Seluruh pemangku kepentingan mesti duduk bersama untuk memadukan data gula nasional.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menjelang 2021, pemerintah mesti membenahi data neraca gula yang meliputi gula rafinasi dan konsumsi. Sejumlah persoalan, antara lain, potensi kebocoran gula rafinasi ke pasar konsumsi, penyerapan di tingkat petani yang tersendat, dan risiko kekurangan pasokan di tingkat industri, menunjukkan data komoditas gula yang tak terpadu.
Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Budi Hidayat berpendapat, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian mesti memadukan data neraca gula nasional. Dengan demikian, dapat diketahui secara pasti ketersediaan gula domestik dan kebutuhan impor pada tahun depan.
”Gula di pasar, produsen, dan pedagang mesti dihitung sehingga kita memperoleh angka pasokan akhir tahun yang menjadi stok awal 2021,” katanya saat dihubungi, Minggu (27/12/2020).
Budi memaparkan, berdasarkan data yang dihimpunnya, usulan rencana impor gula mentah untuk konsumsi sebanyak 646.944 ton. Usulan pengadaan untuk Januari-Mei 2021 itu mempertimbangkan data neraca gula. Namun, masih terbuka kemungkinan untuk evaluasi usulan tersebut.
Dengan demikian, dapat diketahui secara pasti ketersediaan gula domestik dan kebutuhan impor pada tahun depan.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian memperkirakan, kebutuhan gula untuk konsumsi rumah tangga sebanyak 2,82 juta ton dan produksinya 2,2 juta ton. Adapun menurut data Kementerian Perindustrian, kebutuhan gula kristal mentah untuk industri 3,3 juta-3,4 juta ton per tahun.
Becermin dari dinamika gula pada awal 2020, terutama menjelang Ramadhan-Lebaran, perhitungan kebutuhan konsumsi rumah tangga dan pasokan pada akhir tahun berdampak terhadap pembentukan harga. Saat itu, berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis, rata-rata harga gula nasional menyentuh Rp 18.400 per kilogram (kg).
Perhitungan kebutuhan konsumsi rumah tangga dan pasokan pada akhir tahun berdampak terhadap pembentukan harga.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia M Nur Khabsyin menyebutkan, penyerapan gula petani berdasarkan komitmen importir tersendat pada kisaran 10 persen. Padahal, kontrak penyerapan gula petani 496.000 ton.
Pada Juli 2020, sebanyak 12 importir gula mentah berkomitmen menyerap gula hasil panen petani pada musim giling tahun ini. Berdasarkan komitmen itu, harga yang ditetapkan Rp 11.200 per kg. Menurut Budi, penyerapan gula tersendat lantaran kesepakatan harga itu sulit tercapai di lapangan.
Nur menambahkan, petani gula juga menghadapi tekanan harga gula murah. Berdasarkan laporan yang ia terima, ada perusahaan yang menjual gula dengan harga Rp 10.705 per kg dan Rp 10.825 per kg.
Industri
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia Adhi S Lukman menyatakan, stok gula rafinasi sebagai bahan baku industri makanan minuman hanya cukup hingga Januari 2021. Dia berharap, pemerintah segera berkoordinasi dengan pemangku kepentingan agar persetujuan impor gula untuk kebutuhan industri dapat segera diterbitkan.