Dari Desa untuk Indonesia
Ada 15,26 juta penduduk miskin di perdesaan per Maret 2020. Jumlah itu lebih banyak dibandingkan dengan di perkotaan yang sebanyak 11,16 juta orang.
Badan Pusat Statistik menyebutkan, ada 26,42 juta penduduk miskin di Indonesia atau 9,78 persen dari jumlah penduduk.
Padahal, sebenarnya perdesaan punya potensi besar untuk lebih maju dan sejahtera. Akan tetapi, perlu sentuhan dan pengelolaan yang tepat untuk membangkitkan desa.
Potensi utama di perdesaaan adalah sumber daya alam. Di desa tersedia lahan, air, sumber pangan, hingga sumber energi ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Sumber energi, misalnya, tenaga hidro, bayu, surya, atau biomassa. Apabila diolah dan dikelola dengan tepat, sumber daya tersebut bisa jadi alat produksi yang berkontribusi besar terhadap pemberdayaan ekonomi di perdesaan.
Baca juga: Berdayakan Potensi Desa dan UMKM
Pemerintah, melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT), berusaha memberdayakan desa. Secara keseluruhan, ada 74.954 desa di Indonesia. Hingga 2019, masih ada sekitar 21.000 desa yang berstatus tertinggal dan sangat tertinggal, seperti yang tercantum dalam data Indeks Desa Membangun (IDM).
IDM adalah indeks komposit yang dibentuk berdasarkan tiga indeks, yaitu ketahanan sosial, ketahanan ekonomi, dan ketahanan lingkungan.
Hingga 2019, masih ada sekitar 21.000 desa yang berstatus tertinggal dan sangat tertinggal.
Selain itu, masih ada 38.000 desa berstatus berkembang. Sisanya adalah desa maju sebanyak 8.629 desa dan desa mandiri 839 desa.
Tugas Kementerian Desa dan PDTT terbilang tak mudah untuk mengentaskan sekitar 21.000 desa berstatus tertinggal dan sangat tertinggal tersebut. Setidaknya, untuk menjadi desa berkembang.
Pemanfaatan sumber daya yang belum optimal adalah salah satu masalah yang harus segera diatasi dan dicari jalan keluarnya. Jika terkait masalah sumber daya manusia, harus ada pendampingan dan penyuluhan hingga ke pelosok desa tentang mengoptimalkan potensi tersebut.
Pemanfaatan sumber daya yang belum optimal adalah salah satu masalah yang harus segera diatasi dan dicari jalan keluarnya.
Air bisa menjadi alat produksi untuk mengembangkan pertanian, peternakan, atau sumber energi. Ada beberapa contoh desa yang semula sama sekali tak mendapat akses listrik, bisa berdaya dan mandiri energi melalui pembangunan pembangkit listrik mikrohidro memanfaatkan arus sungai.
Tentu saja hal ini perlu pendampingan dan dukungan sejumlah institusi, baik pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat atau organisasi nirlaba.
Potensi lain adalah lahan. Apabila dikelola dengan baik dan dipadukan dengan potensi air yang ada, lahan bisa berubah menjadi lumbung produk pertanian, perkebunan, dan peternakan. Berbekal kecanggihan teknologi, pemasaran bisa dilakukan secara digital dengan menggandeng perusahaan pasar dalam jaringan atau media sosial.
Baca juga: Listriki Perdesaan, Pemerintah Kombinasikan Energi Terbarukan dan Fosil
Hal ini sudah dilakukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Au Wula di Desa Detusoko Barat, Kecamatan Detusoko, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur.
Potensi lain adalah wisata. Akhir-akhir ini, jasa wisata adalah salah satu produk jasa yang tumbuh dan berkembang pesat. Keinginan masyarakat, terutama warga perkotaan, untuk berwisata menghilangkan penat, membuat desa menjadi salah satu tujuan. Keasrian alam dan kesederhanaan desa menjadi daya tarik tersendiri.
Salah satu desa yang berhasil mengoptimalkan sumber daya alam sebagai obyek wisata adalah Desa Ponggok di Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. BUMDes Tirta Mandiri, sebagai unit usaha milik Desa Ponggok, didirikan pada 2009 bermodal awal Rp 100 juta dengan lini usaha simpan-pinjam.
BUMDes Tirta Mandiri mengelola beberapa kolam mata air jernih nan bening, yang disulap menjadi obyek wisata menarik. Lini usaha Tirta Mandiri diperluas hingga ke toko kelontong dan peternakan ikan. Usaha itu menyejahterakan Ponggok yang semula termasuk kategori desa miskin.
Dana desa
Segala potensi dan sumber daya di desa seharusnya bisa semakin menggeliat sejak dana desa dialokasikan dari APBN pada 2015. Dana desa bisa menjadi modal untuk pengembangan dan pembangunan di desa, bahkan menjadi ”penolong” di masa sulit, seperti di masa pandemi Covid-19. Caranya, melalui bantuan langsung tunai dana desa.
Dana desa bisa menjadi modal untuk pengembangan dan pembangunan di desa.
Tahun ini, alokasi dana desa sebesar Rp 71,19 triliun. Setiap desa mendapat rata-rata Rp 900-an juta dari dana desa. Desa bisa memiliki modal tahunan untuk membangun infrastruktur atau mengembangkan lini usaha.
Di sinilah peran penting BUMDes. Pandemi Covid-19 memang mengakibatkan sejumlah BUMDes mati suri. Kementerian Desa dan PDTT mencatat 37.286 BUMDes yang aktif sebelum pandemi Covid-19. Namun, sejak pandemi yang meluluhlantakkan perekonomian, tinggal 10.600 BUMDes yang masih aktif. Pemerintah tengah merevitalisasi peran BUMDes.
Baca juga: Geliatkan Ekonomi dan Bantuan Sosial, Jejaring BUMDes Diperkuat
BUMDes, dengan sokongan dana desa, bisa menjadi mesin pemulihan perekonomian di desa. Syaratnya, tata kelola yang benar dan kualitas sumber daya manusia yang tepat. Untuk itu, perlu peran pemerintah pusat dan daerah dengan menggandeng institusi pendidikan tinggi atau lembaga swadaya masyarakat.
BUMDes, dengan sokongan dana desa, bisa menjadi mesin pemulihan perekonomian di desa.
Melalui pelatihan kewirausahaan dan pemasaran serta peningkatan mutu sumber daya manusia, segala potensi dan sumber daya di desa bisa menjadi modal kebangkitan desa menjadi maju dan mandiri. Tak ada yang tak mungkin. Desa bisa menjadi benteng bagi ketahanan pangan nasional, sumber kemandirian energi, dan tujuan kehidupan yang lebih baik untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan.