Sanksi Tegas bagi Pelaku Industri yang Lalai Protokol Kesehatan Dibutuhkan
Ketidakterbukaan sejumlah pelaku industri di Karawang dalam melaporkan kasus Covid-19 di lingkungannya memicu penularan kian meluas. Sanksi tegas diperlukan agar pelaku usaha tidak mengabaikan keselamatan karyawan.
Oleh
MELATI MEWANGI
·4 menit baca
KARAWANG, KOMPAS — Ketidakterbukaan sejumlah pelaku industri di Karawang, Jawa Barat, dalam melaporkan kasus Covid-19 di lingkungannya memicu penularan yang kian meluas. Sanksi tegas yang memberikan efek jera diperlukan agar pelaku usaha tidak mengabaikan keselamatan karyawan.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Karawang Ahmad Suroto, Minggu (10/1/2021), mengatakan, kluster industri masih jadi penyumbang terbesar lonjakan kasus Covid-19 di Karawang. Masih banyak pelaku industri yang menutup-nutupi kemunculan kasus kepada dinas kesehatan dan tim satuan tugas penanganan Covid-19 Karawang karena berbagai hal, antara lain kekhawatiran pabrik ditutup hingga keterbatasan anggaran.
Biaya pemeriksaan tes usap tenggorokan hingga sewa tempat isolasi mandiri sejumlah karyawan perusahaan yang terpapar Covid-19 menjadi tanggungan perusahaan. ”Pembiayaan seperti itu jangan dihitung untung atau rugi oleh perusahaan, ini perihal keselamatan pekerja. Nyawa mereka lebih utama dari sekadar urusan bisnis,” ucap Suroto. Kesehatan dan keselamatan karyawan harus dijamin oleh perusahaan.
Saat ini ada sekitar 680 dari total 954 industri yang mengajukan izin beroperasi pada masa adaptasi kebiasaan baru di Karawang. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan pada Juli 2020, yakni sekitar 480 industri. Semakin banyak industri yang beroperasi rentan memicu terbentuknya kluster baru dari kegiatan produksi jika tak diikuti dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.
Beberapa kali, kasus positif pada suatu industri baru diketahui setelah tim satgas menyidak ke lokasi. ”Ketika sidak ternyata jumlah karyawan yang terkonfirmasi sudah puluhan orang. Mereka tidak pernah melaporkan kepada kami. Ini yang menghambat tim satgas melakukan tracing karena lewat masa inkubasi,” katanya.
Suroto mendorong agar setiap pelaku industri bersikap jujur dalam melaporkan kondisi sesungguhnya di lapangan. Tanpa penanganan yang cepat, kegiatan produksi justru bisa terhambat karena kian banyak karyawan yang terpapar.
Pada Jumat (8/1/2021), Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana mendatangi sebuah perusahaan kopi bubuk kemasan di Kawasan Industri Surya Cipta, Karawang. Dalam sidak tersebut, Cellica menegur pelaku industri karena mereka tidak segera melaporkan kasus Covid-19 di lingkungan perusahaan.
Ketika dilakukan sidak, ternyata jumlah karyawan yang terkonfirmasi sudah puluhan orang. (Ahmad Suroto)
Tercatat sejak November 2020, ada 71 karyawan yang terpapar Covid-19. Mayoritas karyawan melakukan isolasi mandiri di rumah. Cellica meminta agar perusahaan bertanggung jawab untuk memastikan karyawannya mendapatkan perawatan.
Minimnya koordinasi antara pengelola perusahaan dan satgas Covid-19 berulang kali terjadi di Karawang. Ketika ada kasus positif, perusahaan tidak segera melaporkan kepada pihak terkait. Mereka justru melakukan penelusuran mandiri dan mengambil keputusan sepihak. Padahal, penelusuran kontak erat harus dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah kian banyak orang yang terpapar.
Data kasus terkonfirmasi Covid-19 di lingkungan perusahaan menjadi bagian dari informasi publik yang berhak diketahui warga. Informasi tersebut menjadi sirene bagi masyarakat yang pernah kontak langsung dengan pekerja di perusahaan tersebut sehingga mereka bisa isolasi mandiri atau tes mandiri.
Pengamat ekonomi dari Universitas Pasundan Bandung, Acuviarta Kartabi, menilai, perusahaan yang mengabaikan protokol kesehatan demi keselamatan karyawannya harus diberi sanksi yang tegas melalui regulasi yang diatur oleh gubernur/wali kota/bupati.
Sejauh ini, ketentuan dalam peraturan gubernur Jawa Barat hanya sebatas aturan buka dan menutup industri jika ada kasus Covid-19 hingga aturan kapasitas layanan. Aturan terkait pencegahan dan penanganan pada kluster Covid-19 di industri atau sektor ekonomi harus lebih spesifik.
”Regulasi dan kebijakan pemerintah seharusnya sudah masuk pada aspek pencegahan, tidak hanya sebatas imbauan dan penanganan/penindakan,” katanya.
Acuviarta menilai, dalam membuat kebijakan pengendalian Covid-19 untuk sektor usaha, pemerintah tidak hanya berfokus dari sisi penindakan, tetapi juga aspek pencegahan. Aspek pencegahan diwujudkan melalui keterlibatan pemerintah dalam mempermudah implementasi protokol kesehatan di sektor usaha. Misalnya, penyediaan tes cepat dengan harga terjangkau/gratis dan pelaporan harian kondisi implementasi protokol kesehatan di sektor usaha.
”Sayangnya, pemerintah sering melihat di hilir saja, tanpa melihat subsidi pelaksanaan protokol kesehatan di hulu (sektor usaha) adalah bagian dari upaya memulihkan ekonomi. Sebab, tidak ada pemulihan ekonomi tanpa keberhasilan penanganan Covid-19 di sektor entitas ekonomi,” kata Acuviarta.
Implementasi protokol kesehatan di dalam industri juga harus diatur lebih spesifik, terutama pada usaha yang melibatkan banyak tenaga kerja, seperti industri manufaktur dan usaha yang mencakup mobilitas transaksi konsumen dalam jumlah yang relatif banyak.
Saat ini, biaya apa pun yang dikeluarkan perusahaan sangat berpengaruh, sedangkan di sisi lain permintaan masih belum banyak kemajuan. Oleh karena itu, konsekuensi menekan biaya produksi bagi perusahaan berhubungan dengan pilihan menghindari biaya-biaya terkait protokol kesehatan.