Ekspor Perikanan Tumbuh 7,92 Persen di Tengah Pandemi
Ekspor perikanan Indonesia selama Januari-September 2020 tumbuh 7,92 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2019. Permintaan produk perikanan dari dalam dan luar negeri dinilai tetap tumbuh di tengah pandemi.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Nilai ekspor perikanan Indonesia selama Januari-September 2020 tercatat 3,76 miliar dollar AS atau meningkat 7,92 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2019. Di tengah pandemi Covid-19, permintaan ekspor komoditas perikanan terus bergeliat, antara lain tecermin pada data triwulan III-2020.
Komoditas utama penyumbang ekspor Januari-September 2020 antara lain udang, tilapia, layur, dan sarden kaleng. Ekspor komoditas udang mencapai 177.400 ton atau naik 20 persen secara tahunan. Adapun nilai ekspor udang mencapai 1,5 miliar dollar AS atau meningkat 23 persen.
Sementara ekspor komoditas unggulan lain, seperti tuna, tongkol, dan cakalang, mencapai 145.800 ton. Volume tersebut naik 8,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2019 yang mencapai 134.300 ton.
Direktur Pemasaran Kementerian Kelautan dan Perikanan Machmud Sutedja, Kamis (5/11/2020), mengemukakan, meski terjadi peningkatan ekspor, pencapaian ekspor tahun ini diprediksi masih dibawah target. Dari target ekspor 6 miliar dollar AS tahun 2020, pihaknya memprediksi realisasi ekspor akan mencapai sekitar 5 miliar dollar AS. Sebagai perbandingan, pada tahun 2019, realisasi ekspor perikanan tercatat 4,94 miliar dollar AS.
Peningkatan ekspor di tengah pandemi Covid-19 menjadi angin segar bagi sektor perikanan. Komoditas perikanan menjadi salah satu penopang kebutuhan pangan dunia. Selain produk segar, peningkatan juga terjadi pada produk ikan olahan.
Peningkatan permintaan sarden kaleng, misalnya, terjadi di hampir seluruh negara tujuan ekspor. Sementara permintaan tuna dan cakalang kaleng meningkat di beberapa negara, tetapi turun untuk tujuan Uni Eropa dan Jepang.
Ketua Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) Budhi Wibowo mengemukakan, pasar ekspor perikanan terus ada. Tantangannya terletak pada distribusi dan suplai.
Dia mencontohkan pasar ekspor udang yang tidak pernah menghadapi masalah sepanjang suplainya mencukupi permintaan. Kendalanya, ketika produksi turun, maka harga udang akan naik dan sulit bersaing dengan negara eksportir udang lainnya.
Di pasar dalam negeri, permintaan produk perikanan juga terus meningkat, khususnya di pasar ritel. Sebagian konsumen mulai membeli produk ikan secara daring selama masa pandemi Covid-19. Permintaan produk siap saji dan siap masak meningkat pesat.
”Ada atau tidak ada pandemi Covid-19, orang tetap butuh makan. Kami sangat optimistis dengan pertumbuhan sektor perikanan yang yang merupakan sektor pangan. Namun, pergeseran pola pasar harus dicermati oleh produsen maupun pelaku pasar,” katanya.
Ia menambahkan, pergeseran pasar tengah terjadi dari yang semula didominasi pasar hotel, restoran, dan kafe mulai mengarah ke pasar ritel. Kondisi itu terjadi hampir di seluruh dunia. Produk ikan olahan kian diminati untuk pasar ritel. Pergeseran pola pasar ini memerlukan kesigapan pelaku usaha untuk melakukan penyesuaian produk perikanan, baik dari segi jenis produk maupun kemasan.
Hingga saat ini, tercatat ratusan ribu usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menggarap produk ikan olahan. Namun, pengembangan pasar produk olahan itu terkendala logitstik. Belum ada dukungan pemerintah untuk menyediakan kendaraan angkut berpendingin yang memadai.
Dampaknya, produk olahan ikan yang seharusnya bisa dipasarkan lintas daerah hingga lintas negara menjadi hanya terbatas pasar lokal di area produsen. Peluang pasar menjadi terlewatkan.
”Diperlukan sinergi antara perusahaan logistik BUMN dan swasta untuk bisa mengangkut produk beku ikan olahan dengan tarif yang kompetitif. Pasar produk olahan masih terbuka luas,” katanya.