Target produksi gas di dalam negeri sebanyak 12 miliar kaki kubik per hari harus dibarengi dengan kesiapan infrastruktur. Tanpa itu, serapan gas akan menyisakan masalah di kemudian hari.
Oleh
ARIS PRASETYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Serapan gas bumi di dalam negeri berpotensi menjadi masalah apabila pembangunan infrastruktur gas tidak digenjot. Saat ini masih ada selisih lebar antara produksi gas di dalam negeri dan serapannya. Padahal, pemerintah memiliki target produksi gas bumi sebanyak 12 miliar kaki kubik per hari pada 2030 atau hampir dua kali lipat dari produksi sekarang.
Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan, produksi gas bumi Indonesia saat ini 7 miliar standar kaki kubik per hari dan serapan dalam negeri hanya 4 miliar standar kaki kubik per hari. Sisa dari produksi gas tersebut diekspor atau dilepas ke pasar tunai (spot). Pada 2030, produksi gas ditargetkan naik menjadi 12 miliar kaki kubik per hari seiring dengan rencana kenaikan produksi minyak menjadi 1 juta barel per hari.
Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara, Riset, dan Inovasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Montty Girianna mengatakan, tantangan industri gas dalam negeri adalah bagaimana meningkatkan permintaan gas itu sendiri. Selisih lebar antara produksi dan serapan gas di dalam negeri disebabkan infrastruktur gas yang tersedia masih minim. Hal ini memengaruhi rencana pembangunan infrastruktur gas.
”Masalah pembangunan pipa gas Cirebon-Semarang yang batal, itu lantaran pemenang tender menghadapi risiko komersial dan risiko pasokan gas, bukan hanya risiko konstruksi. Seharusnya, pemenang tender cukup membangun pipanya saja, sedangkan urusan pasokan menjadi tanggung jawab pemerintah,” kata Montty dalam webinar ”Oil and Gas Stakeholders Gathering 2020”, Rabu (9/12/2020).
Tantangan industri gas dalam negeri adalah bagaimana meningkatkan permintaan gas itu sendiri.
Terkait produksi gas bumi dan minyak, lanjut Montty, investor akan tertarik berinvestasi di Indonesia apabila wilayah kerja yang ditawarkan atau dilelangkan pemerintah memiliki data yang kuat. Masalahnya, usaha untuk memperoleh data valid dan lengkap tersebut terkendala oleh terbatasnya anggaran. Pencarian data lewat eksplorasi di bawah wewenang Badan Geologi Kementerian ESDM.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji menyatakan, pemerintah akan menjamin masalah pasokan gas. Apalagi, dari sisi pasokan tersedia dalam jumlah yang cukup. Cadangan dan sumber daya gas bumi Indonesia terbukti mencapai 62,4 triliun kaki kubik atau baru akan habis diproduksi untuk selama hampir 18 tahun.
Di satu sisi, Tutuka mengakui, pengembangan proyek lapangan gas di Indonesia akan berjalan tepat waktu apabila ada kepastian permintaan atau serapan pasar, khususnya dari sektor ketenagalistrikan, industri pupuk, dan petrokimia. Permintaan gas juga dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu harga gas dan ketersediaan infrastruktur gas.
”Pemerintah sudah menerbitkan kebijakan penurunan harga gas menjadi 6 dollar AS per MMBTU untuk industri tertentu, seperti industri keramik, baja, pupuk, kaca, sarung tangan, petrokimia, dan pembangkit listrik,” ucap Tutuka.
Sementara itu, Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil pada Kementerian Perindustrian Muhammad Khayam menuturkan, konsumsi gas untuk industri akan terus naik di masa mendatang. Tahun ini, konsumsi gas industri mencapai 2,4 miliar kaki kubik per hari dan diperkirakan naik menjadi 2,6 miliar kaki kubik per hari.
Selanjutnya, pada 2022 konsumsi gas tumbuh menjadi 3 miliar kaki kubik per hari. Lebih dari 50 persen gas bumi di dalam negeri digunakan sebagai bahan baku industri dan sisanya sebagai bahan bakar.
”Kebijakan penurunan harga gas sangat berdampak signifikan bagi industri, khususnya keramik, kaca, dan baja. Mereka sangat berterima kasih,” kata Khayam.
Permintaan gas juga dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu harga gas dan ketersediaan infrastruktur gas.
Sebelumnya, pemerintah didesak untuk mengambil alih proyek pembangunan jaringan pipa gas Cirebon-Semarang sepanjang 255 kilometer yang gagal. Pemenang lelang pembangunan jaringan pipa tersebut adalah PT Rekayasa Industri dan dijadwalkan dibangun pada Februari 2020 selama dua tahun.
Belakangan, anak usaha PT Pupuk Indonesia (Persero) itu menyatakan mundur dari proyek tersebut. Padahal, lelang pembangunan pipa dimenangi pada 2006.
Wakil Ketua Komite Industri Hulu dan Petrokimia pada Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Achmad Widjaja berpendapat, wajar apabila Rekind mengembalikan mandat pembangunan jaringan pipa Cirebon-Semarang. Pasalnya, proyek tersebut tidak ekonomis bagi Rekind dan sampai 50 tahun ke depan pun modal yang dikeluarkan Rekind tidak akan kembali.
”Proyek semacam ini, yakni infrastruktur pembangunan pipa gas, sebaiknya dieksekusi pemerintah, dalam hal ini PT Pertamina (Persero) berikut anak usahanya, seperti Pertamina Gas atau PGN. Kalau diserahkan ke investor (Rekind), tidak akan ekonomis atau menguntungkan,” katanya.