Literasi keuangan digital masyarakat Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain. Penyelenggara industri tekfin diharapkan berperan meningkatkan hal ini selain memberikan layanan pinjaman.
Oleh
Nina Susilo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo mengajak para inovator dan penggerak industri teknologi finansial untuk berkontribusi positif bagi perekonomian Indonesia. Bukan hanya itu, diharapkan indeks inklusi keuangan dan literasi keuangan bisa ditingkatkan.
Dalam pembukaan Indonesia Fintech Summit 2020 dan Pekan Fintech 2020 secara virtual, Presiden Joko Widodo juga menyampaikan apresiasi kepada para inovator dan penggerak industri teknologi finansial (financial technology/fintech) di seluruh Indonesia.
Teknologi finansial atau tekfin diakui berkontribusi positif bagi perekonomian dan meningkatkan akses pembiayaan kepada masyarakat. Tahun 2020, penyaluran pembiayaan finansial oleh industri tekfin mencapai Rp 128,7 triliun atau meningkat 113 persen year-on-year.
Tekfin diakui berkontribusi positif bagi perekonomian dan meningkatkan akses pembiayaan kepada masyarakat.
Sampai September 2020, terdapat 89 penyelenggara tekfin yang berkontribusi Rp 9,87 triliun pada transaksi layanan jasa keuangan Indonesia. Sebanyak Rp 15,5 triliun disalurkan penyelenggara fintechequity crowd founding berizin.
”Hal ini merupakan perkembangan yang luar biasa,” kata Presiden Jokowi sebagaimana ditayangkan dalam kanal Youtube Sekretariat Presiden, Rabu (11/11/2020).
Walakin, Presiden mengatakan Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah dalam pengembangan teknologi finansial ini. Indeks inklusi keuangan Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN. Tahun 2019, misalnya, indeks inklusi keuangan Indonesia baru 76 persen. Angka ini lebih rendah ketimbang Singapura 98 persen, Malaysia 85 persen, dan Thailand 82 persen.
Tingkat literasi masyarakat terhadap keuangan digital juga masih sangat rendah. Baru 35,5 persen masyarakat yang mengetahui keuangan digital. Masih banyak masyarakat yang menggunakan layanan keuangan informal. Adapun masyarakat yang pernah menggunakan layanan digital hanya 31,26 persen.
Indeks inklusi keuangan Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN. Tahun 2019, misalnya, indeks inklusi keuangan Indonesia baru 76 persen.
Presiden Jokowi pun berharap agar tekfintidak hanya berperan sebagai penyalur pinjaman dan penyedia pembayaran daring saja. Akan tetapi, para inovator tekfin juga menjadi penggerak utama literasi keuangan digital bagi masyarakat dan memperluas pemasaran digital bagi UMKM.
”Para inovator fintech harus mengembangkan diri secara terus-menerus untuk menjalankan fungsi aggregator dan innovative credit scoring, memberikan layanan equity crowd founding dan project financing,” katanya.
Di sisi lain, potensi risiko dari perkembangan teknologi di sektor keuangan, seperti kejahatan siber, misinformasi, dan penyalahgunaan data pribadi, perlu diantisipasi. Apalagi regulasi keuangan nonperbankan tidak seketat regulasi perbankan. Oleh karena itu, para pelaku industri tekfin harus memperkuat tata kelola yang lebih baik dan akuntabel serta memitigasi berbagai risiko yang muncul.
”Dengan cara ini saya berharap industri fintech dapat memberikan layanan yang aman kepada masyarakat serta memberi kontribusi besar bagi pengembangan UMKM dan perekonomian nasional,” tambah Presiden.
Potensi risiko dari perkembangan teknologi di sektor keuangan, seperti kejahatan siber, misinformasi, dan penyalahgunaan data pribadi, perlu diantisipasi.
Indonesia Fintech Summit 2020 diselenggarakan pada Rabu-Kamis (11-12/11/2020). Beberapa diskusi dilangsungkan dengan topik terkait langkah-langkah percepatan digitalisasi jasa keuangan Indonesia untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Adapun Pekan Fintech 2020 diadakan sepanjang 11-25 November.
Dalam diskusi tentang kontribusi tekfin dalam memulihkan ekonomi Indonesia, Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Adrian Gunadi mengutip hasil survei Mandiri baru-baru ini yang menyebutkan 66 persen UMKM masih beroperasi meski terbatas dan mengalami masalah dengan arus kas. Sebanyak 57 persen juga mencari solusi digital, baik untuk menambah modal maupun untuk operasional usaha. Karena itu, Adrian yang juga CEO dan Co-Founder Investree ini optimistis tekfin bisa membantu UMKM yang terpukul pandemi Covid-19.
Dalam diskusi tersebut, Sekretaris Jenderal Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) Karaniya Dharmasaputra menilai adanya program Kartu Prakerja sebagai inisiatif bersejarah, terlepas dari banyak kritik dan kontroversi. Sebab, selama ini, masalah dalam distribusi bantuan sosial adalah memastikan ketepatan sasarannya.
Platform digital dalam program Kartu Prakerja dinilai mampu mengatasi hal tersebut sebab orang yang berhak bisa mendaftar tanpa ada prosedur birokrasi yang panjang dan berbelit. Setelah divalidasi, platform berkolaborasi dengan bank atau perusahaan penyedia e-money untuk mendistribusikan bantuan sosial.
”Ini kemajuan karena platform teknologi mengelola program bantuan sosial secara efektif,” kata Karaniya yang juga President Director OVO dan CEO/Founder Bareksa.