Rencana gasifikasi batubara menjadi dimetil eter sebaiknya harus melalui kajian yang matang dan akurat. Produk yang dihasilkan sebaiknya tidak menimbulkan subsidi baru untuk menggantikan elpiji.
Oleh
ARIS PRASETYO
·4 menit baca
Pemerintah melanjutkan program gasifikasi batubara menjadi dimetil eter atau DME kendati ada kontroversi. Produk DME berharga lebih mahal ketimbang harga elpiji saat ini sehingga berpotensi perlu disubsidi negara. Disediakan insentif royalti nol persen bagi perusahaan tambang batubara yang memproduksi DME.
DME adalah hasil olahan atau pemrosesan sedemikian rupa dari batubara berkalori rendah. DME memiliki sifat layaknya elpiji meski panas yang dihasilkan sedikit lebih rendah dari elpiji. Tujuan proyek ini mengurangi ketergantungan pada impor elpiji. Dari total konsumsi elpiji nasional, sekitar 70 persen diperoleh dari impor.
Pada 2019, dari 7,6 juta ton elpiji yang dikonsumsi di dalam negeri, sebanyak 5,7 juta ton diimpor PT Pertamina (Persero). Nilai impor tersebut mencapai 2,7 miliar dollar AS. Adapun konsumsi elpiji bersubsidi pada 2019 sebanyak 6,84 juta ton dan tahun ini diperkirakan mencapai 7 juta ton. Dengan konsumsi per tahun 6-7 juta ton, subsidi elpiji bisa lebih dari Rp 36 triliun per tahun. Pada 2018, subsidi elpiji mencapai Rp 58,1 triliun dan pada 2019 tak jauh beda, yaitu Rp 58 triliun.
Pemerintah bahkan sudah menetapkan proyek gasifikasi batubara menjadi DME sebagai proyek strategis nasional. Adalah PT Bukit Asam Tbk, salah satu BUMN, yang pertama kali menginisiasi proyek tersebut dengan menggandeng sejumlah perusahaan, seperti Pertamina dan Air Products. Air Products adalah perusahaan pemilik teknologi gasifikasi asal Amerika Serikat. Bukit Asam menargetkan proyek ini beroperasi komersial pada 2024 dengan produksi 1,4 juta ton DME.
DME disebut akan efektif apabila harga minyak di atas 60 dollar AS per barel dan harga batubara untuk bahan baku di bawah 20 dollar AS per ton.
Beberapa penelitian menyebutkan, biaya yang dikeluarkan DME dari hasil gasifikasi batubara lebih mahal ketimbang membeli elpiji. Kondisi itu berpotensi menimbulkan subsidi baru. DME disebut akan efektif apabila harga minyak di atas 60 dollar AS per barel dan harga batubara untuk bahan baku di bawah 20 dollar AS per ton.
Namun, pemerintah memiliki pandangan tersendiri. Enam poin dampak ekonomi gasifikasi batubara menjadi DME, versi pemerintah, adalah mengurangi impor elpiji sebanyak 1 juta ton per tahun lewat produksi 1,4 juta ton DME; menghemat cadangan devisa hingga Rp 9,7 triliun per tahun; menarik investasi asing senilai 2,1 miliar dollar AS; pemanfaatan batubara kalori rendah sebanyak 180 juta ton selama 30 tahun; penerimaan negara hingga Rp 800 miliar per tahun; serta penyerapan tenaga kerja 10.570 orang di tahap konstruksi dan 7.976 orang di masa operasi.
Untuk merangsang perusahaan tambang batubara melirik gasifikasi, pemerintah memberikan insentif royalti nol persen kepada perusahaan tersebut. Royalti nol persen diberikan terhadap volume batubara yang digunakan untuk gasifikasi. Sementara volume batubara yang tidak dipakai untuk proyek gasifikasi dikenai royalti sesuai ketentuan yang berlaku.
Sejatinya, bagaimana penelitian pemanfaatan DME untuk menggantikan peran elpiji? Badan Penelitian dan Pengembangan pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sudah menguji penggunaan DME di skala rumah tangga. Ada tiga tipe pengujian, yaitu tabung gas yang berisi 100 persen DME, tabung berisi 50 persen DME dan 50 persen elpiji, serta tabung dengan komposisi 20 persen DME dan 80 persen elpiji. Pengujian dilakukan di Palembang, Sumatera Selatan, dan di DKI Jakarta sejak akhir 2019 hingga awal 2020.
Waktu memasak menggunakan DME lebih lama 1,2 kali ketimbang menggunakan elpiji. Kesimpulan secara teknis adalah pemanfaatan DME bisa menggantikan elpiji.
Hasil uji terap menunjukkan, nyala api DME berwarna biru dan mudah dinyalakan dengan kompor khusus. Catatannya adalah waktu memasak menggunakan DME lebih lama 1,2 kali ketimbang menggunakan elpiji. Kesimpulan secara teknis adalah pemanfaatan DME bisa menggantikan elpiji.
Yang tak bisa diabaikan adalah ada catatan dari tim uji DME kemungkinan diperlukannya subsidi apabila DME benar-benar ditujukan untuk mengganti elpiji. Pasalnya, elpiji yang beredar di Indonesia berukuran 3 kilogram masih disubsidi negara. Saat ini, harga jual elpiji nonsubsidi sebesar Rp 12.500 per kilogram, sedangkan elpiji 3 kilogram dijual dengan harga subsidi Rp 4.750 per kilogram. Artinya, ada subsidi hampir Rp 8.000 per kilogramnya.
Bahkan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan di acara ”The 5th Save Indonesian Coal” yang digelar Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), 14 September 2020, menyatakan, gasifikasi batubara menjadi DME memerlukan kajian lebih lanjut. Kajian ini menyangkut keekonomian. Namun, tak ada masalah pada gasifikasi batubara menjadi metanol.
Apabila pemerintah yakin betul bahwa gasifikasi batubara menjadi DME benar-benar menguntungkan, tak ada salahnya program ini dijalankan dengan konsisten. Harus dibuktikan bahwa proyek ini bukan pemanis bagi perusahaan tambang batubara raksasa yang mendapat perpanjangan operasi dari pemerintah. Dan, juga bukan menciptakan ruang baru bagi para pemburu rente.