Aliran Modal Tertahan, Investor Tunggu Hasil Pemilu AS
Indeks Harga Saham Gabungan merosot 1,052 persen pada Rabu (4/11/2020). Investor masih khawatir dengan hasil pemilu presiden Amerika Serikat.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Persaingan ketat Donald Trump dan Joe Biden memperebutkan kursi Presiden Amerika Serikat periode 2021-2024 menjadi perhatian pelaku pasar di Indonesia. Situasi ini menjadi sentimen yang memicu pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan pada penutupan perdagangan Rabu (4/11/2020).
IHSG ditutup turun 54,253 poin atau 1,052 persen ke level 5.105,199. Padahal, setelah perdagangan dibuka, IHSG sempat menguat 0,55 persen.
Analis Teknikal Indo Premier Sekuritas, Mino, mengatakan, pelemahan IHSG tak lepas dari sentimen pemilu AS.
”Memasuki sesi perdagangan siang, indeks sempat tertekan karena ada kenaikan suara Donald Trump yang mendekati perolehan suara Joe Biden,” ujar Mino.
Pelemahan IHSG tak lepas dari sentimen pemilu AS.
Respons investor, kata Mino, tidak terlepas dari pengalaman dan penilaian pelaku pasar terhadap kebijakan Donald Trump selama menjabat sebagai Presiden AS. Salah satu kebijakan Trump yang paling membekas dan mengganggu benak investor adalah isu terkait perang dagang.
Menurut Mino, respons investor terhadap sentimen pemilu AS tidak hanya terjadi hari ini. Sejak perdagangan Selasa (3/11/2020), harapan terhadap kemenangan Biden terlihat melalui IHSG yang hijau.
Sementara, ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, menilai, hasil sementara pilpres AS yang menunjukkan persaingan ketat Trump dan Biden berpotensi memicu kekhawatiran investor. Pasalnya, ekspektasi pasar cenderung memilih Biden.
”Kalau Trump menang, ada potensi risiko sentimen kembali meningkat sehingga investor akan cenderung memilih aset safe haven, salah satunya dollar AS,” kata Josua.
Hasil sementara pilpres AS yang menunjukkan persaingan ketat Trump dan Biden berpotensi memicu kekhawatiran investor.
Kondisi tersebut mendorong permintaan terhadap dollar AS sehingga dollar AS akan menguat. Dampaknya, nilai tukar mata uang negara-negara berkembang berisiko melemah dan pasar keuangan terkoreksi.
Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), Rabu, nilai tukar Rp 14.557 per dollar AS. Setidaknya, sejak Juni, nilai tukar pada kisaran Rp 14.000-an per dollar AS.
Aliran tertahan
Kepala Makroekonomi dan Direktur Strategi Investasi PT Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat menilai, aliran modal asing masih tertahan masuk ke Indonesia. Sebab, investor asing masih menunggu hasil pemilu AS.
Menurut dia, kemenangan Biden cenderung positif bagi negara berkembang, termasuk Indonesia. Pasalnya, kebijakan Trump yang ”ultrapopulis” berisiko memicu gejolak yang lebih kompleks di masa yang akan datang.
Stimulus masif defisit fiskal, terutama pemotongan pajak korporasi yang lebih berpihak kepada kelompok ekonomi atas, menyebabkan perekonomian AS relatif paling kuat dibandingkan dengan negara lain.
”Namun, stimulus moneter berupa penurunan suku bunga dan penggelontoran likuiditas memicu kenaikan harga saham di AS. Hal ini menyebabkan investor enggan masuk ke negara berkembang,” ujar Budi.
Posisi kepemilikan investor asing dalam surat berharga negara Rp 952 triliun. Jumlah ini belum melampaui posisi sebelum pandemi Covid-19 yang mencapai Rp 1.090 triliun.