Agar nilai ekspor udang tumbuh 250 persen pada 2024, revitalisasi tambak sangat diperlukan untuk menggenjot produksi udang. Pemerintah menggulirkan program tambak udang estate di dua daerah.
Oleh
M Paschalia Judith J
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Revitalisasi tambak udang menjadi kunci peningkatan produksi udang dan nilai ekspor udang yang ditargetkan meningkat 250 persen secara bertahap pada 2019-2024. Agar revitalisasi tambak ini berjalan, investasi yang didukung dengan kemudahan perizinan dibutuhkan.
Ketua Umum Forum Udang Indonesia Budhi Wibowo optimistis target tersebut dapat tercapai dalam lima tahun nanti. Apalagi, per November 2020, volume dan nilai ekspor udang Indonesia masing-masing sebanyak 219.000 ton dan sebesar 1,86 miliar dollar Amerika Serikat (AS). Hingga akhir 2020, nilai ekspor udang diperkirakan tumbuh 20 persen dari 2019.
”Salah satu kontributornya adalah kenaikan ekspor jenis udang tepung siap masak dan makan. Hal ini menunjukkan ada transformasi unit pengolahan ikan ke produk-produk bernilai tambah,” ujarnya dalam telekonferensi pers di Jakarta, Minggu (10/1/2021).
Pada 2019, total nilai ekspor udang mencapai 1,7 miliar dollar AS. Pada 2024 nanti, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan nilai ekspor udang meningkat menjadi 4,25 miliar dollar AS. Target itu bisa terealisasi jika nilai pertumbuhan majemuk tahunannya berkisar 19,8 persen. Dengan perkiraan tumbuh 20 persen, pertumbuhan nilai ekspor pada 2020 berada di atas syarat pertumbuhan nilai ekspor udang per tahun.
Budhi menjelaskan, untuk mencapai target nilai ekspor itu, volume ekspor udang harus meningkat dari 207.000 ton pada 2019 menjadi 405.000 ton pada 2024. Dengan demikian, pertumbuhan konstan volume per tahun berkisar 14,5 persen.
”Untuk menaikkan volume ekspor, sejumlah tambak perlu direvitalisasi. Total produksi tambak udang saat ini berkisar 412.000 ton dan ditargetkan dapat mencapai 748.800 ton pada 2024,” katanya.
Untuk menaikkan volume ekspor, sejumlah tambak perlu direvitalisasi. Total produksi tambak udang saat ini berkisar 412.000 ton dan ditargetkan dapat mencapai 748.800 ton pada 2024.
Saat ini terdapat 300.000 hektar tambak tradisional, 16.000 hektar tambak semi-intensif, dan 6.000 hektar tambak intensif. Pada 2024 ditargetkan terdapat 286.000 hektar tambak tradisional, 30.000 hektar tambak semi-intensif, dan 7.000 hektar tambak intensif.
Ketua Divisi Akuakultur Gabungan Perisahaan Makanan Ternak (GPMT) Haris Muhtadi menyatakan, revitalisasi tambak membutuhkan investasi. Nilai investasi untuk tambak intensif diperkirakan sekitar Rp 2 miliar-Rp 3 miliar per hektar, sedangkan untuk untuk tambak semi-insentif sekitar Rp 750 juta-Rp 850 juta per hektar.
Menurut Budhi, agar investasi dapat mengalir, perlu ada kemudahan perizinan, saluran irigasi, dan ketersediaan infrastruktur dasar. Kemudahan perizinan berkaitan dengan penetapan zonasi yang selama 10-20 tahun ini tidak berubah. Yang biasanya terjadi dalam waktu singkat dan mendadak adalah perubahan wilayah tambak menjadi kawasan wisata dan hutan lindung.
”Kemudahan itu juga mencakup penyederhanaan dari 21 perizinan menjadi 2-3 perizinan. Perizinan pun mesti dilayani di bawah satu atap,” katanya.
Selain revitalisasi tambak, lanjut Budhi, pencapaian target nilai ekspor pada 2024 juga membutuhkan perluasan pasar. Selama ini, sebanyak 65 persen ekspor udang Indonesia masih ke pasar AS.
AS menjadi tujuan ekspor utama karena harga belinya lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain. Selain AS, Indonesia dapat menaikkan ekspor udang ke Jepang, China, dan negara-negara di Uni Eropa dengan memperkuat produk udang olahan.
”Sejalan dengan kenaikan ekspor tersebut, utilisasi pengolahan dapat meningkat dari 50-60 persen menjadi 80 persen. Dampaknya, harga pokok produksi semakin turun dan potensi untuk memperluas pasar kian terbuka,” katanya.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto mengatakan, pada tahun ini, KKP akan mengembangkan tambak udang estate di wilayah Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang, Jawa Barat, dan Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara, Jawa Tengah.
KKP akan mengembangkan tambak udang estate di wilayah Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang, Jawa Barat, dan Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara, Jawa Tengah.
Di wilayah BLUPPBB Karawang, misalnya, akan dibangun 13 kluster tambak udang yang akan menjadi acuan dalam pengembangan kawasan tambak ke depan. ”Pembangunan 13 kluster tambak udang ini di areal seluas 75 hektar. Dalam kurun setahun, produksi udang dalam kurun setahun ditargetkan meningkat dari 3-4 ton per hektar menjadi 20-30 ton per hektar,” ujarnya dalam siaran pers.
Sementara Sekretaris Jenderal Forum Udang Indonesia Coco Kokarkin berpendapat, peningkatan produksi udang di skala tambak tradisional dapat menggunakan strategi pembibitan. Caranya, benih yang berusia 20 hari dipelihara dahulu di satu tambak hingga mencapai umur 2 minggu-1 bulan, kemudian dibagikan ke petambak-petambak sekitar.