Investor milenial menyerbu pasar modal Indonesia. Mereka memanfaatkan kemudahan berinvestasi menggunakan platform digital. Jika jumlahnya melimpah, mereka bisa menyerap emisi besar yang masuk ke pasar modal.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
Sepanjang 2020, pasar saham ikut lesu sejalan dengan konsumsi domestik yang lesu akibat pandemi Covid-19. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang 2020 terkoreksi 5,09 persen. Namun, di tengah penurunan kapitalisasi pasar modal, bursa saham mendulang pertumbuhan jumlah investor yang signifikan.
Adaptasi kebiasaan baru selama pagebluk membuat kegiatan pegiat investasi di kanal digital menjadi semarak. Ruang literasi finansial kian terbuka, dekat, dan melimpah.
Dampak kanal digital signifikan. Per akhir 2020, jumlah investor di pasar modal Indonesia yang tercatat dalam sistem identifikasi investor tunggal (SID) pada PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencapai 3,87 juta investor.
Penambahan jumlah investor tersebut mengakumulasi pertumbuhan investor hingga 800 persen dalam lima tahun terakhir. Per akhir 2016 ada 433.607 investor.
Dari jutaan investor pasar modal yang terdaftar saat ini, investor ritel mendominasi, dengan jumlah 3,8 juta investor ritel. Adapun jumlah investor institusi sekitar 70.000 investor.
Dari jutaan investor pasar modal yang terdaftar saat ini, investor ritel mendominasi, dengan jumlah 3,8 juta investor ritel
Yang luar biasa, pasar modal diserbu anak-anak muda. Dari 3,87 juta investor, lebih dari separuhnya atau 54,79 persen adalah investor berusia di bawah 30 tahun.
Menurut data KSEI, lebih dari 50 persen investor memiliki rekening investasi pada agen penjual teknologi finansial. Penggunaan platform digital tersebut sejalan dengan karakteristik investor pasar modal yang terus bergerak ke arah usia muda.
Dari sisi nilai, pasar modal masih didominasi investor individu berusia di atas 60 tahun. Jumlahnya memang kecil, hanya 4,26 persen dari total investor. Namun, nilai asetnya Rp 241,8 triliun. Secara keseluruhan, investor individu domestik kini memiliki total aset Rp 476,76 triliun di pasar modal.
Akselerasi pertumbuhan jumlah investor domestik dalam beberapa waktu terakhir adalah buah dari kerja keras pelaku pasar. Salah satu pelaku pasar, yakni sekuritas dan manajer investasi, dalam beberapa tahun terakhir agresif mengedukasi masyarakat tentang investasi di pasar modal. Edukasi ini dikemas dengan konsep yang relevan dengan investor muda.
Strategi pemanfaatan saluran digital, seperti media sosial, aplikasi pada gawai, ataupun seminar secara dalam jaringan terbukti efektif menjaring calon investor dari generasi milenial. Namun, strategi ini tidak akan berjalan mulus apabila tidak dibarengi beragam inovasi produk dan layanan yang memudahkan transaksi.
Harus diakui, selama ini keterbatasan inovasi dan jejaring merupakan problem paling kritis dari upaya penetrasi pasar modal ke segmen ritel, terutama dalam menjangkau kelas menengah dan milenial di dalam negeri.
Pertumbuhan yang solid dalam lima tahun terakhir patut diapresiasi. Yang menjadi pertanyaan, apakah investor ritel yang kini mendominasi pasar modal mampu menyerap emisi jumbo yang akan digalang di pasar modal pada 2021?
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan, penggalangan dana di pasar modal pada 2020—antara lain, berupa skema penawaran saham perdana, penerbitan obligasi, penawaran umum terbatas atau hak memesan efek terlebih dahulu—mencapai Rp 118,7 triliun. Pada 2021, otoritas menargetkan penggalangan dana mencapai Rp 180 triliun.
Apakah investor ritel yang kini mendominasi pasar modal mampu menyerap emisi jumbo yang akan digalang di pasar modal pada 2021?
Emisi jumbo yang diterbitkan pasar modal pada tahun ini bisa terserap optimal oleh investor domestik jika rasio keterlibatan masyarakat Indonesia untuk berinvestasi di pasar modal bisa ditingkatkan. Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia, kita masih tertinggal. Rasio keterlibatan masyarakat Indonesia yang berinvestasi di pasar modal masih kurang dari 5 persen, sedangkan Malaysia 9 persen dan Singapura 26 persen.
Emisi jumbo yang diterbitkan pasar modal pada tahun ini bisa terserap optimal oleh investor domestik jika rasio keterlibatan masyarakat Indonesia untuk berinvestasi di pasar modal bisa ditingkatkan.
Padahal, jumlah kalangan milenial di segmen kelas menengah Indonesia sedikitnya 45 juta jiwa. Ruang untuk menggenjot penambahan jumlah investor masih besar.
Upaya pemangku kepentingan pasar modal yang masif mengedukasi masyarakat serta meningkatkan sarana dan prasarana digital dapat terus berlanjut sehingga jumlah investor domestik dari kelompok usia muda terus bertambah. Dengan demikian, emiten dan calon emiten tidak akan khawatir emisi jumbo yang akan mereka terbitkan tidak terserap. Keberadaan investor dengan nilai ”receh” tidak lagi menjadi soal selama jumlahnya melimpah.