Beri Kejelasan Arah Pengelolaan Energi Lewat Kebijakan yang Konsisten
DPR mulai menyeleksi calon anggota Dewan Energi Nasional (DEN) 2020-2025. Isu soal konsistensi kebijakan energi menjadi tuntutan pekerjaan rumah yang harus dilakukan anggota DEN terpilih.
Oleh
ARIS PRASETYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan pemerintah di sektor energi diharapkan konsisten agar memberi arah pengelolaan yang lebih jelas dan pasti. Sebab, sebagai importir bersih minyak, Indonesia menghadapi tantangan berat dalam sektor energi di masa mendatang dan mencapai target bauran energi terbarukan.
Agar kebijakan pemerintah di bidang energi konsisten, Dewan Energi Nasional (DEN) bisa mengawalnya.
Menurut Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, beberapa kebijakan sektor energi yang dianggap tak konsisten adalah penggunaan bahan bakar minyak (BBM) di sektor transportasi yang ramah lingkungan serta target produksi batubara. Dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang disusun DEN, produksi batubara terus dikurangi, bukan ditambah.
”Begitu pula keandalan pasokan energi listrik. Berbicara rasio elektrifikasi bukan sekadar persentase penduduk yang mengakses listrik, tetapi sekaligus kualitas pasokan listrik yang andal dan tidak ada pemadaman,” ujar Tulus saat dihubungi di Jakarta, Selasa (10/11/2020).
Saat ini, Komisi VII DPR tengah menggelar uji kepatutan dan kelayakan terhadap 16 calon anggota DEN 2020-2025. Uji diselenggarakan pada 10-11 November 2020 di ruang rapat Komisi VII DPR di Jakarta. Dari 16 calon, akan dipilih delapan orang. Selanjutnya nama-namanya diserahkan kepada Presiden RI.
Anggota DEN terpilih harus mampu mengawal kebijakan energi yang dibuat pemerintah dalam hal konsistensi.
Menurut Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, pekerjaan rumah utama anggota DEN terpilih adalah mengkaji kembali Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional. Perlu ada penyesuaian kembali kebijakan energi di Indonesia pascapandemi Covid-19. Begitu pula kebijakan energi dalam hal pemanfaatan batubara.
”Analisis dan skenario global menunjukkan pemakaian energi fosil terus menurun. Minat investor dan lembaga pembiayaan juga berkurang. Intinya, kajian terhadap RUEN harus merefleksikan kebijakan transisi energi dan dilaksanakan secara konsisten,” kata Fabby.
Hingga Selasa sore, sebanyak lima calon anggota DEN telah mengikuti uji kepatutan dan kelayakan di Komisi VII DPR. Dalam uji tersebut, setiap calon memaparkan rencana kinerja apabila terpilih sebagai anggota DEN. Mereka juga harus menjawab sejumlah pertanyaan yang dilontarkan anggota Komisi VII DPR.
Beberapa topik yang ditanyakan anggota Komisi VII DPR adalah rencana pengoptimalan energi baru dan terbarukan di Indonesia, rencana penyediaan cadangan energi Indonesia, serta peluang pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).
Sebelumnya, sejumlah pihak menyarankan perlunya kaji ulang terhadap kebijakan energi di Indonesia. Anggota DEN 2014-2017, Andang Bachtiar, mengatakan, target bauran energi nasional yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) tidak menunjukkan perkembangan berarti dalam enam tahun terakhir. Usaha mengoptimalkan peran energi terbarukan 23 persen dalam bauran energi nasional pada 2025 belum menunjukkan hasil. Begitu pula upaya menurunkan penggunaan minyak dan batubara.
”Asumsi yang dipakai saat penyusunan KEN sudah banyak berubah. Acuan pertumbuhan ekonomi 6 persen tak tercapai dan hanya di angka rata-rata 5 persen. Jadi, KEN perlu dievaluasi kembali berdasarkan realisasi dalam 10 tahun terakhir dan aspirasi yang realistis,” ujar Andang.
Pekerjaan rumah utama anggota DEN terpilih nanti adalah mengkaji kembali Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional.
Pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Zainal Arifin Mochtar, mengatakan, masalah kebijakan energi di Indonesia berawal dari tiadanya cetak biru yang jelas. Kendati ada sejumlah dokumen kebijakan tentang energi, perubahan atau situasi terkini berlangsung cepat sehingga memerlukan penyesuaian. Masalahnya, Indonesia tak memiliki basis data tunggal yang bisa dijadikan rujukan.
”Cetak biru tak cukup lewat aturan, tetapi dukungan semua pemangku kepentingan. Selain itu, konsistensi pelaksanaan kebijakan juga harus ditegakkan. Jangan berganti menteri, berganti pula kebijakannya,” kata Zainal.
Target bauran energi nasional yang diatur dalam KEN adalah peran energi terbarukan pada 2025 sedikitnya 23 persen dari sumber energi yang digunakan di Indonesia. Target ini dinaikkan menjadi 31 persen pada 2050. Sampai dengan 2019, peran energi terbarukan baru sebesar 9 persen.
Sementara itu, peran minyak dan batubara dalam bauran energi nasional saat ini masih tinggi. Pada 2019, peran minyak sebesar 33,58 persen dan peran batubara sebesar 37,15 persen. Padahal, dalam target pada 2025, peran minyak diharapkan menjadi 25 persen dan batubara sebesar 30 persen.