Pemerintah belum punya strategi yang jelas untuk penggunaan bahan bakar minyak ramah lingkungan. Kendati ada aturan mewajibkan, bahan bakar minyak yang kotor masih dijual di pasaran.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kendati belum ada kejelasan lebih detail tentang rencana penggunaan bahan bakar minyak yang ramah lingkungan, pemerintah memastikan hal tersebut akan diterapkan secara bertahap. Indonesia masih menjual bahan bakar dengan oktan rendah, seperti jenis premium dan pertalite, yang sebenarnya tak memenuhi syarat batas baku mutu emisi kendaraan. Selain itu, varian jenis bahan bakar minyak di Indonesia terlalu banyak.
Kewajiban menggunakan BBM ramah lingkungan diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, Kategori N, dan Kategori O. Dalam aturan penggunaan BBM bagi kendaraan roda empat itu, RON minimal yang dipersyaratkan adalah 91. Produk BBM di Indonesia yang memenuhi kriteria itu adalah jenis pertamax dengan RON 92.
”Program ini (penggunaan BBM ramah lingkungan) akan dilaksanakan secara bertahap dan dengan strategi khusus ke depan. Kami tetap berkomitmen untuk pengurangan emisi gas buang sesuai dengan aturan yang diterbitkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, Kamis (7/1/2021), dalam paparan kinerja Kementerian ESDM secara virtual.
Hanya saja, Arifin tidak menjelaskan lebih gamblang dengan yang ia maksud pelaksanaan secara bertahap tersebut. Namun, ia menegaskan bahwa pemerintah tetap akan melaksanakan target pengurangan gas CO2 sesuai dengan kesepakatan dalam Persetujuan Paris 2015.
Produk BBM di Indonesia yang memenuhi kriteria ramah lingkungan adalah jenis pertamax dengan RON 92 dan di atasnya.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin telah berulang kali merekomendasikan pemerintah untuk berkomitmen memperbaiki kualitas udara. BBM dengan kandungan sulfur tinggi sebaiknya tidak lagi dijual di pasaran. Ia menyebut sejumlah jenis BBM yang tak ramah lingkungan tersebut, yaitu premium, pertalite, solar CN 48, dan dexlite.
”Selain berdampak pada udara yang kotor, pemakaian BBM tak ramah lingkungan sebenarnya merusak mesin kendaraan itu sendiri. Selain itu, ragam BBM di Indonesia sebaiknya disederhanakan, tidak perlu banyak ragam seperti yang ada saat ini,” ucap Ahmad.
Saat ini, premium dan solar bersubsidi masih dijual di pasaran dengan harga masing-masing Rp 6.450 per liter dan Rp 5.150 per liter. Selain kedua jenis BBM tersebut, dijual pula BBM lain, yaitu pertalite (RON 90), pertamax (RON 92), dan pertamax turbo (RON 95). Di kelompok solar dijual dexlite dan pertamina dex.
Dalam webinar tentang rencana aksi 2021 mewujudkan langit biru Indonesia yang diselenggarakan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Jumat (11/12/2020), Direktur Pengendalian dan Pencemaran Udara pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dasrul Chaniago mengatakan, penggunaan BBM yang lebih ramah lingkungan sudah menjadi keharusan. Bahkan, kebijakan ini sudah digagas sejak 1996 kendati realisasinya hingga kini masih tersendat.
Dari catatan Kementerian LHK, jumlah stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU) yang menjual BBM dengan RON 95 baru ada 1.058 unit dari total SPBU di Indonesia yang sebanyak 5.752 unit.
”Salah satu sebabnya adalah harga BBM yang ramah lingkungan, yaitu RON 92, lebih mahal ketimbang RON 88 (premium). Hal itu berakibat masyarakat masih membeli (premium) meskipun teknologi kendaraan sekarang tidak sesuai lagi dengan BBM bertimbal, seperti premium,” kata Dasrul.
Penyebab lainnya, imbuh Dasrul, ketersediaan BBM yang ramah lingkungan belum memadai. Dari catatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, jumlah stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU) yang menjual BBM dengan RON 95 baru ada 1.058 unit dari total SPBU di Indonesia yang sebanyak 5.752 unit. Adapun pangsa pasar BBM yang belum memenuhi standar, seperti premium dan pertalite dengan RON 91, mencapai 88 persen.
Dalam sambutan pada acara tersebut, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi membenarkan bahwa transportasi darat, seperti sepeda motor dan mobil, adalah penyumbang pencemaran udara terbesar. Sekitar 60 persen pencemaran udara di Indonesia disebabkan kendaraan yang memakai BBM dengan oktan rendah. Salah satu usaha Kementerian Perhubungan untuk menurunkan pencemaran adalah dengan menyediakan infrastruktur transportasi massal.