PMI yang Disekap Agen di Malaysia Dipulangkan ke Daerah Asal
Delapan pekerja migran Indonesia atau PMI yang disekap agen di Sarawak, Malaysia, dipulangkan ke daerah asalnya, Minggu (13/12/2020). Selain disekap, gaji mereka tidak dibayar serta tidak diberi hak cuti.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·4 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Delapan pekerja migran Indonesia atau PMI yang disekap agen di Sarawak, Malaysia, dipulangkan ke daerah asalnya, Minggu (13/12/2020). Selain disekap, gaji mereka tidak dibayar, bahkan tanpa hak cuti.
Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Pontianak, Kalimantan Barat, Komisaris Besar Erwin Rachmat, Minggu (13/12), mengungkapkan, penyekapan PMI oleh agen di Malaysia tersebut diketahui Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Kuching, Sarawak, Malaysia, saat salah satu PMI menghubungi KJRI tanggal 14 November 2020. Dari informasi tersebut, KJRI berkoordinasi dengan pihak kepolisin Malaysia.
Para PMI tersebut akhirnya dibebaskan dari rumah agen yang menyekap mereka oleh KJRI bersama kepolisian Malaysia. ”Agen di Malaysia yang menyekap delapan PMI sudah diproses di Sawarak,” ujarnya.
Dari keterangan PMI, mereka bekerja tidak sesuai ketentuan. Para PMI tersebut tidak diberikan waktu cuti selama bekerja di Malaysia. Tindakan agen yang di Sarawak masuk dalam tindak pidana perdagangan orang.
Agen di Malaysia yang menyekap delapan PMI sudah diproses di Sawarak.
Pada Jumat (11/12), delapan PMI tersebut dipulangkan ke Tanah Air dan diantar KJRI, lalu diserahterimakan ke BP2MI Pontianak di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong, Kabupaten Sanggau. Selain membebaskan dan mengantar para PMI dari Malaysia, KJRI juga telah mengupayakan agar gaji para PMI tersebut dibayar.
”Dengan bantuan KJRI, gaji para PMI tersebut akhirnya dibayar oleh pihak agen,” ucapnya.
Delapan PMI tersebut kemudian difasilitasi ke Kota Pontianak dan beristirat di selter BP2MI. Pada Minggu sore, mereka dipulangkan dari Pontianak ke daerah asalnya. Kepulangan para PMI ke daerah asalnya difasilitasi BP2MI Pontianak.
Semua perempuan
Mereka berasal dari berbagai provinsi. Sebanyak 5 orang berasal dari Jawa Barat, 1 orang berasal dari Banten, 1 orang dari Nusa Tenggara Timur (NTT), dan 1 orang lagi berasal dari Pontianak. PMI tersebut semuanya perempuan.
BP2MI Pontianak juga telah berkoordinasi dengan Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Kalbar untuk mengejar agen di Pontianak yang memberangkatkan para PMI. Sebab, dari keterangan PMI, sebelum mereka diberangkatkan ke Sarawak pada 2018, mereka ditampung oleh seorang pelaku di Pontianak.
”Pelaku yang memberangkatkan para PMI tersebut sedang dikejar. Kasus tersebut terus didalami,” katanya.
PMI masuk ke Malaysia ada yang melalui jalur tidak resmi pada 2018. Selama di Malaysia, para PMI tersebut bekerja sebagai pembantu rumah tangga, ada juga yang bekerja di kedai dan warung makan di Sarawak.
Salah satu PMI yang berasal dari NTT, Maryam Syifa (29), mengungkapkan, ia berangkat ke Malaysia pada 2018 dengan beberapa rekannya karena desakan ekonomi. Mereka berangkat ke Malaysia karena agen di Indonesia mengatakan bahwa para PMI akan mendapatkan gaji tinggi.
Agen yang di Indonesia mengatakan PMI akan digaji sekitar 1.200 RM per bulan atau sekitar Rp 4 juta. Namun, saat tiba di Malaysia, mereka hanya menerima gaji 700 RM-800 RM. Fasilitas tempat tinggal juga tidak layak. Mereka tidur di lantai.
Agen yang memberangkatkan mereka juga memotong gaji PMI dua bulan saat mulai bekerja. Ada juga gaji PMI yang dipotong tiga hingga empat bulan. Belum lagi harus membayar kepada agen sebesar 1.400 RM untuk mengurus paspor. Selama bekerja di Malaysia, mereka tidak pernah mengirim uang ke keluarga.
Saat masuk ke Malaysia pada 2018, sebagian mereka melalui jalur tidak resmi dan sebagian melalui jalur resmi. ”Entah kenapa agen di Pontianak ada yang mengirim PMI melalui jalur tidak resmi, padahal ada paspor,” ungkap Maryam.
Menurut Maryam, mereka disekap agen di Malaysia karena tidak boleh berkomunikasi dengan orang lain. Agen di Malaysia tidak memperbolehkan PMI berbicara kepada orang lain. Para PMI juga hanya boleh keluar pada saat bekerja. Saat para PMI berangkat dan pulang bekerja, mereka dijemput agen.
”Selama di sana tidak ada kekerasan secara fisik. Kalau kekerasan mulut atau omongan ada,” kata Maryam.
Para PMI bisa menghubungi KJRI Kuching karena ada majikan salah satu PMI yang memberi uang kepada salah satu PMI. Uang tersebut dipergunakan PMI membeli telepon genggam. Dari situlah, mereka bisa menghubungi KJRI Kuching.
Kepala Seksi Perlindungan dan Pemberdayaan BP2MI Pontianak Andi Kusuma Irfandi menuturkan, bagi masyarakat yang ingin bekerja di luar negeri, hendaknya mewaspadai agen yang menawarkan kemudahan bekerja ke luar negeri. Jika hendak bekerja ke luar negeri, warga sebaiknya menghubungi BP2MI di daerahnya.