Sarinah diharapkan benar-benar menjadi representasi atau jendela Nusantara. Tak sekadar menjadi pusat ritel bahkan penopang bisnis ekspor-impor, tetapi juga menjadi salah satu bagian dari ”kota mengajar manusia”.
Oleh
hendriyo widi
·3 menit baca
Sejarah bernilai tinggi. Sejarah menerakan arti dan kekhasan atau pembeda sebuah benda ataupun tempat. Sejarah dapat memberikan nilai tambah ekonomi. Tak terkecuali sebuah pusat perbelanjaan yang tak sekadar menjadi tempat belanja, tetapi juga ruang perjumpaan, rekreasi, bahkan menimba ilmu.
Pada abad 8 SM, masyarakat Yunani kuno mempunyai sejumlah tempat seperti itu di setiap pusat pemerintahan kota yang kerap disebut Agora. Agora merupakan tempat pertemuan terbuka yang kemudian berkembang menjadi pusat komersial atau pasar. Salah satu Agora yang paling terkenal dan bekas-bekas reruntuhannya masih ada sampai sekarang adalah Agora di Athena.
Di tempat itu percakapan politik, syiar etika, obrolan sharing para pedagang lintas kota dan negara, bahkan diskusi-perdebatan ilmu pengetahuan terjadi. Di tempat itu pula, barter dan jual-beli barang bergulir, baik di kawasan pertokoan maupun tenda-tenda pedagang.
Tak mengherankan jika penyair Yunani kuno, Simonides (556-468 SM), mencetuskan konsep ”kota mengajar manusia”. Di Agora yang terus berkembang sebagai kawasan perbelanjaan dan syiar ilmu pengetahuan, manusia dapat menimba ilmu dari sesamanya, mulai dari pengetahuan berdagang, politik, alam, hingga etika.
Seiring berjalannya waktu, kawasan dan pusat perbelanjaan terus berkembang. Banyak negara yang mengembangkan kawasan atau pusat perbelanjaan tanpa meninggalkan sejarah, bahkan meramu dan mengintegrasikan ritel-wisata-edukasi. Inggris memiliki Burlington Arcade, pusat perbelanjaan di London. Sejak pertama kali dibuka pada 1819 hingga kini, pusat perbelanjaan ini terkenal dengan perhiasan dan fashion.
Simonides (556-468 SM) mencetuskan konsep ”kota mengajar manusia”. Di Agora yang terus berkembang sebagai kawasan perbelanjaan dan syiar ilmu pengetahuan, manusia dapat menimba ilmu dari sesamanya, mulai dari pengetahuan berdagang, politik, alam, hingga etika.
Italia punya Galleria Vittorio Emanuele II di Milan. Pusat belanja ini menempati bangunan yang didirikan pada 1877. Salah satu jenama terkenal di mal tersebut adalah The Biffi Caffè, toko kue yang dirintis Paolo Biffi pada 1852.
Adapun Amerika Serikat memiliki The Westminster Arcade atau The Arcade Providence, pusat perbelanjaan di pusat kota Providence, Rhode Island, yang dibangun pada 1828. Pusat perbelanjaan tertutup pertama di AS ini berarsitektur Yunani sehingga ditetapkan sebagai National Historic Landmark pada tahun 1976.
Bagaimana dengan Indonesia? Indonesia memiliki Sarinah, pusat perbelanjaan yang diresmikan Presiden RI pertama Soekarno pada 1966. Kendati terkategori masih belia dibandingkan pusat-pusat perbelanjaan bersejarah di Inggris, Italia, dan AS, Sarinah tetap bernilai historis tinggi.
Namanya diambil dari pengasuh Soekarno kecil, Sarinah. ”....Pengasuh saya itu bernama Sarinah. Dia mbok saya. Dia membantu ibu saya, dari dia saya menerima banyak rasa cinta, dan rasa kasih. Dari dia, saya mendapat banyak pelajaran mencintai orang kecil. Dia sendiri pun orang kecil. Tetapi budinya selalu besar”, tulis Soekarno dalam pengantar bukunya Sarinah: Kewadjiban Wanita dalam Perdjoangan Republik Indonesia.
Soekarno mendedikasikan gedung pencakar langit pertama di Jakarta ini sebagai etalase produk-produk pertanian, kerajinan, dan industri rakyat, serta sentra barang-barang kebutuhan pokok bagi masyarakat.
Bangunan setinggi 74 meter berlantai 15 ini dibangun dengan uang hasil rampasan perang dari Jepang setelah disepakati kedua pihak pada 1958. ”Sarinah termasuk toko serbaada yang paling awal di Asia Tenggara. Ketika Singapura belum dibangun dan Kuala Lumpur masih rawa-rawa, Jakarta mulai berbenah dengan membangun department store yang pertama....”, sebut Eka Budianta dalam Cakrawala Roosseno (2008).
Pada Mei 2020, Kementerian Badan Usaha Milik Negara berencana merenovasi Sarinah dengan anggaran senilai Rp 700 miliar. Renovasinya ditargetkan selesai pada 17 Agustus 2021. Nantinya, Sarinah yang selama ini mengusung jargon ”The Window of Indonesia” dijanjikan akan berwajah kekinian dan tetap mengusung pelestarian sejarah dan budaya.
Manajemen PT Sarinah (Persero) berkomitmen memberi tempat pada usaha kecil menengah dalam negeri. Sejarah juga akan terus dilestarikan dengan pembangunan Museum Sarinah dan ampiteater yang menghadap ke kolam pantul yang bisa menampilkan sejarah Gedung Sarinah. Aspek nilai historis Sarinah akan menjadi daya tarik bagi masyarakat. Nilai historisnya akan menjadi kekuatan menopang bisnis ritel (Kompas, 19/8/2020).
Ke depan, Sarinah diharapkan benar-benar menjadi representasi atau jendela Nusantara. Tak sekadar menjadi pusat ritel serta penopang wisata dan bisnis ekspor-impor, tetapi juga menjadi salah satu bagian dari ”kota mengajar manusia”.