Reformasi pengaturan sistem pembayaran dinilai mendesak seiring perkembangan ekonomi dan keuangan digital. Tren pemanfaatan digital terus meningkat, kegiatannya makin kompleks, dan model bisnisnya makin variatif.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bank Indonesia mereformasi pengaturan sistem pembayaran yang selama ini berlaku. Reformasi ditempuh untuk mengoptimalkan inovasi serta memitigasi risiko perkembangan ekonomi dan keuangan digital.
Reformasi pengatuan sistem pembayaran Indonesia tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 22/23/PBI/2020 tentang Sistem Pembayaran yang terbit pada 30 Desember 2020. Payung hukum reformasi sistem pembayaran Indonesia tersebut mulai berlaku pada 1 Juli 2021.
Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Filianingsih Hendarta menyatakan, reformasi pengaturan sistem pembayaran mendesak seiring perkembangan ekonomi dan keuangan digital. Tren pemanfaatan digital terus meningkat, kegiatannya semakin kompleks, dan model bisnisnya bervariasi.
”Berbagai inovasi muncul dari perkembangan ekonomi dan keuangan digital. Namun, inovasi itu pasti dibarengi dengan risiko yang harus dimitigasi,” ujar Filianingsih.
Secara umum ada enam pokok reformasi sistem pembayaran dalam PBI 22/23/PBI/2020, yakni terkait kebijakan bagi penyelenggaran sistem pembayaran; kepemilikan dan pengendalian domestik; penyelenggaraan sistem pembayaran; penguatan fungsi uji coba inovasi teknologi sistem pembayaran; data dan informasi terintegrasi; serta, ketentuan peralihan.
Filianingsih mengatakan, reformasi sistem pembayaran didasarkan pada pendekatan berbasis aktivitas dan risiko. Tidak diberlakukan sama terutama untuk akses kebijakan dan penyelenggaraan sistem pembayaran serta pengawasan oleh BI. Pengaturan yang baru juga mengedepankan prinsip berbasis regulasi dan mendorong optimalisasi penguatan fungsi.
Penerbitan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 22/23/PBI/2020 akan ditindaklanjuti dengan penyusunan peraturan pelaksanaan reformasi yang lebih detail. Peraturan pelaksana akan terbit bertahap sampai sebelum PBI 22/23/PBI/2020 yang berlaku mulai 1 Juli 2021. Adapun peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam PBI 22/23/PBI/2020.
”PBI 22/2020 tidak mengatur detail karena sebagai payung kebijakannya. Namun, PBI 22/2020 menyediakan cantolan bila perlu diatur lebih detail,” kata Filianingsih.
Cetak biru 2025
Filianingsih menambahkan, reformasi pengaturan sistem pembayaran termasuk dalam salah satu implementasi Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025. Cetak biru sistem pembataran itu akan mengintegrasikan pengaturan, perizinan, pengawasan, dan pelaporan yang diawali dengan reformasi pengaturan sistem pembayaran.
Secara umum, reformasi pengaturan sistem pembayaran Indonesia diarahkan untuk menata kembali struktur industri sistem pembayaran dan memayungi ekosistem penyelenggaraan sistem pembayaran secara menyeluruh sejalan dengan perkembangan ekonomi dan keuangan digital.
”BSPI adalah solusi integratif yang akan menjadi navigasi sistem pembayaran era digital untuk mendorong ekonomi dan keuangan digital dan meningkatkan inklusi keuangan,” kata Filianingsih.
Sebelumnya, Managing Director Chief Financial Officer PT Bank Central Asia Tbk Vera Eve Lim mengemukakan, ruang diskusi antara regulator dan pemangku kebijakan mesti ada. Sistem pembayaran menjadi salah satu regulasi BI yang dibutuhkan perbankan saat ini, apalagi saat ini transaksi digital semakin krusial.
”Proporsi transaksi di mobile dan internet banking mencapai 75 persen. Kondisi ini berbeda dengan sepuluh tahun lalu yang masih didominasi transaksi melalui mesin anjungan tunai mandiri (ATM), yaitu 70 persen,” katanya.