Pandemi Covid-19 telah memunculkan banyak perubahan, mulai dari yang bersifat fundamental hingga perilaku.
Oleh
A Prasetyantoko - Rektor Unika Atma Jaya
·4 menit baca
E-CONOMY SEA 2020/GOOGLE/TEMASEK/BAIN & COMPANY
Nilai pasar ekonomi digital di sejumlah negara Asia Tenggara berdasarkan hasil studi Google, Temasek, dan Bain & Company yang dipublikasikan dalam laporan berjudul ”E-Conomy SEA 2020”.
Berita baik keberhasilan pengujian vaksin Covid-19 oleh Pfizer dan BioNTech dengan efektivitas 95 persen membuat saham Zoom terperosok cukup dalam (The Economist, 21/11/2020). Berita ini menunjukkan, betapa kita semakin tergantung pada teknologi saat pandemi. Penemuan vaksin berpotensi menyurutkan kinerja sektor teknologi. Meski demikian, kita tak akan kembali pada fase sebelum pandemi. Beberapa hari kemudian, saham Zoom naik lagi, meski tidak pada nilai tertinggi.
Laporan e-Conomy SEA 2020 terbitan Google, Temasek, dan Bain & Company menunjukkan, sejak pandemi Covid-19, penggunaan layanan digital di kawasan Asia Tenggara melonjak 36 persen. Sementara di Indonesia sedikit lebih tinggi, yakni 37 persen. Peningkatan di Singapura dan Thailand lebih rendah atau 30 persen. Perlu diingat, jumlah penduduk Indonesia sebanyak 271 juta jiwa atau sekitar 46 persen dari kawasan tersebut. Jadi kenaikan itu punya implikasi besar dari sisi skala bisnisnya.
Selain itu, pengguna baru akibat pandemi Covid-19 di Indonesia lebih banyak dari kawasan bukan kota besar atau 56 persen dibandingkan dengan dari kota besar yang sebesar 44 persen. Bandingkan dengan Vietnam yang penambahan pengguna layanan digitalnya didominasi dari kota besar sekitar 74 persen. Di Indonesia, adopsi teknologi akibat pandemi lebih bersifat inklusif karena melibatkan lebih banyak penduduk di luar kota besar.
Laporan e-Conomy SEA 2020 juga menjelaskan, sebanyak 94 persen responden di kawasan Asia Tenggara menyatakan tetap akan menggunakan layanan teknologi saat pandemi Covid-19 usai. Gejala serupa terjadi di Indonesia meskipun angkanya sedikit lebih rendah, yaitu 93 persen. Nampaknya, pandemi Covid-19 telah mengubah perilaku pelaku ekonomi dengan mengadopsi lebih banyak teknologi dibandingkan dengan masa sebelum pandemi. Gejala ini tentu akan punya implikasi pada perubahan struktur ekonomi sehingga diperlukan antisipasi berupa kebijakan yang berorientasi pada transformasi.
Pandemi Covid-19 telah mengubah perilaku pelaku ekonomi dengan mengadopsi lebih banyak teknologi dibandingkan dengan masa sebelum pandemi.
Pemulihan dan transformasi
Dalam sambutannya pada pembukaan Pekan FinTech 2020, Rabu (11/11/2020), Presiden Joko Widodo menyampaikan peran teknologi finansial (tekfin) dalam penyaluran pembiayaan yang telah mencapai Rp 128,7 triliun atau meningkat 113 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Acara tahunan yang berlangsung dua minggu ini bertujuan menyinergikan upaya percepatan pemulihan ekonomi melalui adopsi teknologi.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan mengumumkan hasil Survei Nasional Literasi Keuangan 2019, yang menunjukkan indeks literasi keuangan 38,03 persen dan indeks inklusi keuangan 76,19 persen. Angka tersebut meningkat dibandingkan dengan survei OJK 2016, yakni indeks literasi keuangan 29,7 persen dan indeks inklusi keuangan 67,8 persen. Meski naik, dibandingkan dengan negara tetangga, kita masih tertinggal. Singapura sudah mencapai 98 persen, Malaysia 85 persen, dan Thailand 82 persen. Pemerintah sudah mematok target indeks inklusi keuangan Indonesia pada 2024 mencapai 90 persen.
