Dunia sedang bergerak ke penggunaan energi ramah lingkungan, tak terkecuali di sektor transportasi. Harus ada peta jalan yang jelas di Indonesia untuk pengembangan kendaraan listrik.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
Sejumlah negara dilaporkan bakal berhenti memproduksi atau menjual kendaraan berbahan bakar minyak. Semua akan beralih ke kendaraan listrik atau setidaknya hybrid yang bermotor ganda, yaitu dengan bahan bakar minyak dan listrik. Indonesia belum akan menggunakan kendaraan listrik sepenuhnya.
Dalam beberapa laporan media, Norwegia dan Belanda hanya akan menjual kendaraan listrik mulai 2025. Jerman dan India melakukan hal yang sama mulai 2030. Demikian pula produsen kendaraan di Swedia yang hanya akan memproduksi kendaraan listrik pada 2030. Sementara Inggris melarang penjualan kendaraan nonlistrik setelah 2030.
Kenapa beralih ke kendaraan listrik? Pencemaran udara. Pembakaran bahan bakar minyak (BBM) yang menghasilkan gas buang pada kendaraan dianggap sebagai biang pencemaran udara. Kementerian Perhubungan mencatat bahwa 60 persen zat pencemar udara di Indonesia dihasilkan dari asap knalpot kendaraan di jalan raya.
Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa 9 dari 10 orang di dunia menghirup udara tercemar. WHO memperkirakan kematian akibat paparan udara tercemar mencapai 7 juta jiwa setiap tahun. Lebih dari 90 persen kematian terkait polusi udara terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah, terutama di Asia dan Afrika. Kemudian diikuti oleh negara berpenghasilan rendah dan menengah di kawasan Mediterania Timur, Eropa, dan Amerika.
WHO memperkirakan kematian akibat paparan udara tercemar mencapai 7 juta jiwa setiap tahun.
Kembali ke Indonesia. Jumlah kendaraan bermotor di Indonesia, menurut data Badan Pusat Statistik, sebanyak 146,8 juta pada 2018 atau hampir separuh populasi Indonesia. Dalam setiap tahun, rata-rata ada penambahan hampir 10 juta kendaraan bermotor. Bisa dibayangkan berapa juta liter setiap tahun BBM yang harus dibakar di Indonesia.
Selain itu, mutu BBM di Indonesia yang rendah turut berkontribusi terhadap pencemaran udara. BBM dengan oktan rendah, seperti RON 88 dengan nama pasar premium dan RON 90 dengan nama pasar pertalite, adalah jenis BBM yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia. Kedua jenis BBM kotor tersebut berharga lebih murah ketimbang BBM yang lebih bersih, seperti RON 92 dengan nama pasar pertamax.
Padahal, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menerbitkan peraturan bernomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, Kategori N, dan Kategori O. Dalam aturan penggunaan BBM bagi kendaraan roda empat itu, RON minimal yang dipersyaratkan adalah 91. Produk BBM di Indonesia yang memenuhi kriteria itu adalah jenis pertamax.
Lantaran faktor harga yang menyebabkan kebijakan tersebut di atas tak dijalankan. Masyarakat masih menganut pragmatisme, yaitu harga BBM yang murah yang menjadi pilihan kendati kotor. Dengan demikian, cukup jelas bahwa harga BBM menjadi pertimbangan utama ketimbang mutu BBM itu sendiri.
Masyarakat masih menganut pragmatisme, yaitu harga BBM yang murah yang menjadi pilihan kendati kotor.
Oleh karena itu, tak salah apabila pemerintah mendorong percepatan penggunaan kendaraan listrik di Indonesia. Dalam acara peluncuran secara virtual kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB), Kamis (17/12/2020), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif menyampaikan, target operasi kendaraan listrik di Indonesia sebanyak 15 juta unit pada 2030. Jumlah tersebut terdiri dari 2 juta roda empat dan 13 juta roda dua.
Pemerintah terus menyiapkan infrastruktur pendukung kendaraan listrik di dalam negeri, seperti memperbanyak berupa stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) dan stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU). Pada 2025 nanti, target pemerintah adalah telah berdiri SPKLU sebanyak 2.400 titik dan SPBKLU sebanyak 10.000 titik.
SPKLU lebih mirip dengan stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU) saat ini. Kendaraan listrik jenis mobil yang kehabisan daya listrik bisa mengisi ulang daya tersebut di SPKLU dengan tarif tertentu. Sementara sepeda motor listrik yang kehabisan daya listrik pada baterai bisa menukarkan dengan baterai penuh daya di SPBKLU juga dengan harga tertentu.
Tak hanya infrastruktur, sudah saatnya pemerintah mendukung penuh pengembangan kendaraan listrik di dalam negeri, mulai dari urusan produksi kendaraan, baterai hingga dukungan fiskal. Kendaraan ramah lingkungan layak mendapat insentif. Infrastruktur yang mapan, industri yang kuat, dan kebijakan yang berpihak bisa menggantikan kendaraan berbahan bakar minyak di jalanan.