OJK Dorong Perbankan ”Hidupkan” Industri Kendaraan Listrik
Setelah Bank Indonesia memberlakukan penetapan uang muka 0 persen untuk kredit mobil listrik, Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan beberapa insentif bagi bank yang menyalurkan kredit untuk industri kendaraan listrik.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Otoritas Jasa Keuangan mendorong perbankan berpartisipasi membangun industri kendaraan listrik nasional. Upaya ini ditempuh dengan memberikan insentif bagi perbankan yang menyalurkan pembiayaan untuk para debitor, baik pembeli maupun pelaku industri hulu, kendaraan listrik.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Heru Kristiyana dalam surat edaran yang ditujukan ke direksi bank umum konvensional, Jumat (3/9/2020), menjelaskan, OJK memberikan beberapa insentif guna mendukung pengembangan kendaraan listrik nasional.
”(Langkah) Ini menjadi upaya OJK agar perbankan nasional berpartisipasi dalam pencapaian program percepatan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai yang dicanangkan pemerintah dalam Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019,” ujarnya.
Dalam surat edaran itu, OJK menyatakan bahwa penyaluran dana untuk debitor dengan tujuan pembelian ataupun pengembangan industri kendaraan listrik berbasis baterai akan dikategorikan sebagai pemenuhan ketentuan penerapan keuangan berkelanjutan.
Hingga akhir 2019, pencapaian nilai portofolio kategori kegiatan bisnis berkelanjutan mencapai Rp 763 triliun atau 14 persen dari total pembiayaan yang didistribusikan perbankan. Insentif OJK diharapkan mengerek capaian keuangan berkelanjutan di Indonesia.
Insentif selanjutnya adalah penyediaan dana untuk produksi kendaraan bermotor listrik beserta infrastrukturnya dikecualikan dalam perhitungan batas maksimum pemberian kredit (BMPK). Insentif ini diharapkan memacu pertumbuhan nilai penyaluran kredit perbankan.
BMPK adalah persentase maksimum penyediaan dana yang ditetapkan terhadap modal bank bagi penyediaan dana kepada pihak terkait serta modal inti bank bagi penyediaan dana kepada selain pihak terkait. Dalam aturan yang berlaku saat ini, BMPK untuk korporasi badan usaha milik negara (BUMN) adalah 30 persen dari modal inti bank. Sementara untuk korporasi swasta adalah 20 persen dari modal inti.
Selain itu, penilaian kualitas kredit untuk pembelian atau pengembangan industri hulu kendaraan bermotor listrik dengan plafon sampai Rp 5 miliar dapat hanya didasarkan atas ketepatan pembayaran pokok atau bunga. ”Insentif itu dapat menjaga penilaian dari kualitas aset bank umun yang menyalurkan pembiayaan kendaraan listrik,” ujar Heru.
Selain itu, batas risiko bagi penyaluran kredit untuk pembelian atau pengembangan industri hulu kendaraan listrik tidak perlu mencapai bobot 100 persen dalam perhitungan aset tertimbang menurut risiko (ATMR). Ketentuan batas risiko tersebut hanya dikenai bobot 75 persen dari ATMR.
”Sejumlah relaksasi aturan kredit untuk industri kendaraan listrik tersebut diharapkan bisa menopang Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan,” tutur Heru.
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) juga merelaksasi ketentuan uang muka kendaraan bermotor listrik dari 5 persen-10 persen menjadi 0 persen per 1 Oktober 2020. Relaksasi tersebut dinilai akan memberikan keleluasaan bagi bank ataupun lembaga pembiayaan dalam membiayai pembelian kendaraan bermotor.
Executive Vice President Consumer Loan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Ignatius Susatyo menilai kebijakan otoritas moneter dan keuangan itu akan berdampak positif bagi perbankan. Namun, dampaknya tahun ini tidak akan besar karena ada tantangan dari pasokan dan permintaan kendaraan listrik.
”Suplai mobil listrik saat ini tidak banyak, baru Tesla dan Hyundai. Sementara dari sisi permintaan, segmen pasar kedua mobil tersebut bukanlah masyarakat yang mempermasalahkan uang muka, terlihat dari harganya yang mahal,” ujarnya.
Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan (Imatap) Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika menilai, beragam upaya pemerintah dan otoritas keuangan untuk percepatan program kendaraan listrik selaras dengan tren dunia yang terus bergerak ke penggunaan kendaraan yang hemat energi dan ramah lingkungan.
”Kebijakan mengenai kendaraan listrik berkaitan erat dengan penyediaan infrastruktur, penelitian, pengembangan, regulasi untuk mendukung implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 yang terkait dengan sistem fiskal perpajakan yang akan mengacu pada tingkat emisi kendaraan,” ujarnya.