Mungkin saja indeks inklusi keuangan akan tercapai, tetapi perlu upaya keras meningkatkan literasi keuangan. Tingkat inklusi yang tinggi dengan literasi yang relatif rendah menunjukkan potensi risiko yang tinggi. Sebab, meskipun masyarakat sudah memiliki akses keuangan, sebenarnya tidak memahami dengan baik fungsi dan risikonya.
Peningkatan literasi menjadi kunci agar tingkat inklusi yang sudah terjadi bisa berdampak lebih produktif dengan risiko minimal. Jika keseimbangan antara fungsi dan risiko bisa dicapai, tujuan utama pengembangan keuangan (ekonomi) digital akan optimal, yaitu mendorong pertumbuhan dengan risiko yang masih bisa dikelola. Peningkatan risiko tak mungkin dihindari, tetapi kita harus tahu bagaimana antisipasi dan mitigasinya.
Peran teknologi di berbagai sektor ekonomi, khususnya keuangan, memunculkan harapan percepatan pemulihan ekonomi serta transformasinya. Data Kementerian Keuangan menunjukkan, tekfin berperan dalam penyaluran bantuan sosial, khususnya kartu prakerja. Ada 670.000 penerima kartu prakerja yang tidak memiliki rekening bank sebelumnya. Dari penerima kartu prakerja yang tak memiliki akses keuangan tersebut, sebanyak 76 persen di antaranya dompet elektronik ketimbang rekening bank.
KOMPAS/ PRIYOMBODO
Penawaran investasi Surat Berharga Negara (Savings Bond Ritel/SBR) 008 di laman perusahaan rintisan bidang teknologi, Investree, di Jakarta, Rabu (18/9/2019). SBN ritel yang ditawarkan secara online melalui perusahaan teknologi finansial, perusahaan efek, dan perbankan mampu menggenjot perolehan dana investasi dari investor milenial.
Sektor tekfin juga menjadi mitra distribusi penting dalam penjualan surat utang negara yang terus meningkat. Pada penjualan ORI 16, mitra distribusi tekfin baru mencapai 7,8 persen, namun pada penjualan ORI 17 naik menjadi 11,9 persen. Umumnya, penjualan melalui tekfin berjumlah kecil sehingga lebih bersifat inklusif, termasuk mengakomodasi investor pemula yang umumnya kaum milenial.
Pandemi Covid-19 telah memunculkan banyak perubahan, mulai dari yang bersifat fundamental maupun perilaku (behavioural). Nampaknya, kecenderungan umumnya, teknologi akan semakin dominan dalam keseharian, terutama kegiatan ekonomi. Di Indonesia, sebelum pandemi, orang menghabiskan waktu 3,6 jam sehari berselancar secara dalam jaringan untuk keperluan pribadi (bukan bekerja), yang meningkat menjadi 4,7 jam per hari pada saat pandemi dan menjadi sekitar 4,3 jam pada masa setelah pandemi.
Kecenderungan umumnya, teknologi akan semakin dominan dalam keseharian, terutama kegiatan ekonomi.
Data e-Conomy juga menunjukkan, di tengah pandemi, ekonomi digital di Indonesia masih tumbuh di atas 11 persen, sedangkan di banyak negara lain hanya tumbuh pada kisaran 6 persen. Dua sektor akan menjadi andalan baru di masa depan, yaitu teknologi di sektor kesehatan (healthtech) dan teknologi di sektor pendidikan (edutech).
Nampaknya, Indonesia perlu bergerak lebih cepat memfasilitasi pengembangan berbagai sektor yang sedang tumbuh ini, dibarengi dengan upaya literasi yang lebih baik. Jika literasi masyarakat semakin baik, ekonomi digital di Indonesia akan menemukan momentum pada masa pasca-pandemi Covid-19. Itu lah salah satu esensi transformasi ekonomi: kita tidak kembali lagi pada cara lama seperti sebelum pandemi.