Kompetisi antarbank memperebutkan pendapatan berbasis komisi dalam beberapa waktu ke depan bisa menjadi level ”seleksi alam” terbaru. Apalagi dengan gemuknya sektor perbankan yang hingga akhir 2020 berjumlah 110 bank.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
Konon, katanya, pendapatan berbasis komisi adalah penyelamat perbankan di kala pendapatan bunga tidak bisa diandalkan karena permintaan kredit dari masyarakat menyusut di kala pandemi. Secara teori, pernyataan tersebut dapat diterima.
Bisnis perbankan tidak hanya menghimpun dana dari masyarakat untuk disalurkan kembali dalam bentuk kredit untuk mencari pendapatan bunga. Laba bersih perbankan juga bersumber dari komponen pendapatan berbasis komisi atau fee based income.
Penjelasan sederhananya, bank mendapatkan komisi atas kegiatan jasa dan layanan perbankan yang diberikan kepada nasabah. Terdapat banyak unsur dari pendapatan komisi perbankan, mulai dari inkaso atau layanan bank untuk penagihan pembayaran, jasa transfer, transaksi e-dagang, safe deposit box, surat kredit berdokumen (letter of credit), hingga jasa kartu kredit.
Pada masa krisis ini, pendapatan komisi jadi tumpuan perbankan dalam mencetak laba sekaligus menghindari tekanan pada rasio kredit bermasalah (NPL) serta penurunan margin bunga bersih (NIM). Otoritas Jasa Keuangan mencatat, per Oktober 2020, NPL perbankan sebesar 3,15 persen (neto) dan 1,03 persen (bruto), dan NIM bank umum konvensional berada di level 4,41 persen.
Dengan fungsi strategis tersebut, sejak tahun lalu bank konvensional gencar berburu dan berlomba dalam meningkatkan fee based income. Momentum adanya pandemi Covid-19 dan pembatasan sosial mendorong perbankan BUKU III dan IV melakukan inovasi digitalisasi produk layanan jasa agar bisa menjangkau lebih banyak konsumen sekaligus menggenjot pendapatan komisi.
Sejak tahun lalu, bank konvensional gencar berburu dan berlomba dalam meningkatkan fee based income.
Kondisi pandemi juga membuat bank mau tidak mau bertransformasi secara bisnis, dari yang tadinya pelayanan lewat tatap muka atau konvensional menjadi sebuah layanan virtual berbasis digital. Masifnya adopsi teknologi dan digitalisasi membuat semua bisnis harus ikut bertansformasi. Produk dan layanan digital perlahan membuat kantor cabang mulai ditinggalkan nasabah.
Dari data Statistik Perbankan Indonesia (SPI) per April 2020, total kantor cabang bank umum sebanyak 30.691 unit. Jumlah ini terus menyusut dari tahun 2016 yang sebanyak 32.720 unit. Pengurangan jumlah kantor cabang yang sejalan dengan masifnya adopsi teknologi juga menegaskan anggapan bahwa peningkatan fee based income berimplikasi pada berkurangnya rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO).
Sayangnya, strategi yang sama tidak mudah diterapkan oleh perbankan BUKU I dan sebagian BUKU II. Keterbatasan modal menjadi sandungan bank-bank kecil untuk menggenjot pendapatan komisi. Digitalisasi produk membutuhkan dana investasi yang tidak sedikit untuk pengembangan teknologi informasi atau TI.
Bank BUKU I dan sebagian bank BUKU II relatif lebih sulit menganggarkan belanja modal dalam jumlah besar untuk digitalisasi layanan. Semisal modalnya ada pun, bank-bank kecil harus bersaing dengan bank-bank papan atas yang telah memiliki pasarnya sendiri untuk layanan-layanan berbasis komisi. Apalagi, mereka juga harus berkompetisi dan berkolaborasi dengan perusahaan-perusahaan teknologi finansial (tekfin).
Bank harus dapat mengadopsi dan bertransformasi seiring dengan perkembangan teknologi, gaya hidup masyarakat, dan juga karakteristik nasabah yang sudah bergeser pada kanal-kanal digital. Pola konsumsi masyarakat telah bergeser pada belanja daring, menggunakan dompet digital, dan berinteraksi dalam media sosial. Pengembangan fitur, kanal, dan infrastruktur teknologi perlu mempertimbangkan hal itu agar dapat menghasilkan pendapatan komisi yang lebih baik.
Terlepas dari segi kekurangan dan kendala, fee based income menawarkan pendapatan yang memiliki kadar risiko kecil jika dibandingkan dengan pendapatan bunga.
Terlepas dari segi kekurangan dan kendala, fee based income menawarkan pendapatan yang memiliki kadar risiko kecil jika dibandingkan dengan pendapatan bunga. Apalagi, sepanjang 2021, tren suku bunga rendah masih akan berlanjut sebagai salah satu upaya percepatan pemulihan ekonomi. Maka, tidak diragukan lagi, industri perbankan akan semakin agresif mengais pendapatan komisi.
Kompetisi antarbank memperebutkan pendapatan berbasis komisi dalam beberapa waktu ke depan bisa menjadi level ”seleksi alam” terbaru. Apalagi dengan gemuknya sektor perbankan yang hingga akhir 2020 berjumlah 110 bank. Bank yang tidak mampu mengejar kebutuhan ini bisa jadi akan tergilas karena layanan keuangan digital akan berkembang dengan cepat mengikuti kebutuhan zaman.