Plan Indonesia Bantu 2.000 Anak Muda di NTT Terlibat Usaha Pengelolaan Ikan Berkelanjutan
Sebanyak 2.000 anak muda di tiga kabupaten di Nusa Tenggara Timur terlibat dalam usaha perikanan berkelanjutan di bidang produksi dan pengolahan ikan tangkap, termasuk diperkenalkan alat teknologi perikanan.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·5 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Sebanyak 2.000 anak muda di tiga kabupaten di Nusa Tenggara Timur terlibat dalam usaha perikanan berkelanjutan. Mereka terjun di bidang produksi dan pengolahan ikan tangkap, selain pendidikan mengenai konsumsi dan produksi ikan secara sehat. Mereka diperkenalkan alat teknologi perikanan, juga mendapatkan bantuan akses ke bank, sehingga mulai menikmati hasil.
Direktur Eksekutif Yayasan Plan Indonesia Dini Widiastuti pada penutupan program Mata Kail (Mari Kita Kreatif agar Ikan Lestari) oleh Plan Indonesia secara virtual dari Jakarta, Selasa (2/2/2021), mengatakan, Program Mata Kail didanai Uni Eropa sejak awal 2018. Selama tiga tahun program ini berjalan, Yayasan Plan Indonesia bekerja sama dengan mitra lokal, yakni Kopernik serta Bengkel Advokasi Pemberdayaan dan Pengembangan Kampung.
Program Mata Kail mendorong 2.000 anak muda di Sikka, Lembata, dan Nagekeo memulai usaha di bidang pengolahan ikan tangkap yang berkelanjutan. Sebanyak 1.137 perempuan muda dan 863 laki-laki muda usia 15-29 tahun telah menerima pelatihan wirausaha di sektor pengolahan ikan.
”Selama tiga tahun itu, sebagian besar dari mereka sukses terlibat di bidang wirausaha berupa pengolahan ikan tangkap berkelanjutan,” kata Dini.
Dari jumlah 2.000 anak muda itu, 863 orang terlibat langsung sebagai nelayan dan 1.137 orang sebagai pengelola. Nelayan berkelanjutan ini menjual ikan hasil tangkapan kepada pengelola berkelanjutan. Para nelayan ini juga memiliki tugas menularkan sistem penangkapan ikan berkelanjutan bagi nelayan sekitar, yang selama ini sering menggunakan bom ikan dan alat tangkap yang dilarang, seperti pukat hela (trawl), pukat hela dasar (bottom trawl), cantrang, dan lampara dasar.
Ia menyebutkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik NTT pada Februari 2020, provinsi ini tercatat memiliki tingkat pengangguran terbuka sebanyak 73.750 orang, sebagian besar adalah usia produktif. Pemberdayaan 2.000 anak muda di tiga kabupaten itu sebagai salah satu upaya menekan angka pengangguran.
Sebagai provinsi termiskin ketiga di Indonesia, dengan angka sekitar 1,3 juta jiwa, NTT perlu melakukan berbagai terobosan agar bisa keluar dari masalah itu meski di tengah pandemi Covid-19.
Selama tiga tahun itu, sebagian besar dari mereka sukses terlibat di bidang wirausaha berupa pengolahan ikan tangkap berkelanjutan. (Dini Widiastuti)
NTT, sebagai provinsi kepulauan, kaya akan sumber daya ikan. Melibatkan 2.000 anak muda di bidang kewirausahaan melalui pengolahan ikan tangkap berkelanjutan menjadi salah satu program utama Plan Indonesia. Mereka juga diwajibkan menularkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki selama tiga tahun pelatihan kepada kaum muda di sekitar mereka, terutama yang memiliki minat di bidang usaha ini.
Penerima program Mata Kail diharapkan menerapkan prinsip-prinsip produksi dan konsumsi berkelanjutan di sektor ekonomi yang sangat potensial di NTT. Dalam pelatihan, mereka juga didorong terus berinovasi memperkenalkan produk-produk perikanan secara variatif kepada konsumen.
