Pertumbuhan Ekonomi RI Triwulan III-2020 Minus 3,49 Persen
Kendati pertumbuhan ekonomi nasional minus 3,49 persen secara tahunan, Indonesia mengalami perbaikan ekonomi cukup baik sepanjang triwulan III-2020. Belanja pemerintah memegang peranan penting.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN/DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perekonomian Indonesia pada triwulan III-2020 tumbuh negatif 3,49 persen secara tahunan. Meski demikian, kontraksi ekonomi tidak sedalam triwulan sebelumnya karena kinerja beberapa sektor usaha mulai menunjukkan tren perbaikan.
Pertumbuhan ekonomi triwulan III-2020 lebih tinggi dibandingkan triwulan II-2020 yang minus 5,32 persen. Meski demikian, secara kumulatif pertumbuhan ekonomi sepanjang Januari-September 2020 masih tumbuh minus 2,03 persen dibandingkan dengan periode sama tahun lalu.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), yang dirilis Kamis (5/11/2020), produk domestik bruto (PDB) Indonesia atas dasar harga berlaku pada triwulan III-2020 sebesar Rp 3.894,7 triliun.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, Indonesia mengalami perbaikan ekonomi cukup baik sepanjang triwulan III-2020. Kontraksi ekonomi tidak sedalam triwulan sebelumnya karena kinerja beberapa indikator mulai membaik sejalan dengan pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Perbaikan sepanjang triwulan III-2020 juga tecermin dalam pertumbuhan ekonomi secara triwulanan (quarter to quarter). Dibandingkan dengan triwulan II-2020, ekonomi Indonesia pada triwulan III-2020 tumbuh 5,05 persen secara triwulanan.
”Pertumbuhan ekonomi triwulan III-2020 tidak sedalam triwulan II-2020 yang berarti ada perbaikan. Ini menjadi modal untuk melangkah ke triwulan IV-2020,” ujarnya dalam telekonferensi pers di Jakarta.
Indonesia mengalami perbaikan ekonomi cukup baik sepanjang triwulan III-2020.
Perbaikan ekonomi terefleksi dalam kinerja 17 sektor usaha. Perbaikan terjadi di hampir semua sektor penopang ekonomi kendati masih terkontraksi. Dari 17 sektor utama, sebanyak 10 sektor usaha tumbuh negatif, seperti akomodasi makanan dan minuman, pengadaan listrik dan gas, jasa perusahaan, dan jasa lainnya.
Sementara itu, sektor usaha yang tumbuh paling tinggi, antara lain, jasa kesehatan dan kegiatan sosial tumbuh 9,85 persen, informasi dan komunikasi 10,42 persen, serta pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah, dan daur ulang sebesar 5,06 persen.
Menurut Suhariyanto, struktur PDB Indonesia tidak berubah pada triwulan III-2020. Sebesar 64,13 persen PDB nasional berasal dari industri, pertanian, perdagangan, konstruksi dan pertambangan. Kelima sektor penopang ekonomi itu masih terkontraksi, kecuali pertanian yang tumbuh 2,15 persen.
”Mayoritas sektor usaha masih terkontraksi, termasuk empat sektor penopang ekonomi. Namun, kontraksi tidak sedalam triwulan II-2020,” ujarnya.
Ditilik dari sisi pengeluaran, seluruh komponen penopang pertumbuhan ekonomi juga masih terkontraksi, kecuali belanja pemerintah. Konsumsi rumah tangga pada triwulan III-2020 tumbuh minus 4,04 persen dan investasi tumbuh minus 6,48 persen. Kontribusi konsumsi rumah tangga dan investasi dalam PDB sebesar 88,43 persen.
Sementara itu, ekspor dan impor terkontraksi cukup dalam masing-masing tumbuh minus 10,82 persen dan 21,86 persen. Satu-satunya komponen dari sisi pengeluaran yang tumbuh positif adalah belanja pemerintah sebesar 9,76 persen
Suhariyanto menambahkan, konsumsi pemerintah triwulan III-2020 tumbuh relatif tinggi karena ada kenaikan realisasi belanja bantuan sosial, belanja barang dan jasa, serta belanja pegawai, termasuk insentif untuk tenaga kesehatan. Beberapa alokasi belanja juga ditingkatkan, seperti penanggulangan bencana dan pemberdayaan sosial.
”Belanja pemerintah dalam struktur PDB berkontribusi positif 0,72 persen,” kata Suhariyanto.
Konsumsi pemerintah triwulan III-2020 tumbuh relatif tinggi karena ada kenaikan realisasi belanja bantuan sosial, belanja barang dan jasa, serta belanja pegawai, termasuk insentif untuk tenaga kesehatan.
Secara terpisah, Ketua Satgas Pemulihan Ekonomi Nasional Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pemerintah akan menggenjot belanja bantuan sosial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi triwulan IV-2020. Belanja bansos akan terealisasi hampir 100 persen karena jadwal pencairan dan penerima bantuan sudah ada.
Selain bansos, pemerintah akan menggelontorkan stimulus bagi dunia usaha. Stimulus diberikan dalam bentuk akses pinjaman dan jaminan kredit. Pemberian stimulus diharapkan dapat membantu dunia usaha kembali bergerak karena peran swasta, termasuk UMKM, sebesar 70 persen dalam perekonomian nasional.
Pasar saham
Hingga penutupan perdagangan sesi pertama, Kamis (5/11/2020), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melesat 1,85 persen ke posisi 5.199,69 Sejak awal perdagangan, pasar tengah dihinggapi euforia pemilu AS.
Sebanyak 277 saham melaju di zona hijau dan 139 saham di zona merah. Sementara 164 saham lainnya stagnan. Adapun nilai transaksi hingga saat ini sebesar Rp 4,72 triliun dengan volume 7,59 miliar lembar saham.
Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee mengatakan lonjakan indeks terjadi dikarenakan adanya euforia pelaku pasar dalam mengantisipasi kemenangan kandidat presiden AS, Joe Biden.
”Hari ini pergerakan IHSG dipicu juga oleh sentimen penghitungan suara pemilihan presiden AS yang masih berlangsung,” ujarnya.
Hal serupa juga terjadi di bursa saham regional. Indeks acuan utama di sejumlah negara Asia bergerak di zona hijau. Indeks Nikkei Jepang menguat 1,14 persen, indeks Komposit Shanghai naik 0,54 persen, indeks Hang Seng Hong Kong melesat 2 persen, dan indeks Strait Times Singapura juga naik 1,76 persen.
Namun, Hans melihat adanya peluang IHSG kembali terkoreksi menjelang pengumuman pertumbuhan ekonomi triwulan III-2020 siang ini oleh Badan Pusat Statistik (BPS). ”Jika koreksi pertumbuhan ekonomi mencapai negatif 3 persen, bisa jadi indeks kembali terkoreksi,” ujarnya.