakaian.
Ia menambahkan, keberhasilan vaksinasi demi tercapainya kekebalan kelompok sangat diharapkan agar masyarakat kembali percaya diri untuk berbelanja. Dengan demikian, kondisi perekonomian lekas pulih.