Pemprov NTT Perlu Lebih Tegas Menegakkan Aturan Pencegahan Covid-19
Pemprov Nusa Tenggara Timur harus lebih tegas menegakkan aturan dengan menerapkan sanksi hukum yang jelas bagi mereka yang melanggar protokol kesehatan, terutama saat berada di luar rumah dan memunculkan kerumunan.
Oleh
Kornelis Kewa Ama
·5 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur harus lebih tegas menegakkan aturan dengan menerapkan sanksi hukum yang jelas bagi mereka yang melanggar protokol kesehatan. Ketegasan ini penting untuk memutus mata rantai penyebaran virus korona, terutama pada liburan akhir tahun.
Direktur Rumah Sakit Kristen Imanuel, Waingapu, Sumba Timur, Danny Christian, di Kupang, Selasa (15/12/2020), mengatakan, laju penyebaran Covid-19 di Nusa Tenggara Timur sudah sangat mengkhawatirkan. Pada awal pandemi Covid-19, Maret-Agustus 2020, hanya ada 529 kasus. Sejak September hingga 14 Desember menjadi 1.559 kasus atau mengalami penambahan 1.030 kasus dalam kurun waktu 3 bulan 14 hari.
Lonjakan kasus di NTT, menurut Danny, mendorong pemprov, pemkab, dan pemkot untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh. Sikap yang segera mungkin diambil dan diterapkan, yakni penegakan aturan terkait dengan pencegahan dan pengendalian kasus bagi semua elemen masyarakat.
”Selama 10 bulan pandemi Covid-19, pemda hanya bisa mengimbau warga dari dalam kantor melalui media massa agar masyarakat mengenakan masker, mencuci tangan, menghindari kerumunan, dan menjaga jarak,” ujarnya.
Imbauan itu bisa dilakukan siapa saja, terutama orangtua, lembaga swadaya masyarakat, guru di sekolah, tokoh agama, dan sukarelawan peduli kesehatan. Setidaknya ada delapan aturan yang perlu ditegakkan dalam rangka mencegah penularan Covid-19.
Aturan itu, antara lain, Keppres Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 serta Perpres Nomor 52 Tahun 2020 tentang Pembangunan Fasilitas Observasi dan Penampungan dalam Penanggulangan Covid-19.
Lalu, Inpres Nomor 4 Tahun 2020 tentang Refocusing Kegiatan, Realokasi Anggaran, serta Pengadaan Barang dan Jasa dalam Rangka Percepatan Penanggulangan Covid-19. Juga Peraturan Pemerintah Nomor 21 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Percepatan Penanganan Covid-19.
Lihat saja pesta digelar di mana-mana, melibatkan ratusan orang datang berkerumun, baik di gedung maupun halaman rumah warga. Lonjakan kasus justru terjadi pada musim pesta, yakni September-November. Lalu, disambung dengan pilkada, Natal, dan Tahun Baru. (Danny Christian)
Semua payung hukum tersebut sudah dijabarkan oleh pemerintah daerah dalam bentuk prgub, perbub, dan perwali, tetapi implementasi di lapangan sangat lemah, bahkan tidak ada. Aturan-aturan ini hanya tertulis begitu saja di atas kertas dan alat digital.
”Lihat saja pesta digelar di mana-mana, melibatkan ratusan orang datang berkerumun, baik di gedung maupun halaman rumah warga. Lonjakan kasus justru terjadi pada musim pesta, yakni September-November. Lalu, disambung dengan pilkada, Natal, dan Tahun Baru,” kata Danny.
Kluster pilkada
Kluster pilkada sudah muncul, antara lain, di Waingapu, Sumba Timur. Calon bupati Sumba Timur, Umbu Lili Pekujawa, dan istri terkonfirmasi positif Covid-19. Selain itu, salah satu anggota tim sukses Umbu Lili pun terkonfirmasi positif Covid-19 sehingga jumlah kasus tiga dan satu lagi pelaku perjalanan dari Surabaya. Total kasus Covid-19 di Sumba Timur menjadi 39 orang. Sembuh 30 orang, 7 orang dirawat, dan 2 orang meninggal.
