Harga karet di pasar dunia kini mencapai 1,57 dollar AS per kg, naik 43 persen ketimbang April 2020 yang anjlok hingga 1,08 dollar AS. Di tingkat petani, harga karet tergeret naik dari Rp 6.000 menjadi Rp 9.000 per kg.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Harga karet remah di pasar dunia terus meningkat dan kini mencapai 1,57 dollar Amerika Serikat per kilogram, naik 43 persen dibandingkan dengan April 2020 yang anjlok hingga 1,08 dollar AS. Di tingkat petani, harga karet ikut tergeret naik dari Rp 6.000 menjadi Rp 9.000 per kilogram. Petani kini mulai bergairah menyadap karetnya.
”Kenaikan harga karet terjadi karena permintaan yang semakin meningkat setelah industri di negara tujuan ekspor utama mulai menggeliat pascadidistribusikannya vaksin Covid-19. Selain itu, kenaikan harga karet juga dipengaruhi mulai naiknya harga minyak mentah,” kata Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia Sumatera Utara Edy Irwansyah, Jumat (8/1/2021).
Edy mengatakan, harga karet jenis TSR (Technical Speciefied Rubber) 20 di bursa komoditas Singapura (Sicom) saat ini mencapai 1,57 dollar AS per kilogram. Bahkan, untuk harga di pasar spot (tanpa kontrak berjangka) mencapai 1,66 dollar AS. Harga karet pada awal tahun ini membaik dibandingkan dengan tahun 2020 yang terjun bebas karena pandemi Covid-19.
Edy mengatakan, pandemi Covid-19 sangat memukul industri karet nasional karena harga sempat jatuh dan volume ekspor yang turun. Harga rata-rata sepanjang 2020 hanya sekitar 1,31 dollar AS per kilogram, menurun 6,3 persen dibandingkan dengan harga rata-rata 2019 yang mencapai 1,40 dollar AS. Harga paling rendah terjadi pada April yang anjlok hingga 1,08 dollar AS per kilogram.
Volume ekspor karet remah Sumut pada periode Januari-November 2020 hanya sekitar 346.984 ton, menurun 7,6 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni 375.720. Volume ekspor bulanan sempat anjlok mendekati 50 persen pada April hingga Juni.
Kinerja ekspor pun dapat diperbaiki setelah pintu pelabuhan di beberapa negara dibuka kembali dan industri mulai menggeliat. Ekspor membaik sejak Juli dan menutupi kekurangan selama tiga bulan sebelumnya. Edy pun memperkirakan harga karet remah tahun 2021 akan terus membaik seiring dengan naiknya permintaan, tetapi belum bisa diimbangi dengan kenaikan pasokan.
Kembali menyadap
Di tingkat petani, harga karet pun terus merangkak naik dari sekitar Rp 6.000 per kilogram menjadi Rp 9.000. Kenaikan harga pun membuat petani semakin bergairah menyadap tanaman karet yang sempat dibiarkan terbengkalai tidak disadap karena harga yang tidak menguntungkan.
Perbaikan harga karet juga mereka dapat setelah mengolah karet dengan baik sehingga kualitasnya meningkat.
Ketua Kelompok Tani Mbuah Page Sungkunen Tarigan mengatakan, kelompok mereka kini bisa mengumpulkan 3 ton karet per minggu dari para anggotanya di Desa Kuta Jurung, Kecamatan Sinembah Tanjung Muda Hilir, Kabupaten Deli Serdang. ”Saat harga karet rendah, kami hanya bisa mengumpulkan sekitar 1 ton karet per minggu,” kata Sungkunen.
Sungkunen mengatakan, perbaikan harga karet juga mereka dapat setelah mengolah karet dengan baik sehingga kualitasnya meningkat. Petani biasanya menggumpalkan karet dengan bahan yang menurunkan kualitas, seperti tawas, urea, dan cuka. Kini mereka pun menggantinya dengan penggumpal yang lebih baik, yakni asam semut atau asap cair.
Karet juga dibersihkan sehingga tidak ada bahan pengotor. Karena sudah berkelompok, mereka pun bisa menjual langsung bahan olah karet ke pabrik tanpa perantara dan tengkulak. ”Harga karet dari kelompok kami selalu lebih tinggi Rp 2.000 per kilogram dibandingkan dengan harga pasar setelah ada pelatihan pengolahan karet dari Gapkindo Sumut,,” kata Sungkunen.
Sungkunen mengatakan, hasil karet kini mulai bisa dinikmati petani. Dengan produksi rata-rata 80 kilogram per minggu, setiap keluarga mendapat hasil penjualan sekitar Rp 720.000 per minggu. Namun, hasil itu masih harus dibagi dua dengan penyadap.
Sungkunen pun berharap harga karet bisa terus naik agar petani semakin bergairah. Dengan harga saat ini, masih banyak kebun karet yang terbengkalai tidak disadap. Hal itu karena banyaknya tenaga penyadap karet yang beralih profesi untuk mendapat penghasilan yang lebih baik.