Pergerakan pembangunan di sini sepertinya tidak berjalan. Warga pun tak dilibatkan, paling tidak didengarkan apa kebutuhannya.
Oleh
AGNES SWETTA PANDIA
·5 menit baca
Sumenep merupakan satu dari empat kabupaten di Pulau Madura setelah Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan. Walau posisinya paling ujung, ketenarannya jauh melebihi tiga kabupaten lain karena memiliki beragam obyek wisata, terutama keindahan pantai dan memiliki Museum Keraton Sumenep.
Berkunjung ke Pulau Madura, tujuan utama adalah Sumenep yang kaya dengan berbagai obyek wisata budaya, seperti Museum Keraton Sumenep, Masjid Agung Sumenep, dan tiga gili, Bukit Tinggi Daramista serta puluhan pantai, antara lain, Pantai Lombang, Slopeng, serta Pantai E Kasoghi.
Kabupaten dengan 126 pulau dan 48 pulau di antaranya berpenghuni menjadi pilihan untuk bertamasya karena wisata alamnya sangat memesona seperti Pulau Sapekan, Kangean, Ras, dan Masalembu.
Memang untuk melakukan perjalanan ke pulau-pulau yang indah itu, termasuk ke Gili Genting, Gili Labak, dan Gili Iyang, harus menyesuaikan dengan kondisi cuaca. Ketika musim angin kencang, gelombang laut bisa mengombang-ambingkan perahu atau kapal hingga ketinggian 5 meter.
Sudah menjadi rutinitas warga yang tinggal 48 pulau di Kabupaten Sumenep, ketika musim angin kencang. Bahkan bisa dua hingga tiga pekan tidak ada pelayaran ke pulau-pulau.
Keelokan pulau dan pantai di Sumenep hingga kini agaknya belum menjadi perhatian utama bagi Pemerintah Kabupaten Sumenep. Memang banyak pantai yang mulai digarap oleh anak-anak muda sehingga layak untuk dikunjungi selain ke Gili Genting atau Pulau Sembilan, Gili Labak, dan Gili Iyang.
Jiwa Madura
Nyaris tidak ada perbaikan infrastruktur, terutama ke kawasan obyek wisata. Padahal pada 2018, Pemerintah Kabupaten Sumenep mencanangkan Sumenep Soul of Madura, untuk menarik wisatawan mampir di daerah yang terdiri dari daratan dan kepulauan, dan memiliki wisata budaya, religi, sejarah yang sudah ada sejak 1269 dan alam yang eksotik. Ajakan untuk berkunjung ke kabupaten paling timur di Pulau Madura ini agaknya kurang bergema.
Memang, menurut Kepala Bidang (Kabid) Pariwisata Dinas Pariwisata Budaya Pemuda dan Olahraga (Disparbudpora) Sumenep Imam Buchari, kunjungan wisatawan lima tahun terakhir mengalami peningkatan yang signifikan. Seperti kunjungan wisata 2019 sebanyak 1.498.000 orang, lebih tinggi sedikit dari kunjungan 2018 sebanyak 1.457.766 turis.
Di Sumenep, menurut Imam Buchari, ada 28 destinasi wisata dengan rincian 8 wisata religi, 13 alam, 3 sejarah, dan 4 wisata buatan.
Potensi yang begitu besar di sektor pariwisata agaknya belum menggugah dua pasangan calon bupati dan wakil bupati periode 2021-2025, yakni pasangan Achmad Fauzi-Dewi Khalifah dan Fattah Jasin-Ali Fikri Warits.
Dalam visi dan misinya, pasangan Fauzi-Dewi akan fokus pada pariwisata mengingat sektor ini sangat pontesial sebagai pendongkrak ekonomi masyarakat. ”Kami komitmen memaksimalkan potensi wisata untuk penguatan sektor ekonomi, tanpa merawak rambang atau menyingkirkan nilai-nilai kearifan lokal,” kata Fauzi, Wakil Bupati Sumenep 2016-2020.