Ketua Yayasan ”Tukelakang” NTT Marianus Minggo mengatakan, pesta-pesta masih digelar di Kota Kupang, seperti Kelurahan Baumata, Kolhua, Belo, dan Fatukoa. Kebanyakan pesta wisuda dan ulang tahun dengan menghadirkan 50-100 undangan.
Ia mengatakan, peraturan wali kota (perwali) sudah jelas melarang orang menggelar pesta jenis apa pun. Namun, implementasi perwali ini tidak jalan.
”Semestinya Satgas Covid-19 bekerja sama dengan RT/RW dan satpol PP menegakkan aturan ini di lapangan. RT/RW bisa melarang pergelaran pesta it, karena paling tahu di wilayahnya ada acara. Realitanya, peran RT/RW tidak ada,” kata Minggo.
Setiap kelurahan telah terbentuk Satgas Covid-19. Namun, satgas ini tidak bekerja menjalankan tugas dengan baik, termasuk melarang orang menggelar pesta, mewajibkan masyarakat mengenakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan.
Mencegah dan menangani Covid-19 harus ada komitmen kuat dari pemimpin mulai dari gubernur, bupati, wali kota, camat, lurah, kepala desa, RT dan RW, tokoh agama, tokoh pemuda, hingga tokoh masyarakat. Masing-masing memiliki satu misi dan visi yang tegas serta jelas, mencegah dan menangani pandemi Covid-19 dengan cara-cara biasa hingga cara yang luar biasa.
”Sekarang di pasar-pasar tradisional di Kota Kupang, bahkan seluruh wilayah NTT, pedagang yang sehari-hari duduk berjualan di pasar, tidak lagi mengenakan masker dengan alasan sudah bosan dan repot. Padahal, mereka duduk dengan jarak hanya 30 sentimeter antarpedagang, belum lagi saat berpapasan di lorong yang sangat sempit, mereka saling bersenggolan anggota tubuh,” kata Minggo.
Persiapan Natal dan Tahun Baru, konsumen akan membeludak masuk-keluar pasar-pasar itu. Peluang terjadi penyebaran virus korona pun sangat terbuka.
Semestinya ada anggota Satgas Covid-19 yang bertugas memberikan peringatan kepada pedagang dan pengunjung di pasar itu agar mereka tetap menerapkan protokol kesehatan selama berada di dalam pasar.
Kluster pilkada, Natal, dan Tahun Baru bakal memperbanyak jumlah kasus Covid-19 di NTT, yang akan terungkap pada awal 2021. ”Lonjakan kasus bakal melejit. Kita lihat nanti,” kata Minggo.
Juru bicara Satgas Pencegahan dan Penanganan Covid-19 Nusa Tenggara Timur, Marius Ardu Jelamu, mengatakan, pihaknya segera menggelar pertemuan dengan tim Satgas Covid-19 bagaimana cara terbaik menghadapi pesta Natal dan Tahun Baru ini.
”Pertemuan ini juga termasuk mengevaluasi implementasi sejumlah peraturan penanggulangan Covid-19 di lapangan. Sejauh mana implementasinya, apa kendala dan bagaimana cara mengatasi ini,” kata Jelamu.
Data Covid-19 di NTT per 14 Desember 2020, total kasus 1.559 orang. Sembuh 831 orang, masih dirawat dan karantina 694 orang, dan meninggal 34 orang. Kota Kupang masih mendominasi kasus, yakni 704 orang, Manggarai Barat 132 kasus, Ende 115 orang, Manggarai 71 orang, dan kasus terkecil di Sabu Raijua serta Manggarai Timur, masing-masing 2 kasus.