Energi terbarukan semakin berkembang. Namun, Indonesia masih akan tetap memerlukan energi fosil.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia masih memerlukan sumber daya minyak dan gas bumi sebagai sumber energi primer hingga beberapa tahun mendatang. Hal ini sejalan dengan target produksi minyak 1 juta barel per hari pada 2030. Penggunaan minyak dan gas bumi sudah diatur dalam rencana umum energi nasional kendati penggunaan sumber energi terbarukan terus dinaikkan.
Menurut Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto, pada 2025, porsi minyak bumi dalam bauran energi nasional adalah 25 persen dan gas bumi 22 persen terhadap keseluruhan sumber energi di Indonesia. Pada 2050, porsi gas bumi naik menjadi 24 persen dan minyak bumi diturunkan menjadi 20 persen. Adapun porsi energi baru dan terbarukan sebesar 23 persen pada 2025 dan 31 persen pada 2050.
”Kendati porsi sumber energi terbarukan dalam bauran energi nasional meningkat, sampai dengan 2050 Indonesia masih membutuhkan 44 persen minyak dan gas bumi. Artinya, Indonesia tidak akan pernah meninggalkan migas di masa mendatang,” kata Djoko dalam webinar bertajuk ”Upaya Pemangku Kepentingan Menuju Target 1 Juta Barel Per Hari di 2030”, Kamis (12/11/2020).
Indonesia tidak akan pernah meninggalkan migas di masa mendatang.
Djoko mengakui, penggunaan sumber energi terbarukan kian pesat di banyak negara. Penggunaan teknologi baterai pada kendaraan bermotor, pembangkit listrik tenaga surya, atau pemakaian kompor listrik juga meningkat untuk menggantikan minyak dan gas bumi. Namun, kondisi itu bukan berarti migas akan digantikan secara menyeluruh di Indonesia.
”Apalagi, pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan di Indonesia tak pernah mencapai target seperti yang ditetapkan dalam rencana umum energi nasional. Sebagai contoh, rencana umum energi nasional menargetkan porsi energi baru dan terbarukan sebesar 13,25 persen pada 2020. Sampai dengan semester I-2020, realisasinya baru 10,9 persen,” ujar Djoko.
Adapun untuk sektor batubara, pemerintah sudah menyiapkan langkah antisipasi dengan cara meningkatkan nilai tambah atau hilirisasi batubara di dalam negeri. Batubara akan diolah menjadi dimetil eter (DME) atau metanol. DME dapat dimanfaatkan sebagai pengganti elpiji untuk mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor elpiji.
”Banyak perusahaan migas di dunia yang mengalihkan investasinya ke sektor energi terbarukan. Begitu pula lembaga keuangan mulai mengurangi dukungan pembiayaan untuk investasi batubara. Bagaimana nasib batubara Indonesia? Mau tidak mau harus dilakukan hilirisasi. Jadi, yang jelas adalah Indonesia tidak akan meninggalkan energi fosil,” ujar Djoko.
Pemerintah sudah menyiapkan langkah antisipasi berupa menggiatkan peningkatan nilai tambah atau hilirisasi batubara di dalam negeri.
Perihal target produksi minyak 1 juta barel per hari pada 2030, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Minyak, Gas, dan Panas Bumi Indonesia (Apmi) Wargono Soenarko menyampaikan, pemerintah harus mengkaji kembali target tersebut. Sebab, dunia terus bergerak ke arah pemanfaatan sumber energi bersih dan terbarukan. Bahkan, cukup banyak perusahaan minyak besar yang mulai melirik bisnis energi terbarukan.
”Perlu ada peta jalan yang jelas dari pemerintah mengenai target produksi migas. Jangan sampai kami membeli alat pengeboran, tetapi hanya dipakai dua atau tiga tahun saja lantaran migas mulai ditinggalkan,” tambah Margono.
Strategi
Menurut Deputi Perencanaan pada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Jaffee Arizon Suardin, pemerintah menetapkan empat strategi demi mencapai target produksi 1 juta barel per hari pada 2030. Keempat strategi tersebut adalah menjaga produksi sumur migas agar tidak turun, mentransformasikan sumber daya migas menjadi cadangan terbukti, pemanfaatan teknologi enhanced oil recovery (EOR), dan menggalakkan eksplorasi.
”Tahun ini, kami bersama kontraktor kontrak kerja sama migas menyasar pengeboran 413 sumur pengembangan. Namun, akibat pandemi Covid-19 dan harga minyak yang merosot drastis, realisasinya turun menjadi 260 sumur. Pada 2021, kami menargetkan pengeboran 600 sumur,” kata Jaffee.
Hingga kini, Indonesia masih bergantung pada minyak bumi. Dari kebutuhan konsumsi bahan bakar minyak sebanyak 1,5 juta barel per hari, Indonesia hanya mampu memproduksi sekitar 700.000 barel per hari, sedangkan sisanya diperoleh dari impor. Sementara dari konsumsi elpiji yang hampir 7 juta ton dalam setahun, sebanyak 70 persen diimpor dan sisanya diproduksi di dalam negeri.