Bahkan, menurut Dewi Khalifah, pengasuh Pesantren Aqidah Usymuni Tarete, pasangan ini akan memasukkan sektor pariwisata menjadi salah satu program unggulan untuk mewujudkan kawasan wisata Madura sekaligus dan pengembangan ekonomi kreatif.
Untuk menarik wisatawan berkunjung ke kabupaten dengan luas wilayah 1.998 kilometer persegi, dan berpenduduk 2 juta jiwa ini, menurut Fauzi, infrastruktur ke destinasi pariwisata perlu ditingkatkan, termasuk membagun jaringan dengan pihak terkait, baik di dalam maupun luar negeri.
Sementara pasangan Fattah Jasin-Ali Fikri Warits, dalam visi dan misi, menjadikan Sumenep Barokah, dengan melakukan percepatan pertumbuhan ekonomi sebagai indikator kesejahteraan masyarakat.
”Fokus utama pembangunan infrastruktur dipercepat, seperti sarana jalan dan irigasi, dan untuk kepulauan seperti pembangunan dermaga,” kata Fattah Yasin, mantan Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Jatim, yang menggandeng Ali Fikri Warits, pengasuh Pondok Pesantren Annuqayah Daerah Lubangsa, Guluk-Guluk, sebagai wakilnya.
Menurut Moch Rifai (50), pengusaha yang ditemui Sabtu (21/11/2020), Sumenep selama ini terkenal sebagai produsen sapi dari Pulau Raas, Sapudi, dan Sapeken. Hampir setiap hari, ratusan ekor sapi keluar dari Kabupaten Sumenep yang juga menjadi sentra garam rakyat. Adapun untuk memenuhi kebutuhan daging sapi, bukan hanya di Pulau Jawa, melainkan hingga Sumatera dan Kalimantan.
Apalagi, hampir 30 persen kebutuhan garam nasional diproduki oleh petani garam di Sumenep. ”Pontesi daerah luar biasa, tapi pembangunan terasa berjalan lamban. Pemerintah pun seakan belum melibatkan masyarakat dalam menggerakkan ekonomi daerah ini,” katanya.
Penentu kebijakan, menurut Rifai, masih berkutat pada pembangunan di sektor yang justru belum terlalu bersinggungan dengan kebutuhan masyarakat. Proyek yang langsung menyentuh warga semisal pengandaan air bersih, pembangunan dermaga, infrastruktur, dan sarana pelengkap di kawasan wisata dan ekonomi.
Program yang selalu ditunggu adalah sistem transportasi ke pulau-pulau lancar, pasti, dan terjadwal. Setiap pulau idealnya memiliki dermaga yang layak dan pemda perlu terus meningkatkan keselamatan, kenyamanan, dan keamanan pada pengguna transportasi laut.
Pembangunan di Sumenep cenderung stagnan juga diutarakan Muhammad Firdaus, pengawas sekolah. ”Pergerakan pembangunan di sini sepertinya tidak berjalan. Warga pun tak dilibatkan, paling tidak didengarkan apa kebutuhannya,” katanya.
Padahal Sumenep jauh lebih banyak obyek wisatanya dibandingkan dengan Kabupaten Banyuwangi. ”Soal keelokan alam, pantai, Sumenep tak ada yang bisa menyaingi, cuma selama ini salam sekali tidak disentuh. Obyek wisata, terutama sarana dan prasarana, tidak ada perubahan sehingga wisatawan enggan piknik ke sini,” ujarnya.
Selain infrastruktur di kawasan wisata masih ala kadarnya, pemegang kekuasaan di daerah ini juga belum melibatkan masyarakat. Masyarakat pun belum diberi pengertian melalui sosialisasi bagaimana menjadi tuan rumah yang baik ketika menerima turis.
”Obyek wisatanya luar biasa bagus dan menarik, tapi warganya biasa-biasa saja ketika turis datang sehingga mereka tak ada keinginan untuk kembali berkunjung ke Sumenep,” begitu kata Firdaus.