Sebagai komoditas unggulan, penjualan kopi masih terdampak pandemi Covid-19. Penyimpanan produk yang belum terserap dengan skema resi gudang menjadi salah satu pilihan.
Oleh
SHARON PATRICIA
·3 menit baca
Sebagai komoditas unggulan, kopi dalam masa pandemi Covid-19 masih terasa pahit bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah. Rendahnya permintaan otomatis berdampak pada rendahnya penyerapan produk kopi, bahkan dari tingkat petani.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah mencatat, pandemi Covid-19 menyebabkan 402.000 ton buah kopi tidak terserap di Kabupaten Bener Meriah, Aceh. Sebanyak 90 persen dari hasil produksi kopi di Bener Meriah ditujukan untuk ekspor.
Tak hanya di Aceh, Bimo Setiawan (40), pelaku usaha mikro di bidang kopi di Temanggung, Jawa Tengah, juga merasakan sulitnya penjualan kopi di masa pandemi Covid-19. Omzet dikatakan menurun lebih dari 80 persen selama pandemi.
”Awal-awal pandemi masih ada sekitar 2 pesanan setiap hari, tapi sekarang frekuensi pesanannya semakin jarang. Banyak kafe dan warung kopi yang tutup juga, otomatis pesanan jadi berkurang,” ujarnya saat dihubungi pada Rabu (9/12/2020).
Usaha dengan nama Kopi Nenek Moyang yang dirintisnya sejak 2017, kata Bimo, baru kali ini mengalami kemerosotan penjualan yang tajam. Penjualan dalam jaringan (daring atau online) yang dimulai bertepatan dengan hadirnya korona pun belum membuahkan hasil.
”Saya coba posting-posting saja setiap hari (produk kopi), tapi enggak ada yang pesan. Sebelumnya saya pasarkan dari mulut ke mulut, tapi karena kopi juga bukan kebutuhan utama, jadi mungkin orang-orang mikir buat beli kopi di masa pandemi,” ucap Bimo.
Petani yang menjadi pemasok utama biji kopi bagi usaha Bimo pun kesulitan. Penyerapan dan hasil kebun kopi menurun drastis.
Meski masih kesulitan dalam penjualan kopi, Bimo memanfaatkan peluang untuk meningkatkan kualitas melalui berbagai fasilitas sertifikasi. Salah satunya, sertifikasi halal yang saat ini sedang dalam proses.
Bimo berharap pada 2021 akan ada perbaikan dari penjualan produk kopi yang diproses dengan menggunakan bejana tanah liat. Pemerintah juga diharapkan dapat membantu mengembangkan potensi lokal yang ada.
”Sebagai masyarakat kecil, saya berharap pemerintah sadar akan potensi negeri sendiri. Kalau diolah secara serius, dipayungi hukum yang kuat, saya yakin potensi dari daerah dan negeri sendiri itu masih sangat layak untuk dijual, termasuk kopi,” kata Bimo.
Yafeth Steven Wetipo (32), pelaku usaha kopi di Jayapura, juga sempat mengalami penurunan omzet hingga lebih dari 50 persen. Namun, saat ini sudah mulai meningkat mencapai 80 persen dari kondisi normal.
”Sejak 2018 saya coba mempromosikan kopi Papua ini melalui Whatsapp Business, ternyata penjualannya jadi semakin luas. Sekarang sudah menjangkau Jakarta, Riau, hingga Makassar,” kata Yafeth.
Usaha dengan nama Highland Roastery yang ditekuni Yafeth selama empat tahun terakhir juga memberdayakan petani sekitar. Ada sekitar 10 petani di lima kabupaten di Jayapura yang menjadi pemasok.
”Saya berharap tempat saya ini bisa jadi tempat berbagi pengalaman yang menghasilkan teman-teman berjiwa wirausaha. Saat ini saya melihat ada sedikit tren ke arah sana, saya ingin menyadarkan bahwa kita juga bisa bersaing,” ucap Yafeth.
Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM Kementerian Koperasi dan UKM Riza Adha Damanik menyampaikan, untuk mendorong daya saing, pemerintah mengadakan program korporatisasi petani. Para penghasil produk pangan, yang awalnya orang per orang, kini digabungkan dalam basis koperasi.
”Harapannya ada kepastian volume, kualitas, keberlanjutan, dan standardisasi. Dengan basis koperasi, kami mulai memberikan prioritas dana bergulir yang ditujukan untuk pembiayaan koperasi, tidak lagi orang per orang,” kata Riza.
Program korporatisasi petani juga bertujuan meningkatkan serapan hasil produksi petani. Untuk itu, dalam program ini ada pula sistem resi gudang untuk menyimpan hasil produk pertanian yang belum dapat terserap pasar.
”Misalnya, untuk 402.000 ton kopi di Bener Meriah, hasillnya dapat disimpan dahulu atau kita tunda penjualannya. Awal tahun depan ketika harga sudah membaik, kopi dapat diekspor,” kata Riza.