Penyerapan Produk UMKM oleh Kementerian Belum Optimal
Selain belanja yang tidak segera dieksekusi awal tahun, sejumlah problem turut menghambat penyerapan produk UMKM, yakni terkait kapasitas produksi dan mutu produk. Upaya membantu UMKM perlu strategi yang lebih jelas.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO/FX LAKSANA AS
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Upaya pemerintah mendorong pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah dengan menyerap produk-produknya belum optimal. Selain realisasi belanja kementerian atau lembaga yang tidak segera pada awal tahun, sejumlah problem turut menghambat, seperti permodalan, kapasitas produksi dan mutu produk, serta ruang promosi yang terbatas.
Wujud dukungan pemerintah antara lain mendorong kementerian/lembaga untuk membeli produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan potensi pengadaan barang dan jasa senilai Rp 321 triliun tahun ini. Kementerian BUMN serta Kementerian Koperasi dan UKM juga membuka Pasar Digital (PaDi) yang memungkinkan pelaku UMKM mengikuti lelang barang dan jasa yang digelar BUMN dengan nilai Rp 250 juta-Rp 14 miliar.
Akan tetapi, upaya itu belum optimal. Menurut Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, Senin (18/1/2021), selama ini ada beberapa hal yang menghambat belanja kementerian/lembaga dalam menyerap produk UMKM. Hambatan itu antara lain pengajuan rencana belanja dari kementerian/lembaga tidak dilakukan pada awal tahun.
Terkait persoalan itu, Kementerian Koperasi dan UKM telah bekerja sama dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Harapannya, kementerian/lembaga bisa mengajukan rencana belanjanya pada awal tahun melalui Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan LKPP. Kementerian juga tengah mencari hambatan lain, seperti soal modal dan pembiayaan.
Deputi Bidang Kewirausahaan Kementerian Koperasi dan UKM Victoria Br Simanungkalit mengatakan, berdasarkan data LKPP per 28 Desember 2020, potensi nilai paket pengadaan barang dan jasa pemerintah yang dicadangkan untuk UMKM mencapai Rp 303 triliun. Adapun nilai transaksi paket pengadaan pemerintah secara elektronik yang dimenangkan oleh usaha kecil pada tahun anggaran 2020 senilai Rp 94 triliun.
Menurut Ketua Umum DPP Himpunan Pengusaha Mikro dan Kecil Indonesia Syahnan Phalipi, penyerapan produk UMKM ke depan semestinya sudah dibahas dalam musyawarah perencanaan pembangunan di semua tingkatan pada pertengahan hingga akhir tahun sebelumnya. Dengan demikian, pekerjaan sudah dimulai pada awal tahun.
Peran BUMN dalam mendukung UMKM, kata Syahnan, juga mesti dievaluasi. Strategi dukungan perlu dirancang kembali termasuk dalam membuat model pengadaan yang sederhana bagi UMKM. BUMN dinilai perlu proaktif dalam mencari barang maupun jasa UMKM, termasuk dalam upaya menyubstitusi produk impor. ”Mayoritas kebutuhan perlu didorong agar berasal dari produk UMKM,” ujar Syahnan.
Komitmen BUMN mengalokasikan ruang promosi atau pemasaran dinilai perlu bagi UMKM. Ruang yang disediakan idealnya berada di lokasi strategis agar potensial dalam menarik pembeli dan mendongkrak penjualan UMKM.
Kemitraan
Sementara itu, pemerintah berupaya melembagakan kerja sama kemitraan usaha besar dengan UMKM dan koperasi. Hal ini merupakan amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang bertujuan menciptakan pembangunan yang inklusif dan berkeadilan.
”Pengembangan usaha besar harus terus melibatkan UMKM. Bisnis model kemitraan harus terus dilembagakan, harus menemukan pola relasi yang saling menguntungkan antara usaha besar dan UMKM. Semuanya harus untung,” kata Presiden Joko Widodo pada penandatanganan kerja sama kemitraan usaha besar dengan UMKM di Jakarta, Senin (18/1/2021).
Dalam acara tersebut, 29 pemodal asing dan 27 pemodal dalam negeri menandatangani kontrak kerja sama kemitraan dengan 196 UMKM di sejumlah daerah. Potensi nilai kontrak mencapai Rp 1,5 triliun. Menurut Presiden, kemitraan penting guna mendorong UMKM masuk ke dalam rantai produksi global. Kerja sama itu akan meningkatkan peluang UMKM naik kelas karena harus meningkatkan kualitas produk, desain, dan manajemen sehingga akhirnya lebih berdaya saing.
Kepala BKPM Bahlil Lahdalia mengatakan, kemitraan antara usaha besar dan UMKM merupakan implementasi dari tujuan investasi berkualitas dan inklusif. Inklusif berarti ada keseimbangan investasi di Pulau Jawa dan luar Jawa serta keseimbangan peran penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri. Kerja sama kemitraan itu merupakan amanat Pasal 90 UU Cipta Kerja.