Prinsip produksi dan konsumsi berkelanjutan meliputi aspek kelestarian lingkungan. Prinsip ini menekankan peningkatan ekonomi bagi pelakunya sembari menjawab tantangan terkait lingkungan.
Mereka juga diajari cara mengonsumsi ikan secara sehat. Ikan harus tetap segar dan tidak diberi bahan pengawet yang membahayakan kesehatan, seperti boraks dan formalin. Agar awet, ikan harus disimpan di dalam cool box.
Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam Vinsen Piket mengatakan, Mata Kail telah berkontribusi mewujudkan pembangunan berkelanjutan, menciptakan lapangan kerja, mengurangi kemiskinan, dan memanfaatkan sumber daya alam lokal secara bertanggung jawab.
”Melalui program Mata Kail yang didanai Uni Eropa, kami mempromosikan prinsip produksi dan konsumsi berkelanjutan. Perusahaan perikanan lokal telah memahami bagaimana prinsip berkelanjutan dapat membantu usaha mereka untuk jangka panjang. Mata Kail juga membuka akses bantuan keuangan mikro bagi pengusaha muda. Mereka telah paham bagaimana memanfaatkan perbaikan yang ada untuk mendukung usaha mereka,” ujarnya.
Proyek ini juga telah memperkenalkan teknologi yang dapat meningkatkan taraf ekonomi kaum muda dan masyarakat sekitar. Mereka diperkenalkan alat cool box, termos nasi dengan ice gelyang yang digunakan untuk mengawetkan ikan lebih banyak, serta mengurangi penggunaan plastik pada es dan stirofoam.
Ada pula mesin suwir tenaga kinetik yang bisa membantu menghasilkan lebih banyak ikan suwir tanpa mencemari lingkungan, serta rumah jemur rumput laut tenaga surya, yang dapat mengeringkan rumput laut basah setiap saat, dengan mengurangi kontaminasi saat pengeringan. Pemda di tiga kabupaten penerima program juga mengintegrasikan agenda konsumsi dan produksi berkelanjutan ke dalam program pembangunan daerah.
Tarsisius Toni (24) dari Maumere, Sikka, mengatakan, proyek ini sangat bermanfaat. Sebelumnya ia tidak tertarik sebagai nelayan dan berbisnis di bidang perikanan tangkap. Namun, setelah mengikuti pelatihan dan bimbingan dari Plan Indonesia dan mitra kerja, ia menjadi paham mengapa usaha perikanan pun harus berkelanjutan.
Kami selalu bekerja sama dengan nelayan sekitar sehingga mereka pun memiliki pemahaman yang sama sehingga tidak ada lagi pengeboman ikan atau pemanfaatan pukat yang dilarang pemerintah. (Tarsisius Toni)
Menurut dia, banyak nelayan berpikir laut itu luas, ikannya banyak, tidak pernah berkurang. Namun, ternyata tidak. Kalau diambil dengan cara-cara yang tidak bertanggung jawab, ikan juga akan punah. Karena itu, prinsip pemanfaatan berkelanjutan ini sangat penting.
”Kami selalu bekerja sama dengan nelayan sekitar sehingga mereka pun memiliki pemahaman yang sama sehingga tidak ada lagi pengeboman ikan atau pemanfaatan pukat yang dilarang pemerintah,” kata Toni.
Ia mengaku, di tengah pandemi Covid-19 ini, penghasilan sebagai nelayan dan sebagai pengelola ikan berkelanjutan cukup memuaskan. Sekarang ia sudah bisa menabung di bank, memperbaiki rumah orangtua, dan membantu adik-adik sekolah.
”Kalau cuaca buruk, saya tidak melaut, tetapi sebagai pengelola. Saya terima ikan segar dari nelayan lain kemudian diolah menjadi bakso ikan, abon ikan, dendeng ikan, ikan asin, dan ikan bakar. Hasil produk ini langsung diambil pelanggan,” tutur Toni.